WALHI NTT dan IPPMASAL Kupang Gelar Diskusi Publik Sikapi Hama Belalang dan Bencana Ekologis di Pulau Sumba

PORTALNTT.COM, KOTA KUPANG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT bersama Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Savana Asal Lewa (IPPMASAL) Kupang menggelar Diskusi Publik dengan tema “ Hama Belalang dan Bencana Ekologi di Pulau Sumba” kegiatan diskusi publik ini melibatkan perwakilan Anggota DPRD kabupaten Sumba Timur, Ir. Jonathan Behar, SH, Kepala BP3K kecamatan Lewa Alpius Takanjanji, SP, warga terdampak hama belalang Elisabeth Uru Ndaya, S.pd dan Direktur WALHI NTT Umbu Wulang T. Paranggi, S.Sos.

Diskusi publik ini dilaksanakan secara daring di kota Kupang-NTT (5/052022).

Dalam pembukaan diskusi publik, Geradus Tunggul selaku ketua IPPMASAL Kupang periode 2021-2023 mengatakan bahwa hama belalang yang melanda kabupaten Sumba Tumur akhir-akhir ini telah meresahkan petani di kecamatan Lewa, kabupaten Sumba Timur. oleh karena itu, perlu adanya strategi penaggulangan hama belalang guna menyelamatkan pangan petani.  

Selanjutnya Geradus juga menuturkan bahwa selama ini pola penaggulangan hama belalang di kabupaten Sumba Timur belum dilakukan secara tepat, penyemprotan pestisida berbahan kimia dalam skala besar justru mempengaruhi lingkungan dalam jangka panjang.

Dari tahun ke tahun kita sudah mengalami serangan hama belalang bahkan tahun 2022 yang paling parah, menurut data IPPMASAL kupang saat ini banyak petani di kecamatan Lewa yang gagal tanam dan  panen akibat serangan hama belalang kembara yang secara massif memakan padi milik petani.

Umbu Tamu Ridi Djawamara, S.H.,M.H menegaskan agar adanya pananggulangan yang tepat dari pemerintah dalam penanggulangan hama belalang kembara dan menyelamatkan pangan petani di Sumba Timur, sejauh ini pemerintah masih melakukan upaya pengendalian dengan menyemprotkan pestisida berbahan kimia secara masih, namun belum menunjukan hasil yang baik.

Pemerintah harusnya mengandeng lembaga akademisi dan instnasi terkait dalam hal melakukan pengkajian dan penelitian secara ilmiah bagaimana menemukan formula yang tepat dalam pengendalian hama belalang kembara, jika saat ini masih belum mampu mengurangi perkembangan belalang seharusnya upaya lain perlu dilakukan secepat mungkin.

Dari awal munculnya hama belalang pemerintah daerah telah melakukan hal yang sama dalam pengendalian yaitu menggunakan pestisida kimia, tentu saja belalang kembara akan mengalami proses resisten terhadap obat sbahkan jumlah koloninya semakin banyak.

Elisabeth Uru Ndaya salah satu warga terdampak di desa tana Tuku, kecamatan Ngaha Ori Angu menyampaikan bahwa persoalan hama belalang merupakan hal yang sangat meresahkan masyarakat. Hal yang paling meresahkan adalah yang pertama, pekerjaan lahan pertanian keluarganya yang masih berusia kurang lebih 2-3 bulan diserang hama dan ini yang kejadiannya bertepatan dengan bencana siklon seroja pada tahun 2021 yang lalu dan yang kedua pada beberapa minggu kemarin mereka juga di resahkan dengan hama belalang yang sebenarnya mereka akan melangsungkan proses panen pada beberapa minggu lagi, namun dengan kejadian itu mereka terpaksa memanen hasil pertanian dengan umur padi yang belum cukup.

Ia melanjutkan bahwa dampak dari pada hal-hal yang telah disampaikan tersebut dapat berakibat pada keadaan ekonomi mereka dalam keluarga maupun masyarakat sekitar karena akan terjadinya krisis pangan, sebab sumber penghasilan  utama mereka adalah dari hasil bertani.

Alpius Takanjanji, SP selaku kepala BP3K kecamatan Lewa mengatakan bahwa pemerintah sudah melakukan penaganan hama belalang di kecamatan Lewa dengan melakukan penyemprotan pestisida, selain itu strategi lain adalah setiap desa terdapat 5 orang yang merupakan petani yang untuk mengendalikan hama belalang. Sejak tanggal 17 Maret 2022 sesuai hasil rapat bersama dibentuklah posko pengendalian belalang sesuai zona. Kecamatan Lewa terdapat 5 posko sesuai jumlah kecamatan hal ini untuk mempermudah mendpatkan informasi dan penyaluran pestisida guna membatasi perkembangbiakan belalang kembara. Selain itu pemerintah daerah menghimbau masyarakat petani untuk menagkap belalang kemudian di jual ke BP3K sebesar Rp. 5000/Kg.

Alpius menerangkan bahwa luasan sawah tanaman padi di kecamatan Lewa sekitar 4.178,4 Ha, pada tahun 2021 siklus hama belalang di mulai sekitar bulan Maret-April saat itu bertepatan dengan musim panen bagi petani di kecamatan Lewa. Di tahun 2022 sekitar 68 Ha lahan jagung rusak atau gagal panen akibat hama belalang, kemudian sekitar 136 Ha lahan padi sawah rusak dan 12 Ha sawah petani gagal panen hingga dengan saat ini.

