Spiritualitas Guru Kristiani di Masa dan Sesudah Pandemi Covid-19

OPINI

 

Penulis: Drs. Fransiskus Sili, MPd, (Guru Agama Katolik SMK N 5 Manado)

 

Pandemi Covid sejak Maret sampai sekarang ini menggugah saya untuk berefleksi: Apakah yang sesungguhnya diajarkan seorang guru kepada muridnya? Apakah ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai-nilai atau kerohanian?

Mengajarkan ilmu pengetahuan, kebaikan,kebenaran, nilai-nilai dan kerohanian memang menjadi bagian penting dari kinerja seorang guru.

Namun menyetir pendapat dari Parker J. Palmer, saya mengakui bahwa yang sering dilupakan dan jarang disadari adalah bahwa kalau seorang guru mengajar, ia sedang mengajarkan dirinya sendiri. Ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai-nilai dan kerohanian adalah ekspresi luar dari apa yang dimilikinya. Karena itu guru akan merasa cepat kering dan bosan kalau ia mengajarkan apa yang tidak dimilikinya. Apalagi dalam konteks PJJ seperti sekarang ini dimana begitu banyak kesulitan yang menghambat pembelajaran kita.

Dalam konteks pandemi covid, sebagai guru kita perlu senantiasa memperbaharui semangat dan akar yang mendasari panggilan kita sebagai guru. Setiap guru tertantang untuk kembali mengenali dan menegaskan siapa identitas dirinya berhadapan dengan para muridnya.

Guru bekerja dengan motivasi mulia. Tujuan kita bukan semata-mata mendapatkan uang demi nafkah hidup, melainkan lebih karena dorongan kemanusiaan, religius,  dan nilai-nilai kehidupan. Dengan demikian profesi guru sarat makna. Keberadaannya dipahami sebagai panggilan. Mereka tidak hanya bekerja sebagai guru, tetapi juga hidup sebagai guru.

Lebih dari itu, menjadi guru kristiani bukanlah sebuah identitas yang bisa digeneralisasi begitu saja. Tantangan guru kristiani menjadi lebih berat karena aneka beban karena covid, karena meskipun memiliki tugas dan amanat mencerdaskan siswa, secara jiwa dan raga, seperti guru lain pada umumnya, sebagai guru kristiani memiliki tantangan yang lebih mendalam berhadapan dengan keyakinan akan tugas dan panggilannya.  

Guru kristiani tertantang bukan sekedar menjadi guru pada umumnya, melainkan menjadi guru yang mampu meneladani Sang Guru sendiri, Yesus Kristus, yang oleh para murid disebut Guru dan Tuhan. Spiritualitas Guru Kristen adalah sebuah api ilahi, semangat Roh Kudus yang hidup dan berkobar dalam hati dan tindakan seorang guru, pendidik, pengajar, sehingga ajaran dan tingkahlakunya pantas didengarkan dan ditiru.

Sebagai guru kita perlu  semakin memperdalam makna panggilan hidup mereka sebagai guru Kristiani. Dengan mendasarkan diri pada insipirasi Sabda Allah, disertai penerapan praktis bagi para guru, untuk mengembangkan dan mendewasakan panggilannya sebagai guru, guru Kristiani dipanggil untuk berkembang dan bertumbuh dalam iman dan keyakinan mendalam tentang makna panggilan hidupnya sebagai guru.

Dalam tradisi pendidikan Kristiani, sekurang-kurangnya ada Sabda Yesus yang sampai sekarang menjadi dasar dan inspirasi bagi setiap pendidik Katolik, sebab Yesus memberikan landasan visioner yang sangat mendasar bagi kinerja kita sebagai pendidik Kristiani. Sabda Yesus itu adalah “Barang siapa menyambut anak ini dalam namaKu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Dia yang menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku (Luk. 9:48). Kata-kata Yesus ini hendaknya mengingatkan makna tugas guru adalah pelayanan, bahwa pelayan itulah yang terbesar. Yesus menganjurkan kita untuk saling melayani.

Dalam konteks Spiritualitas Guru, pelayanan itu ditunjukkan dalam perhatian dan perawatan para guru terhadap para murid yang dipercayakan kepada mereka.

