Refleksi Khotbah Minggu sengsara IV, 23 Maret 2025 (Pdt. Boy Nggaluama, S. Th)
Bacaan: Yohanes 13:1-20
Nats pembimbing: Lukas 22:25-26
Tema: Teladan merendahkan diri dan melayani
Shalom, selamat memasuki minggu sengsara Yesus (pra paskah)yang keempat. Di minggu ketiga yang lalu kita diajak untuk“Memandang Dia yang tertikam”. Hari ini, kita dituntun lewat kisah Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya untuk ada dalam permenungan bersama dalam tema “Teladan merendahkan diri dan melayani.” Mari saya ajak kita untuk merefleksikan beberapa hal penting dari bacaan ini disesuaikan dengan tema kita:
Peristiwa ini terjadi sebelum hari raya paskah mulai, ketika Yesus sudah tahu, bahwa saatnya sudah tiba untuk beralih dari dunia kepada Bapa… (ayat 1) Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Iadatang dari Allah dan kembali kepada Allah (ayat 3). Pernyataan ini hendak mempertegas siapa Yesus dan untuk apa Ia datang ke dalam dunia ini. Dalam beberapa catatan injil, Yesus memberi keterangan bahwa saatnya belum tiba (Yohanes 7:6-8;30, 8:20) tetapi dalam peristiwa ini, Yesus sudah tahu bahwa waktunya untuk melaksanakan kehendak Bapa-Nya, yakni untuk menebus dosa dan menyelamatkan manusia yang berdosa sudah tiba. Bahkan Yesuspun tahu bahwa iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas untuk menghianati Yesus (ayat 2) hal ini dipertegas dengan pernyataan Yesus “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (Yohanes 7:21). Juga di ayat 26-27 ketika Yesus memperjelas siapa yang dimaksud diantara para murid yang akan menyerahkan Yesus yakni orang yang Yesus berikan roti setelah Ia mencelupkannya, yakni Yudas. Dan setelah menerima roti itu, Yudas kerasukan iblis lalu Yesus berkata kepadanya “apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah dengan segera.”
Ss, memang ada keterangan waktu makan bersama antara Yohanes dan injil sinoptik (Matius, Markus dan Lukas) yang “terkesan berbeda”. Dalam injil sinoptik, Yesus makan perjamuan terakhir pada malam Paskah (14 Nisan). sedangkandalam Yohanes 13 ini, perjamuan terjadi sebelum Paskah dimulai. nampaknya Yohanes menyesuaikan kronologi untuk menekankan teologi bahwa Yesus adalah “Anak Domba Allah” (Yohanes 1:29, 1:36), yang disalibkan pada hari yang sama saat domba Paskah disembelih di Bait Suci (14 Nisan). Pernyataan “Sebelum hari raya Paskah mulai” tidak selalu berarti bahwa perjamuan ini terjadi sebelum 14 Nisan, tetapi bisa berarti bahwa Yesus mempersiapkan diri-Nya untuk menggenapi makna sejati Paskah melalui kematian-Nya. Jadi, penekanan Yohanes lebih bersifat teologis dari pada kronologis. Craig Blomberg (The Historical Reliability of John’s Gospel, 2001)berpendapat bahwa frasa ini tidak berarti bahwa perjamuan itu terjadi sebelum Paskah, tetapi lebih kepada pengantar naratif Yohanes untuk menyoroti kasih Yesus yang terbesar menjelang penderitaan-Nya. Menurutnya, Yohanes tetap berbicara tentang perjamuan Paskah yang sama, tetapi dengan penekanan yang berbeda dari Sinoptik.
Leon Morris (The Gospel According to John, 1971) mengatakan bahwa Yohanes sering menggunakan istilah waktu secara fleksibel dan teologis, bukan sekadar kronologis. Yohanes mungkin ingin menghubungkan penderitaan Yesus dengan pengorbanan domba Paskah, sehingga ia lebih menekankan makna Paskah daripada urutan harinya.