Menurut Jonathan Behar selaku anggota DPRD kabupaten Sumba Timur berharap adanya partisipan dari kabupaten tetanga seperti kabupaten Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya sehingga melahirkan kesepakatan bersama (MoU) dalam menyelesaikan persoalan hama belalang di pulau Sumba, ini merupakan masalah bersama oleh karena itu, kita perlu duduk bersama bagaimana strategi yang tepat dalam penanganannya, karena ini merupakan bencana ekologi di pulau Sumba. Persoalan lingkungan sudah menjadi masalah bersama saat ini di pulau Sumba.

Selanjutnya bahwa pemerintah perlu segera menyiapkan atau menyalurkan cadangan pangan bagi masyarakat petani yang terdampak hal ini untuk mengatasi rawan pangan dalam jangka pendek, tentu kita perlu melakukan koordinasi untuk mendata secara detail dampak kerugian yang dialami oleh petani di Sumba Timur.

Sejak tahun 2000-2022 kurang lebih sekitar 2700-3000 Ha lahan pertanian yang di serang hama belalang. Seluruh intrumen kelembagaan sudah dilaksanakan. DPRD fokus ke pemerintah mendorong kebijakan anggaran dalam rangka penanganan hama belalang.

Balitbang harus melaksanakan penelitian terkait dengan siklus perkembangan hama belalang sehingga dapat ditangani secara tepat. Fokusnya pada pemberantasan dengan menggunakan bahan yang ramah terhadap lingkungan, harapannya ini bisa dilaksanakan oleh pemerintah sehingga sejalan dengan penaganan penagkapan belalang secara mekanik sehingga masyarakat tidak kuatir dengan adanya bahan kimia dan lanjutan peruntukan atau pengelolaannya bebas dari bahan kimia.

Di sisi lain kita perlu melarang penembakan atau perburuan burung yang menjadi predator utama belalang, saat ini penggunaan senjata (senapan angin) sangat tinggi, ini perlu diawasi dengan serius oleh pihak terkait. Dalam konsep ekologis tentu saja kita perlu memahami hubungan manusia dengan alam,

Evaluasi Penanganan hama Belalang di Pulau Sumba

Umbu Wulang T. Paranggi selaku Direktur Ekesekuti Daerah WALHI NTT dalam diskusi publik menerangkan bahwa akumulasi hama belalang dan bencana ekolis di pulau Sumba khususnya Sumba Timur dikarenakan pengabaian terhadap lingkungan, “kita sedang mengalami krisis lingkungan” hama belalang di pulau Sumba masuk kategori bencana ekologis karena adanya krisis ekologi, adanya dampak negative, dan berpotensi menghancurkan peradaban. Jika hari ini pemerintah masih terus mendorong pembangunan yang tidak ramah terhadap daya dukung lingkungan.

Umbu menjelaskan penyebab hama belalang di pulau Sumba dikarenakan memburuknya hubungan teologi antara manusia dengan alam, kemudian adanya orientasi pertumbuhan kesejahteraan dan eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan dan buruknya sejarah pengelolaan dan perlindungan oleh pemerintah terhadap lingkungan hidup di pulau Sumba.

“Alih fungsi lahan, pengrusakan hutan, pengruskan sumber mata air dan perburuan satwa burung endemic sebagai predator hama menjadi rentetan persoalan yang ada sekarang” sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi di sektor tatakelola lingkungan hidup,” ujar Umbu.

Umbu juga menegaskan bahwa saat ini pulau Sumba dihadapkan oleh beban ganda ekologi di pulau Sumba dimana massif dan meluasnya investasi yang rakus tanah, hutan dan air seperti adanya koorporasi monokultur perkebunan tebu PT. Muria Sumba Manis, industry pariwisata yang mengabaikan daya dukung wilayah pesisir dan keberlanjutan alam, adanya perubahan iklim akibat perilaku manusia serta pembangunan infrastruktur lainnya yang berpotensi menganggu ekosistem dan daya dukung lingkungan hidup.

Oleh karena itu, lewat diskusi publik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia bersama IPPMASAL Kupang merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengurusi lingkungan dari hulu-hilir diantaranya :
1. Menetapkan status hama belalang dan merilis secara resmi terkait penyebab hama belalang secara sainstifik
2. Membetuk sektretariat bersama (sekber) dengan melibatkan seluruh stakeholder di 4 kabupaten dalan penaganan hama belalang di pulau Sumba
3. Subsidi masyarakat terdampak hama belalang sekaligus pencegahan alih matapencaharian alternative seperti membangun hortikultura organic
4. Pengembangan dan penguatan binatang pemangsa belalang (rekayasa mata rantai)dan menjaga hewan predator utama hama belalang
5. Kebijakan dan penanganan pemulihan daya dukung lingkungan
6. Pemerintah harus menghentikan eksploitasi alam di kawasan rentan
7. Pemulihan hubungan teologis/penghormatan antara manusia dan alamnya dengan melakukan penguatan kapasitas masyarakat berbasis kearifan lokal.
8. Pelibatan Lembaga akademisi dan Litbang untuk melakukan kajian dan penelitian ilmiah siklus dan perkembangan hama belalang agar dapat ditangani secara tepat dan aman terhadap lingkungan
9. DPRD perlu mendorong kebijakan anggran dalam rangka penaganan hama belalang dii kabupaten Sumba Timur
10. Melakukan pendataan terhadap masyarakat petani yang mengalami dampak adanya serangan hama belalang.

Komentar Anda?

Related posts