Tekan Risiko Stabilitas Keuangan, BI Andalkan Makroprudensial

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardjojo.

Portal NTT –

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardjojo mengatakan, otoritas moneter akan lebih mengandalkan kebijakan makroprudensial guna mengatasi dampak perlambatan ekonomi global dan domestik tahun lalu yang berlanjut pada kuartal I 2016.
“Dalam konteks kebijakan makroprudensial, nantinya diarahkan untuk memperkuat pendalaman, likuiditas lembaga keuangan, sehingga mampu memfasilitasi intermediasi bank yang prudent (hati-hati) dan membiayai sektor-sektor produktif,” ujarnya dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) di Bank Indonesia, Senin (30/5).
Sejumlah kebijakan makroprudensial yang dapat ditempuh, antara lain seperti pelonggaran rasio nilai kredit terhadap agunan (Loan to Value/LTV), penetapan batasan rasio pinjaman terhadap dana perbankan (Loan to Funding/LFR) dengan Giro Wajib Minimum (GWM), hingga penerapan ketentuan modal penyangga bank (Counter Cyclical Buffer/CCB) pada permodalan bank.
“Dalam pandangan kami, kebijakan tersebut cukup mampu meredam risiko stabilitas keuangan. Tetapi tentu akan kami kaji ulang secara berkelanjutan diiringi dengan pengawasan makroprudensial,” kata Agus.
Mantan Menteri Keuangan itu memproyeksi, sistem keuangan dalam negeri masih akan dibayangi oleh risiko perlambatan pertumbuhan kredit, likuiditas dan kenaikan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) khususnya di sektor korporasi.
Kuartal I 2016 lalu, ia bilang, sektor korporasi mencatatkan perlambatan kredit dan peningkatan NPL sebagai dampak perlambatan korporasi dan rendahnya daya beli masyarakat.
Hal ini berimbas pada peningkatan rasio modal perbankan terhadap pinjamannnya (Debt Equity Ratio/DER), dan merambat hingga beban korporasi dalam memenuhi kewajiban pajaknya.  (CNN)

Komentar Anda?

Related posts