PORTALNTT.COM, LEMBATA – Petani di Kabupaten Lembata, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), kesulitan dalam meningkatkan pemasaran hasil komoditi setelah panen. Kesulitan pemasaran hasil komoditi utama seperti jagung menjadi kendala utama oleh para petani. Padahal minat petani terhadap jagung hibrida dan jagung lokal seperti jagung pulut dan jagung kuning sangat tinggi.
Menjawabi persoalan tersebut, Pelaksana tugas harian (plt) Kadis Pertanian dan Kehutanan kabupaten Lembata, Kanisius Tuaq,SP, mengatakan, untuk menigkatkan pemasaran hasil komoditi pihaknya sudah mengajukan ke dewan untuk pengalokasian anggaran dalam menampung hasil panen para petani.
“Minat para petani terhadap jagung hibrida bantuan dari pemerintah dan jagung lokal sangat tinggi. Tetapi mereka kesulitan setelah panen. Saya sudah mengajukan ke dewan untuk alokasikan anggaran tampung hasil pertanian setelah panen. Biar pemerintah yang membeli hasil tersebut. Langkah ini diambil agar merangsang para petani tidak saja kita melihat dari aspek budidaya tetapi juga dengan menjamin pemasaran hingga petani bisa membuka luas lahan dan meningkatkan populasi pemasaran,” kata Kanisius Tuaq,SP, kepada portalNTT, di ruang kerjanya, Rabu (14/12/2016).
Kanisius Tuaq menambahkan, oparsi khusus pertanian untuk kabupaten Lembata dari pemerintah berupa jagung dan kedelai sudah ada. Untuk produktifitas jagung hibrida dan jagung lokal mencapai 2 ton, dari hasil panen lahan seluas 5000 hektar. Untuk itu pihaknya tetap memacu semangat petani dalam memasarkan hasil pertanian dengan membeli hasil pertanian dengan harga tinggi menjual dengan harga rendah kepada pihak ketiga.
“Untuk komoditi pangan, pengusaha kurang berminat beda dengan komoditi perkebunan seperti mente dan kopra.Untuk tetap meningkatkan hasil pemasaran dari petani, kita tampung hasil tersebut lalu bekerja sama dengan pihak ketiga. Jika pihak ketika merasa tidak menguntungkan terpaksa kita mengambil alih walaupun kita beli dengan harga tinggi jual dengan harga rendah tidak apa yang penting kita bisa menegmbangkan hasil pemasaran dari petani kita,” ujar Kanisius Tuaq.
Lanjut Kanisius, Kesulitan pemasaran juga adalah analisa ekonomi usaha tani oleh petani sendiri saat panen.
“Contohnya Sawah di waikomo. Pada saat panen petani kita mendapat 10 karung, menurut mereka sudah untung ternyata mereka belum punya analisa ekonomi usaha tani. Oleh karena itu kita merubah pola mereka dengan bagaimana merotasikan komoditi dari padi holticulture dulu baru jagung atau sebaliknya. Dengan satu musim tanam index panennya tiga kali dengan padi dua kali,” jelasnya. (Ola)