Ss, mengapa keterangan waktu ini penting bagi saya, karena melalui teks ini, saya ingin mengajak kita untuk merenungkan dan memaknai minggu sengsara, Jumat Agung dan Paskah dalam keyakinan bahwa:
Dalam Lukas 22:7-13 mencatat bahwa Yesus mengutus Petrus dan Yohanes untuk menyiapkan tempat makan Paskah. Mereka diberi petunjuk untuk mencari seorang laki-laki yang membawa kendi berisi air dan mengikutinya ke rumah yang telah ditentukan. Sedangkan dalam Yohanes 13 tidak menceritakan secara spesifik tentang persiapan tempat, tetapi langsung masuk ke dalam peristiwa perjamuan terakhir, termasuk peristiwa pembasuhan kaki para murid. Kesamaan dari ke 4 injil terletak pada cerita yang sama tentang makan bersama, penghianatan Yudas diumumkan, peringatan kepada Petrus tentang penyangkalannya dan setelah makan Yesus dan para murid menuju Getsemani. Dari catatan-catatan ini, dapat disimpulkan bahwa tempat yang disebut dalam Yohanes 13 adalah tempat yang sama yang dipersiapkan dalam Lukas 22:7-13.
Pertanyaan bagi kita adalah dimanakah tempat Yesus dan para murid makan bersama? Craig S. Keener (The IVP Bible Background Commentary: New Testament, 1993): “Fakta bahwa seorang laki-laki membawa kendi air menunjukkan bahwa dia mungkin seorang Eseni karena biasanya perempuan yang membawa kendi air di zaman itu.” (Orang Eseni adalah salah satu sekte dalam Yudaisme pada zaman Yesus, selain Farisi dan Saduki. Mereka dikenal sebagai kelompok yang sangat asketis=hidup sederhana dan menjauhi dunia serta menjunjung tinggi kemurnian ritual). Orang Eseni sering menyediakan ruangan khusus bagi orang-orang yang tidak bisa makan Paskah di Bait Suci karena alasan ritual. Jika pemilik rumah adalah seorang Eseni, maka kemungkinan besar ia menyiapkan ruangan ini bukan di rumah pribadinya, tetapi di salah satu tempat komunitas Eseni di Yerusalem. Namun ada juga beberapa penafsir yang berpendapat bahwa tempat pelaksanaan perjamuan terakhir ini adalah rumah Maria, ibu Yohanes Markus. dalamKisah Para Rasul 12:12 menyebutkan rumah Maria, ibu Yohanes Markus, sebagai tempat berkumpulnya murid-murid Yesus setelah kebangkitan-Nya. Beberapa penafsir percaya bahwa ini adalah rumah yang sama yang digunakan untuk Perjamuan Terakhir.
Ss, Mengapa keterangan tempat ini penting karena saya ingin mengajak kita untuk mengetahui mengapa tidak ada budak yang dipersiapkan untuk membasuh kaki para murid sehingga Yesuslah yang kemudian menggantikan peran budak. Padahal dalam budaya Yahudi dan dunia Romawi pada zaman Yesus, pembasuhan kaki adalah tugas seorang hamba atau budak. Kata Yunani yang sering digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan hamba atau budak adalah δοῦλος (doulos), yang berarti hamba atau budak yang tunduk sepenuhnya pada tuannya. Dalam budaya saat itu, budak yang membasuh kaki biasanya adalah budak non-Yahudi, budak perempuan, atau budak muda yang memiliki status paling rendah. Di banyak rumah orang kaya, budak atau hamba memang sudah dipersiapkan untuk tugas ini. Namun, dalam Yohanes 13:1-20, tidak disebutkan adanya budak yang membasuh kaki Yesus dan para murid dan Yesus sendiri kemudian mengambil peran itu. Mengapa tidak ada budak yang dipersiapkan? Karena:
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, bagi saya, siapapun yang menyediakan tempat untuk Yesus dan para murid melaksanakan perjamuan terakhir itu soal kedua (entah komunitas Eseni atau Maria), yang penting adalah ketidaktersediaan budak untuk membasuh kaki Yesus dan para murid menjadi permenunganbagi kita di minggu sengsara ini untuk tidak hanya fokus pada mempersiapkan tempat kegiatan untuk perayaan paskah dengan berbagai kegiatan dan lomba lalu lupa untuk “membasuh diri dan hati kita” untuk memaknai paskah tahun ini agar Yesus tidak lagi menjadi “budak” kita yang terus menerus membasuh dosa dan segala kejahatan kita.
