PORTALNTT.COM, KUPANG – Selasa, 27 September 2022 publik NTT dikejutkan dengan satu peristiwa keji seorang masyarakat Kabupaten Belu Natarius Gerson Lau (NGL) yang akrab disapa Eton meninggal dunia akibat ditembak oleh Buser dan anggota Sat Intelkam Polres Belu di Dusun Motanaruk, Desa Tasain, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu Provinsi NTT.
Kronologi kejadian versi Polres Belu
Pada hari Selasa 27 September 2022, sekitar pukul 08.00 wita, Kanit Intelkam Polsek Raimanuk memberikan informasi terkait keberadaan 1 DPO kasus pengeroyokan an. Eton yang bersembunyi di Dusun Motamoru, Desa Tasain, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu. Berdasarkan informasi tersebut Anggota Buser beserta Anggota Sat Intelkam langsung menuju ke lokasi keberadaan DPO kasus pengeroyokan tersebut.
Pada saat anggota tiba di lokasi dan hendak melakukan penangkapan, pelaku yang saat itu sedang berada di dalam rumah mengetahui keberadaan petugas sehingga DPO an. Eton langsung melarikan diri. Sehingga, seorang anggota Buser berinisial RS langsung mengejar dan melepaskan tembakan peringatan sebanyak 3 kali. Namun, tembakan peringatan itu tidak menghentikan Eton untuk melarikan diri, karena tembakan peringatan tersebut tidak diindahkan oleh Eton, kemudian anggota Buser berinisial RS langsung menembak ke arah kaki Eton untuk dilumpuhkan, pada saat peluru diluncurkan, DPO Eton dalam keadaan menunduk sehingga tembakan tersebut mengenai punggung belakang sebelah kanan DPO yang menyebabkan korban meninggal dunia.
Kronologi kejadian versi Saksi Mata yang berinisial (YT)
Aksi polisi tembak warga Belu pada Selasa 27 September 2022 di Dusun Motanaruk, Desa Tasain, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu Provinsi NTT. Ternyata disaksikan sejumlah warga termasuk seorang kakek berusia 70 tahun berinisial YT. Kakek ini merupakan saksi mata penembakan oleh oknum polisi dari Polres Belu terhadap NGL alias Eton (18) tahun yang merupakan warga Lalosuk, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu.
Sang kakek mengungkapkan sejumlah peristiwa terkait aksi penembakan tersebut yang berawal dari penggrebekkan sejumlah oknum polisi berpakaian preman.
Dilansir okenusra.com, kakek ini menjadi saksi mata aksi polisi tembak warga di Belu. Penembakan bukan saja sekali terjadi tetapi lebih, bahkan berkali-kali. Menurutnya, kejadian sekitar pukul 08.00 Wita, di mana kedatangan anggota kepolisian dari Polres Belu tidak diketahui korban dan saksi mata lainnya.
Waktu polisi datang, kami juga tidak tahu karena mereka pakai pakaian biasa bukan dinas, ungkap YT saat diwawancarai wartawan Selasa, 27 September 2022 saat menanti jenazah divisum oleh petugas medis RSUD Atambua.
Ketika mereka (polisi) tiba, mereka langsung bilang jangan lari, makanya kami bingung dan saya sempat bilang ke korban ini, jangan keluar nanti baru saya yang keluar supaya ator.
Dia (korban) keluar begini langsung dong tembak, sambung saksi mata. Dikatakan saksi mata YT, korban NGL tidak langsung melarikan diri ketika polisi tiba di TKP, melainkan sementara membantu saksi mata mengerjakan renovasi lantai rumah.
“Kami sementara makan minum dan dia (korban) sementara putar kasi kami kopi, karena sementara semen minyak lantai rumah,” ujar YT dan saksi mata lainnya menuturkan.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang “Marianus Humau” yang akrab disapa Mone angkat bicara, menurutnya, dalam proses penggrebekkan dan penangkapan seorang DPO terduga pelaku pengeroyokan, tidak bisa dibenarkan ketika seorang anggota kepolisian melepaskan tembakan sampai mengakibatkan kehilangan nyawa seseorang yang hendak ditangkap.
