Drs. Fransiskus Sili, M.Pd
Pengawas Ahli Madya Kementrian Agama Kota Manado
Pendahuluan
Judul di atas adalah rangkaian tema APP Tahun 2025 di Keuskupan Manado yang dirangkaikan dengan TahunYubileum (Yobel) 2025. Maka tulisan ini merefleksikan 2bagian ini sebagai bahan bacaan untuk mengisi Masa Prapaskah dan Tahun Yubileum 2025.
Apa itu APP?
Aksi Puasa Pembangunan merupakan gerakan iman Gerejadalam semangat tobat bersama, yang melibatkan semua umatKatolik selama Masa Prapaskah untuk mewujudkan secaranyata doa, derma, puasa dan pantang dalam berbagai bentukkegiatan untuk membangun kesadaran umat yang membawadampak pada perubahan cara hidup kaum beriman baik secarapribadi maupun secara komunitas selaras kehendak Allah demi kesejahteraan banyak orang.
Kegiatan yang di dalam konteks Tahun Liturgi Gerejadilaksanakan pada lingkaran Masa Prapaskah ini dimaksudkanantara lain membangun semangat dan Gerak tobat pribadi dan komunitas, membangun kepekaan dan solidaritas sosial umat, dan mendorong semangat hidup saling memberdayakan. Tumbuh wawasan kemanusiaan dalam hidup mengereja dalam masyarakat majemuk. Kegiatan refleksi dan buah aksitahunan untuk tahun ini menjadi istimewa karena bertepatandengan Perayaan Tahun Yubileum Tahun 2025.
Makna Logo Tahun Yubileum 2025
Logo tersebut memperlihatkan empat figur bergaya, yang mewakili seluruh umat manusia, yang datang dari empat penjuru bumi. Mereka saling berpelukan untuk menunjukkan solidaritas dan persaudaraan yang seharusnya menyatukan semua orang. Sosok di bagian depan sedang memegang salib.
Salib bukan hanya lambang keimanan yang dianut oleh figur utama ini, tetapi juga lambang harapan, yang tidak boleh ditinggalkan, karena kita selalu membutuhkan harapan, terutama di saat-saat yang paling membutuhkan.
Ada ombak besar di bawah figur-figur tersebut, yang melambangkan kenyataan bahwa ziarah kehidupan tidak selalu berjalan mulus di perairan yang tenang. Sering kali keadaan kehidupan sehari-hari dan peristiwa di dunia yang lebih luas menuntut panggilan yang lebih besar untuk berharap.
Itulah sebabnya kita harus memberi perhatian khusus pada bagian bawah salib yang telah memanjang dan berubah menjadi bentuk jangkar yang diturunkan ke ombak. Jangkar dikenal sebagai lambang harapan. Dalam jargon maritim, ‘jangkar harapan’ mengacu pada jangkar cadangan yang digunakan oleh kapal-kapal yang terlibat dalam manuver darurat untuk menstabilkan kapal selama badai.
Perlu dicatat bahwa gambar tersebut menggambarkan perjalanan peziarah bukan sebagai perjalanan individu, melainkan sebagai sesuatu yang bersifat komunal, ditandai dengan dinamika yang semakin meningkat yang menuntun seseorang semakin dekat ke salib.
Salib dalam logo tersebut sama sekali tidak statis, tetapijuga dinamis. Salib tersebut membungkuk ke arah manusia, tidak meninggalkan manusia sendirian, tetapi mengulurkantangan kepada mereka untuk menawarkan kepastiankehadirannya dan keamanan harapan. Di bagian bawah logo terdapat motto Tahun Yubelium 2025: Peregrinantes in Spem(Peziarah dalam harapan), yang diwakili dengan huruf hijau.
Moment Awal: Bulla Spes Non Confundit
Sri Paus Fransiskus, pada tanggal 24 Desember 2024 telah mengumumkan tahun Jubileum. Sri Paus Fransiskus mengangkat tema “ Pellegrinantes in Spem” (PeziarahPengarapan). Melalui Bulla (Dekrit Resmi) seorang Paus, Spes non Confundit. (Hope does not confounded/ disappoint), Harapan tidak mengecewakan.
Paus Fransiskus berharap:“Semoga Tahun Yubileum inimenjadi kesempatan bagi semua umat Allah untuk berjumpadengan Kristus, yang adalah “Pintu” keselamatan kita (Yoh 10:7-9) dan “Sumber Pengharapan” (1 Tim 1:1) Tahun“Yobel” dalam tradisi Yahudi adalah Tahun kelimapuluh dan pelaksanaannya berdekatan dengan perayaan TahunPerdamaian. Tahun Yobel identik dengan pembebasan para budak, dan pembebasan hutang (Bdk. Imamat, 25).
Pada Tahun 1470 Paus Paulus II mengubahnya menjadi perayaan setiap 25 tahun meskipun Paus dapat mengadakan Tahun Yubileum Luar Biasa, seperti pada Tahun Kerahiman 2016. Dalam tradisi Katolik, Tahun Yubileum merupakan waktu untuk pembaruan spiritual, penebusan dosa, dan perbuatan amal kasih.
Konteks Biblis
Kata “Yobel” berasal dari bahasa Ibrani, יובל (Yobel), yang berarti “terompet” atau “tanduk”. Secara khusus, dalam konteks sejarah dan tradisi agama Yahudi, Yobel merujuk pada tahun yang ke-50, yang disebut Tahun Yobel atau Tahun Jubileum. Dalam Alkitab, tahun Yobel adalah tahun yang penting, di mana sejumlah peristiwa besar terjadi, termasuk pengembalian tanah kepada pemilik aslinya dan pembebasan budak. (penghapusan utang)
Tahun Yobel diatur dalam Kitab Imamat (Imamat 25:8–55), dan di dalam tradisi Yahudi, setiap 50 tahun sekali, orang-orang yang terbelit hutang atau menjadi budak akibat utang akan dibebaskan, serta tanah yang telah dijual atau diserahkan akan dikembalikan ke keluarga asalnya.
