Penulis: Daniel Timu
Editor: Jefri Tapobali
PORTALNTT.COM, ROTE NDAO – Polemik berkepanjangan soal dugaan penutupan akses masuk lokasi wisata pantai Bo’a di Desa Bo’a, Kecamatan Rote Barat, yang dilakukan oleh pihak PT Boa Development diatas lahan atau aset tanah milik Pemda Rote Ndao kini menimbulkan banyak tanda tanya.
Pasalnya, berdasarkan penelusuran media ini, masyarakat Desa Bo’a menyurati Pemerintah Kabupaten Rote Ndao sejak awal Februari tahun 2025 lalu yang mana surat tersebut berisikan tuntutan Pengembalian Akses Jalan Umum Ke Kawasan Pantai Wisata Bo’a yang ditutup oleh pihak PT Bo’a Development dan Nihi Rote.
Dalam surat tersebut juga dijelaskan sejarah singkat awal mula masyarakat Desa Bo’a menghibahkan tanah mereka kepada Pemda Rote Ndao dengan luas sekitar 7 Hektar yang terletak di lokasi wisata Pantai Bo’a, dengan kesepakatan agar Pemda Rote Ndao bisa melakukan pembangunan fasilitas pendukung guna peningkatan potensi wisata di Desa Bo’a.
Namun kesepakatan itu tidak ditindak lanjuti. Pemda Rote Ndao malah menyerahkan pemanfaatan lahan Kepada PT. Bo’a Development berdasarkan Nota Kesepahaman Nomor : HK.50 Tahun 2011, dan Nomor: 03/BO’A/PK/XI/2011, Tentang Pembangunan dan Pengelolaan Resort Pantai Bo’a di Kecamatan Rote Barat, dan Nota Kesepahaman tersebut di tandatangani oleh Panji Adhikumoro Soeharto sebagai Direktur Utama PT Boa Development dan dari Pemda Rote Ndao ditandatangani oleh Mantan Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning, MM.
Dalam Nota Kesepahaman tersebut, Pemda Rote Ndao menyerahkan sertifikat hak milik atas tanah lokasi resort pantai Bo’a seluas 61.783 m² dan menjamin PT Boa Development atas penyerahan hak pengelolaan/ hak pakai lokasi tersebut. Tapi anehnya ternyata tanah tersebut yang tercatat dalam sertipikat tanah hanya seluas 55.125 m² saja. Hal ini menimbulkan pertanyaan, dimana sisa tanah yang lain yang luas awalnya sekitar 7 Hektar itu ?
Menanggapi hal tersebut, Kepala Seksi Survei dan Pengukuran Kantor Pertanahan Rote Ndao, Taufiqul F. Al Mutamimul Ula saat dikonfirmasi media ini pada 14 Februari 2025 lalu menjelaskan bahwa tanah yang menjadi lahan kerjasama Pemda Rote Ndao dan PT Boa Development tersebut sudah tercatat atau terdaftar di Kantor Pertanahan Rote Ndao sebagai aset milik Pemda Rote Ndao dengan luas sekitar 5 Hektar lebih.
“Ada satu sertipikat atas nama Pemda (Rote), ada sebagian juga sudah di (milik) PT Boa. Milik Pemda itu luas sekitar 5 Hektar yang di hibahkan dari masyarakat ke Pemda dan sudah ada sertipikat atas nama Pemda,” Jelas Taufiqul, Kasie Survei dan Pengukuran Kantor Pertanahan Rote Ndao.
Namun saat ditanyai media ini terkait batas-batas tanah milik Pemda Rote dan berapa luas tanah yang tercatat sebagai milik PT Boa Development, Taufiq mengaku dirinya tidak mengingat secara detail dan menurutnya untuk mengetahui batas-batas tanah, pihak Pertanahan harus turun cek langsung di lokasi tanah tersebut.
Terkait Kerjasama Pemda Rote Ndao dan PT Boa Development itu, dalam penelusuran media ini dari berbagai sumber terpercaya ditemukan suatu fakta lainnya yang menunjukkan bahwa ternyata Nota Kesepahaman Nomor : HK.50 Tahun 2011, dan Nomor: 03/BO’A/PK/XI/2011 Tentang Pembangunan dan Pengelolaan Resort Pantai Bo’a di Kecamatan Rote Barat, itu telah dilakukan satu kali adendum atau perubahan yang termuat dalam Adendum I (Pertama) Nomor : HK 16 Tahun 2014 Tentang Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Pengelolaan Resort Pantai Bo’a di Kecamatan Rote Barat.