Ss, Melalui peristiwa pembasuhan kaki, Yesus mengajarkan suatu kebenaran penting: bahwa jalan menuju kemuliaan adalah melalui kerendahan hati dan pelayanan. Inilah yang harus dilakukan oleh para murid, karena seharusnya ketika mereka mengetahui bahwa tidak ada budak untuk membasuh kaki Yesus dan kaki mereka sendiri, harusnya mereka berinisiatif untuk menggantikan peran budak itu. Tetapi mengapa diantara mereka tidak ada yang memiliki inisiatif untuk melakukan hal tersebut?
Pernyataan Yesus, “kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu (ayat 14-15). Tindakan dan pernyataan Yesus ini menjadi pukulan telak bagi para murid yang egois dan ambisius (ingin menjadi yang terbesar) yang terkesan “ja’im/sombong” dan masih “baku liat satu dengan yang lain” untuk melakukan pekerjaan seorang budak. Para murid terlalu menyibukkan diri dengan perkara dunia dan pertengkaran untuk mendapatkan jabatan dan status sosial sampai lupa untuk melayani sebagai seorang budak/hamba. Dalam percakapan waktu Perjamuan Malam, Yesus berkata kepada mereka: “raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi yang paling muda (cf, budak muda yang memiliki status paling rendah) dan pemimpin sebagai pelayan.”(Lukas 22:25-26).
Dalam budaya Yahudi, membasuh kaki adalah tugas seorang hamba, bukan seorang guru atau pemimpin. Tetapi Yesus, Tuhan dan Guru, mengambil peran itu. Dalam ayat 3-4, dikatakan bahwa Yesus “menanggalkan jubah-Nya” (tithēmi, τίθημι)—sebuah tindakan simbolis yang melambangkan pengosongan diri-Nya (Filipi 2:6-8). Melihat hal ini, Petrus kemudian berespon “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” Jawab Yesus kepadanya: “apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak.”
John Calvin (Commentary on the Gospel of John) melihat peristiwa ini sebagai simbol dari pembasuhan rohani, di mana Yesus tidak hanya membersihkan tubuh murid-murid-Nya, tetapi juga menunjukkan perlunya penyucian hati mereka dari dosa. Iajuga berkomentar bahwa “Kristus tidak hanya memberi teladan, tetapi juga menyatakan bagaimana Ia menyucikan gereja-Nya.”Pembasuhan kaki adalah gambaran pembersihan rohani yang dikerjakan oleh Yesus bagi murid-murid-Nya melalui kematian-Nya di kayu salib. Pernyataan Yesus kepada Petrus berkesesuaian dengan Matius 16:18: “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Dalam ayat ini, Yesus menyebut Simon dengan nama Petrus (Petros, Πέτρος) yang berarti “batu kecil” dan berkata bahwa di atas batu karang (petra, πέτρα) ini, gereja-Nya akan didirikan. Petrus awalnya menolak dibasuh, tetapi Yesus menegaskan, “Jika Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (ayat 8).
Pernyataan “Jika Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” memiliki tiga makna utama:
Oleh karena itu, pernyataan ini bukan sekadar tentang kebersihan fisik, tetapi tentang keselamatan dan hubungan rohani dengan Kristus. Jika seseorang menolak pembersihan dari Yesus, ia tidak akan memiliki bagian dalam hidup kekal bersama-Nya. Karena kenyataannya, Yesus berkata: “juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua.” Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia…” pernyataan ini mengindikasikan bahwa ada orang yang tidak mendapatkan bagian dalam hidup kekal yakni mereka yang “tidak bersih” dan tidak mau dibasuh oleh “darah” Yesus. Mazmur 51:4 “Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!“.
