PORTALNTT.COM, KUPANG – Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Timor 1 di Oesina, Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur menuai kecaman dari para petani rumput laut.
Mereka mengeluhkan hasil panen yang menurun drastis, diakibatkan terkena debu dari pekerjaan jembatan titian (Jeti) PLTU Timor 1. Akibatnya para petani merugi ratusan juta rupiah.
Mateos laka (49) Seorang petani rumput laut mengatakan dengan adanya pekerjaan Jeti yang tidak jauh dari lokasi, yang mengakibatkan Budidaya Rumput laut rusak, Bibit pun juga ikut rusak sehingga mempengaruhi kualitas rumput laut.
“Debu tersebut terjatuh dan terbawa arus laut hingga ke tempat Budidaya Rumput laut milik para petani. Akibat Rumput laut rusak, bahkan bibit juga ikut rusak,” keluh Mateos kepada wartawan, Selasa (21/6/2020) Siang.
Menurut Mateos, sebelum adanya pembangunan Jeti hasil panen mereka sangat baik.
“Memang setiap kali membudidayakan rumput laut selalu ada penyakit, tetapi dengan adanya pembuatan jembatan titian ini, hasil rumput laut mengecil dan ketika dipanen justru dipenuhi oleh debu-debu yang dibawa dari lokasi pekerjaan Jeti ini,” ujar Mateos dengan nada kesal.
Ia mengakui biasanya sekali sebulan kita panen, tetapi semenjak ada pekerjaan jembatan ada banyak sekali rumput laut kami yang kena penyakit maka proses panennya lebih lama dan hasilnya kurang bagus.
“Biasanya butuh waktu 45 hari untuk sekali panen. Sekarang ini kami harus menunggu sampai 2 bulan bahkan sampai 3 bulan tapi hasilnya justru mengalami penyusutan dan dipenuhi debu yang melekat saat dikeringkan,” katanya.
Masalah ini, kata Mateos sudah disampaikan kepada aparat desa dan langsung ada respon baik dari PLTU.
“Sekitar Bulan Mei kemarin beberapa perwakilan dari PLTU sempat datang untuk mengambil sampel Rumput laut yang terkena penyakit itu, namun sampai saat ini kami tidak tahu hasilnya dan belum ada tidaklanjut dari pihak PLTU,” ungkapnya
Hal senada disampaikan Nikalus (60) petani rumput laut yang mengaku dengan rusaknya bibit rumput laut di pantai Oesina itu membuat mereka harus mencari bibit baru dan membeli agar bisa kembali membudidayakan.
“Selama masih ada pembangunan jalan dermaga ini dan debunya masih ada tentu saja usaha kami akan gagal dan rusak,” keluhnya.
Ia mengaku hampir seluruh warga di desa Oesina khusunya di dusun 1 yang berjumlah kurang lebih 94 KK berprofesi sebagai petani rumput laut dan dari hasil budidaya rumput laut ini salah satu tumpuan hidup mereka.
“Kami juga sangat berharap agar solusi yang sudah di jalani antara petani dan manejemen PLTU Timor 1 pada bulan Mei kemarin agar segara terselesaikan. Tetapi sampai saat ini belum ada titik terang terkait masalah ini, Pihak PLTU juga sampai saat ini belum ada respon balik kepada petan budidaya rumput laut,” tandasnya.
Para petani mengancam akan memblokir jalan raya menuju lokasi proyek jika janji pihak PLTU untuk mengangu rugi direalisasikan dalam waktu cepat.
“Kami para petani memberikan waktu sampai bulan depan kalau tidak ada respon dari PLTU kami akan menutup akses jalan menuju PLTU Timor 1 dan PLTMG mengunakan tali dan rumput laut yang rusak,” tegasnya.
Terpisah, manajemen proyek PLTU Timor 1, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk Dian Prahatinanto Pamungkas mengatakan
dalam pelaksanaan pembangunan, PT.PP selalu mengedepankan standard operation
procedures (SOP) yang baik sesuai standard perusahaan dan aturan-aturan yang berlaku serta selalu bekerja dibawah pengawasan dan persetujuan team pengawas dan PT. PLN selaku pemilik proyek.
“Lokasi pembangunan pembangkit listrik PLTU Timor 1 ini, berlokasi di dusun Panaf – Kupang
Timor yang berjarak kurang lebih 650m terhadap pemukiman warga terdekat dan kurang lebih hampir 1.5km terhadap lokasi pertanian rumput laut warga sekitar di Pantai Oesina. Dengan pertimbangan jarak lokasi yang cukup jauh antara temporary jetty dan lokasi budidaya rumput laut masyarakat sekitar, diharapkan semestinya akan sangat minim sekali dampak negatif aktivitas proyek tersebut terhadap pertumbuhan rumput laut petani sekitar,” ungkap Dian.
Dian mengakui perusahaan dengan itikad yang baik, dan dengan melibatkan pihak BKKPN (Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional) serta aparat setempat, membangun komunikasi yang baik dengan warga sekitar.
“Pernah dilakukan pengecekan bersama, pertemuan dan mediasi dengan warga petani setempat terkait dengan isu rumput laut tersebut pada 16 Mei 2020,” ungkap Dian.
“Kami akan melakukan CSR kepada masyarakat petani setempat sebagai media komunikasi dan edukasi serta memberikan informasi yang lebih komprehensif terkait isu-isu yang saat ini beredar dan upaya-upaya penyelesaian yang dapat dilakukan bersama kedepannya,” sambungnya.
Penulis dan Editor : Jefri Tapobali