Hal ini merujuk pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 13 yang dengan tegas menyatakan “Senjata adalah segala jenis peralatan standar kepolisian yang dapat digunakan oleh petugas Polri untuk melaksanakan tugasnya guna melakukan upaya paksa melalui tindakan melumpuhkan, menghentikan, menghambat tindakan seseorang atau sekelompok orang”,” tegas Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang.
Lanjutnya, “Rujukan lain, terdapat pada BAB II Instrumen Perlindungan HAM Pasal 9 Ayat 1. Dalam menerapkan tugas pelayanan dan perlindungan terhadap warga masyarakat setiap anggota Polri wajib memperhatikan a. Asas legalitas, b. Asas nesesitas dan c. Asas proporsionalitas”.
“Karena itulah saya ingin menyatakan bahwa terduga oknum polisi pelaku penembakan ini mungkin terinspirasi dari kasus Ferdi Sambo (FS), kalau FS menembak sesama anggota polisi, sementara oknum anggota polisi di Belu menembak masyarakat sipil. Kasus ini tentu menambah catatan preseden buruk institusi Polri, jikalau ini dibiarkan maka citra institusi Polri akan semakin busuk dan kehilangan kepercayaan masyarakat,” tutup Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang.
Presidium Gerakan Kemasyarakatan (GERMAS) “Weli Waldus” menyimpulkan bahwa “ada yang tidak benar dalam proses penggrebekkan dan penangkapan itu, terlepas kronologis mana yang benar, tetapi hal penting yang masyarakat NTT perlu ketahui adalah tembakan yang ditujukan kepada korban, secara Standart Operasional Prosedur (SOP) Kepolisian, harusnya tembakan itu bertujuan untuk melumpuhkan target (korban), siapapun anggota Kepolisian yang mengeluarkan tembakan, harus dapat dipastikan bahwa tembakan itu hanya untuk melumpuhkan target (korban), karena itu sasaran tembakan tidak boleh mengenai daerah vital pada target tembakan.
“Dalam kasus ini, akibat dari tembakan yang dikeluarkan oleh salah seorang oknum anggota Kepolisian Resort Belu telah menewaskan target (korban), karena itu PMKRI Cabang Kupang menyatakan dengan tegas bahwa itu salah, salah karena tidak sesuai dengan SOP penangkapan yang katanya target (korban) adalah seorang DPO,” pinta Weli.
Berdasarkan point-poin itu, PMKRI Cabang Kupang menyatakan sikap, sbb :
1. Dengan tegas kami nyatakan, Kapolres Belu harus mengungkap kasus ini secara jujur, profesional, transparan (tidak boleh ada yang ditutup-tutupi) dan menindak tegas pelaku penembakan ini sesuai dengan undang undang yang berlaku.
2. Dengan tegas kami nyatakan, jikalau Kapolres Belu tidak mampu menagani kasus ini, maka dengan hormat kami meminta Kapolda NTT harus mengambil alih kasus ini dengan membentuk tim khusus.
3. Dengan tegas kami nyatakan, jikalau kasus ini tidak dapat diselesaikan secara cepat, jujur, profesional & transparan, maka dengan hormat kami meminta Kapolri untuk mencopot Kapolres Belu dan Kapolda NTT.
“Institusi Polri tercinta harus ingat dan patuh akan amanat Undang – Undang Republik Indonesia No. 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia BAB II Tugas dan Wewenang pada Pasal 13 menjelaskan Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, b. Menegakkan hukum dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Ini sangat penting untuk diamalkan, guna untuk mengembalikan citra baik institusi kepolisian yang makin ke sini semakin buruk dan kehilangan kepercayaan masyarakat,” tutup Germas PMKRI Cabang Kupang.