Setelah membasuh kaki murid-murid-Nya, Yesus bertanya, “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu?”(ayat 12). Yesus bukan hanya mengajarkan tentang pelayanan, tetapi memberi contoh nyata bahwa seorang pemimpin harus menjadi pelayan. Zwingli menekankan bahwa Yesus menunjukkan bagaimana gereja (termasuk para pemimpin) harus hidup—bukan dalam kesombongan, tetapi dalam pelayanan yang merendahkan diri. Yesus berkata, “Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu” (ayat 15). Kata Yunani hupodeigma(ὑπόδειγμα) berarti “contoh yang harus diikuti.” Yaitu, Dia yang adalah Guru dan Tuhan (pemimpin) bersedia/berinisiatif menjadi hamba. Bagaimana dengan kita?
Yohanes 13:1 mencatat, “Ia mengasihi mereka sampai kesudahannya.” Kata Yunani “telos” (τέλος) yang berarti “akhir” atau “kesempurnaan” menunjukkan bahwa kasih Yesus tidak hanya sementara, tetapi kasih yang sempurna hingga tuntas dalam penderitaan-Nya di salib. Dalam Alkitab terjemahan bahasa Kupang, dijelaskan bahwa kasih Yesus bukan hanya kepada para murid tetapi kepada seisi dunia ini “..ma Dia sayang mati sang Dia pung orang yang ada di ini dunya, sampe Dia sarakan Dia pung idop anteru-anteru kasi sang dong.”(bandingkan Yohanes 3:16).
Yesus membasuh kaki semua murid, termasuk Yudas (yang akanmenjual-Nya). Tindakan ini menunjukkan kasih yang tidak bersyarat, tanpa batas, dan penuh pengampunan. Yesus tidak hanya membasuh kaki murid-murid yang setia, tetapi juga kaki orang yang akan menyerahkan-Nya kepada musuh. Yesus tahu Yudas tidak bersih, bukan dalam arti fisik, tetapi secara rohani. Namun, Yesus tetap melayaninya dengan penuh kasih, bahkan hingga detik terakhir sebelum pengkhianatan terjadi.Kasih Yesus kepada Yudas menunjukkan kesabaran Tuhan yang luar biasa, yang tetap memberi kesempatan kepada orang yang hendak mengkhianati-Nya. Dalam budaya Yahudi, memberikan sepotong roti yang dicelupkan adalah tanda penghormatan dan kasih sayang. Lukas 6:27 “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu.” Tetapi Yudas menolak kasih itu dan memilih untuk pergi ke dalam kegelapan(ayat 30).
Yesus menunjukkan bahwa kasih-Nya tidak terbatas pada mereka yang setia kepada-Nya, tetapi juga kepada mereka yang akan menyakiti-Nya. Ini adalah kasih yang hanya bisa datang dari Allah, yang terus memberi kesempatan bagi manusia untuk bertobat. Yehezkiel 33:11:“Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan bahwa orang fasik itu bertobat dari kelakuannya dan hidup.”
Ss, Yesus berharap agar teladan kasih-Nya ini juga diteladani oleh para murid (kita) “..kamupun wajib saling membasuh kakimu…” artinya kita harus saling melayani dengan penuh kasih seorang akan yang lain. Martin Luther (Table Talks, 1535) Yesus memberikan teladan bagi setiap orang percaya untuk melayani satu sama lain. Ia menegaskan bahwa iman yang sejati harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Iman Kristen bukan hanya tentang pengakuan, tetapi melibatkan kasih yang nyata dalam perbuatan.
Ss, di Minggu sengsara yang keempat ini, kita dipanggil untuk merenungkan makna penderitaan Kristus yang penuh kasih.Pembasuhan kaki menunjukkan kerendahan hati, pelayanan, dan kasih yang sempurna. Marilah kita bertanya kepada diri sendiri: Apakah aku sudah meneladani Kristus dalam kerendahan hati dan pelayanan? Jika belum, mari kita belajar dari-Nya, sebab kebesaran sejati ditemukan dalam kerendahan hati.
Selamat berefleksi dan mempersiapkan diri dalam pelayanan.Roh Tuhan ada padamu dan menuntunmu pada kebanaran.Amin.