Orang tua itu mengirimkan anak-anaknya yang terbaik  kepada para guru di sekolah. Namun, mengapa guru sering berpikir bahwa murid yang diajarkan tidak becus, malas, selalu terlambat mengerjakan tugas atau lambat memahami? Mengapa banyak guru mengeluh ketika anak-anak itu bermasalah? Yang bermasalah sebenarnya bukan para murid, sebab orangtua mengirimkan anak-anak terbaiknya ke sekolah, sedangkan para guru sering memandangnya sebagai yang terjelek.

Hal ini tidak perlu terjadi kalau setiap guru kristiani memandang kehadiran anak-anak ini sebagai bagian dari tugas panggilannya untuk menyambut Yesus dengan cara memberikan pelayanan terbaik. Maka butuh keredahan hati dalam melayani dan mendampingi mereka, sebab para guru juga tidak sempurna. Guru tidak sempurna, orang tua tidak sempurna, dan murid pun tidan sempurna.

Justeru di sinilah kita memahami lebih dalam, makna panggilan kita sebagai guru Kristiani, juga di masa pandemi Covid. Sebab di sinilah Yesus menyapa dan menantang kita, Anda dan saya “Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti BapaMu di surga sempurna” (Mat. 5:48).

Dalam hal teknis didaktis, guru yang bermutu yang sesudah menempuh jalur pendidikan keguruan, diharapkan mampu berperan sebagai fasilitator pengajaran (sebagai nara sumber yang siap memberi konsultasi secara terarah bagi siswanya), mampu mengorganisasi pengajaran secara efektif serta efisien (mampu merancang serta melaksanakan langkah-langkah pengajaran dan atau memandu belajar siswa secara produktif), mampu membangun motivasi belajar siswanya, mampu berperan dalam layanan bimbingan, dan sebagai penilai hasil belajar siswa demi bimbingan belajar siswa yang bersangkutan lebih lanjut.

Semua usaha pembelajaran siswa yang dikerjakan oleh guru tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan belajar dan atau tujuan pendidikan yang diperuntukkan bagi siswa yang bersangkutan.

Jabatan guru yang bersifat profesional tersebut bersifat generik (menuntut peningkatan kecakapan keguruan secara berkesinambungan), integritas diri serta kecakapan keguruannya selalu perlu ditumbuhkan serta diperkembangkan (baik atas inisiatif sendiri maupun karena dorongan dan atau bantuan pihak lain yang ikut bertanggungjawab terhadap mutu guru), dan sekaligus selaras dengan kode etik kerja keguruannya. Hal ini menjadi penting karena meskipun sudah memenuhi kompetensi akademik tertentu sebelum diterima menjadi guru, kualitas keberadaannya sering tidak sama. Maka pengembangan lanjut dan pembinaan terus-menerus agar guru tetap menguasai dan semakin maju dalam kecakapan profesinya menjadi kebutuhan yang harus selalu diusahakan. Dan ini mesti berkembang seiring dengan perkembangan dan tuntutan kerja bagi guru. Dalam era pandemi covid ini misalnya, hal yang perlu dikembangkan antara lain menggunakan apapun yang ada untuk menggiatkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sehingga dalam situasi sulit seperti ini pun para siswa tetap mendapatkan layanan dan bimbingan belajar.

Dalam pemahaman tentang profesi guru, sudah jelas bagi kita bahwa guru memang termasuk jabatan profesional. Akan tetapi jabatan guru  bukanlah profesi pada umumnya, melainkan sebagai profesi khusus atauprofesi luhur. Jika dalam profesi pada umumnya, dengan keahliannya, orang melaksanakan suatu tugas profesinya dan karenanya berhak mendapatkan nafkah bagi hidup pribadi dan keluarganya, tidaklah demikian dengan jabatan yang satu ini.

Sebagai profesi memang, jabatan guru menuntut dan mengandaikan keahlian tertentu, akan tetapi karena ia tergolong profesi luhur maka kesadaran pemahaman tentang hal ini harus berlangsung terus-menerus. Ia memang mengandaikan keahlian tertentu, dan dengan keahlian itu diberdayakan demi pengabdian kepada masyarakat lewat anak didiknya. Nafkah bukanlah tujuan melainkan konsekuensi dari pelaksanaan tugas profesi ini. Hal ini erat kaitannya dengan hal mengenai motivasi. Guru umum menjalankan kinerjanya dengan motivasi umum saja. Tetapi motivasi kerja guru kristiani hendaknya dibangun di atas landasan spiritualitas guru yang mau mengikuti sang Guru. (***)

 

 

Komentar Anda?

Related posts