Dalam dokumen Adendum I (Pertama) Nomor : HK 16 Tahun 2014 terdapat beberapa pasal dalam perjanjian yang dilakukan perubahan, yakni ;
1) Pada Pasal 3 Tentang Pelaksanaan Kerjasama antara Pemda Rote Ndao dan PT Boa Development yang sebelumnya di sepakati selama 40 Tahun, dalam Adendum tersebut di rubah menjadi hanya selama 30 Tahun saja dan dapat diperpanjang lagi selama 30 tahun berikutnya.
2) Pada Pasal 5 Tentang Kewajiban Pihak Pertama (Pemda Rote Ndao) yang sebelumnya disepakati harus menyerahkan sertifikat hak milik atas tanah seluas 61.783 M² kepada pihak kedua (PT Boa Development), dalam Adendum itu dilakukan perubahan terkait luas tanah yang dimaksud menjadi hanya seluas 55.125 M² saja.
3) Pada Pasal 6 Tentang Hak Pihak Pertama (Pemda Rote Ndao) yang sebelumnya disepakati bahwa Pemda Rote Ndao berhak mendapat biaya kontribusi dari pihak kedua (PT Boa Development) sebesar 20% dari keuntungan bersih pertahun, terhitung dari 15 Tahun setelah pengelolaan/pengoperasian usahanya sampai berakhirnya perjanjian.
Diubah dalam Adendum tersebut Pihak Pertama berhak mendapat biaya kontribusi sebesar 2% dari setiap tahunnya untuk 10 tahun pertama, kemudian 3% setiap tahun untuk 10 tahun kedua, dan 5% setiap tahun untuk 10 tahun ketiga. Juga Pemda Rote Ndao berhak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan dan pengembangan lokasi wisata resort Pantai Bo’a.
4) Pada pasal 9 Tentang Jangka Waktu, sebelumnya jangka waktu perjanjian kerjasama selama 40 Tahun terhitung sejak penandatanganan perjanjian (Tahun 2011), di ubah menjadi hanya selama 30 Tahun terhitung sejak dilakukan adendum tersebut, yakni sejak 9 September 2014. Dan Pihak Kedua (PT Boa Development) diberikan prioritas utama dalam perpanjangan kerjasama tersebut.
Sementara itu, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Rote Ndao, Daniel W Nalle saat dikonfirmasi media ini melalui Kabid Aset Daerah, Bastian E. Kedoh juga membenarkan bahwa ada kerjasama antara Pemda Rote Ndao bersama PT Boa Development selama 30 tahun.
“Ada kerjasama pemanfaatan antara Pemda Rote Ndao dengan PT Boa Development sejak tahun 2014, selama 30 tahun. Jadi aset tanah kita (Pemda Rote Ndao) di kelola oleh mereka (PT Boa Development dan ada kontribusi ke daerah. 10 tahun pertama sampai sekarang itu sudah hampir mendekati 1 miliar rupiah kontribusi mereka dan sekarang sudah masuk 11 tahun,” jelas Bastian Kedoh, Kabid Aset Daerah di BKAD Rote Ndao.
Lebih lanjut, Bastian Kedoh menjelaskan bahwa tanah tersebut merupakan aset daerah Rote Ndao yang didapatkan lewat proses pengadaan atau pembelian dari masyarakat di Desa Bo’a.
“Sesuai dengan pencatatan, itu (tanah) pengadaan dari sekitar tahun 2004 atau 2005. Terkait pengadaan (tanah) itu dengan Dinas Pariwisata,” lanjut Bastian Kedoh, menjelaskan.
Namun saat ditanyai media ini terkait bukti-bukti surat jual beli tanah yang dimaksud, Bastian Kedoh menjelaskan butuh waktu untuk dicari kembali berkas tersebut karna sudah sangat lama disimpan dan waktu itu dirinya belum menjabat sebagai Kabid Aset Daerah.