Secara simbolik, Yobel adalah tahun pembebasan dan pemulihan, serta pengingat pentingnya kesetaraan dan keadilan sosial. Ini juga menjadi momen perayaan dan pemulihan hubungan dengan Tuhan dan sesama.
Jadi, dalam konteks “tahun Yubileum” atau “Yobel,” kita bisa melihatnya sebagai waktu untuk refleksi dan pemulihan, baik secara spiritual, sosial, maupun ekonomi.
Kalimat lengkapnya: Pellegrinantes in terra, sed non sine spe” (Peziarah di Bumi, tetapi tidak tanpa harapan”.). Tema inimengingatkan kita bahwa, kita semua adalah peziarah di bumiini, dalam perjalanan menuju tujuan akhir, yaitu surga. Namunkita tidak sendirian dan tidak tanpa harapan, karena kitamemiliki iman dan kasih sayang Allah yang menyertai kitadalam perjalanan.
Pezirah Pengharapan
Kalimat lengkapnya: Pellegrinantes in terra, sed non sine spe” (Peziarah di Bumi, tetapi tidak tanpa harapan”). Melaluitema ini kita diingatkan bahwa, kita semua adalah peziarah di bumi ini, dalam perjalanan menuju tujuan akhir, yaitu surga. Namun kita tidak sendirian dan tidak tanpa harapan, karenakita memiliki iman dan kasih sayang Allah yang menyertaikita dalam perjalanan.
Kita mungkin bertanya, mengapa Paus gunakan kata ‘Peziarah”. Alasan mendasar bahwa di bumi, kita hanya ‘ berjalan lewat’ transit, sementara, menuju ke rumahsesungguhnya, Surga”. Selain itu ziarah menjadi unsur dalamsetiap tahun Jubileum, sebuah perjalanan secara tradisionaldikaitkan dengan pencarian manusia akan makna hidup. ziarahdengan berjalan kaki sangat mendukung penemuan kembalinilai keheningan, dan kesederhanaan hidup. (SNC).
Peziarah Pengharapan: Rahmat Indugensi
Indulgensi adalah penghapusan hukuman-hukumansementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya sudahdiampuni melalui sakramen rekonsiliasi (bdk. KGK. 1471, KHK. 993). Indulgensi merupakan sarana untuk menemukankembali sifat tak terbatas dari kerahiman Allah sebagaiungkapan kepenuhan pengampunan Allah, yang tidak mengenal batas. (bdk. SNC. 23), sederhananya: Indulgensiadalah Doa-doa dan perbuatan yang dilakukan kita sebagaigereja kepada Allah agar hukum dosa dibebaskan. Denganindulgensi, kita memperoleh pengampunan dan hukuman atasdosa. Pengampunan via pengakuan, hukuman via indulgensi. (dosa2 yang diberikan oleh Paus). Panitensiae Apostolica, menegaskan kembali tentang Indulgensi dengan tiga syaratconvensionis: Ziarah: (tempat yang ditetapkan: Ekaristi, Pengakuan dosa, Doa Intensi.
Baik Indugensi Sebagian maupun indulgensi penuh, dalam konteks iman, indulgensi pertama-tama adalah kasihkarunia dan Rahmat Allah semata-mata. Indulgensia itusebuah karunia yang diberikan oleh Tuhan melalui Gereja dan bahwa indulgensi dapat membantu seseorang untuk mencapaikeselamatan dan kebahagiaan kekal.
Bagaimana caranya kita memperoleh indulgensi itu?Melakukan ziarah: secara pribadi, bersama, komunitas, lingkungan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh Uskup.
Menerima sakramen tobat selama Tahun Jubileum 2025
Gereja menyediakan berbagai sarana rahmat antara lain tekun dan setia mengikuti misa kudus pada hari minggu dan Hari Raya, yang disamakan dengan Hari Minggu, mendoakan intensi Bapa Paus, dipenuhi dengan doa Bapa Kami, Salam Maria dan doa lain yang sesuai dengan kesalehan dan devosi atau ungkapan kasihnya.
Di samping itu, dapat juga dengan melakukan perbuatan amal dan belas kasih dengan mengunjungi saudara-saudari yang membutuhkan atau yang sedang ada dalam kesulitan, (org sakit, tahanan, lansia yang kesepian, difable), dll). Ada juga semacam dispensasi/kemudahan bagi umat dalam kondisi tertentu. Khusus untuk umat yang tidak dapat melakukan perjalanan ziarah, misalnya karena sakit, lanjut usia, para biarawan/i, yang tertutup/kontemplatif dapat memperoleh rahmat indulgensia penuh dengan berdoa Bapa Kami, Pengakuan iman (Credo) dan doa Rosario dari tempatnya masing-masing. (SNC. 23)
Makna Maskot Yubileum
LUCE (Cahaya). = mewakili seorang peziarah Katolik. Ia memiliki rambut biru dan mengenakan jaket hujan kuning, yang menacuh pada bendera Vatikan. Luce, dkk, adalah simbol “perjalanan melalui badai kehidupan. Ia membawa tongkat yang bermakna “ Ziarah menuju keabadian’. Ia memakai sepatu bot berlumuran lumpur untuk melambangkan ‘perjalanan yang panjang dan sulit’. Matanya yang bersinardigambarkan sebagai ‘simbol harapan hati’. Ia juga memakairosario. 4 warna jas hujan dari Luce, Fe, Xin dan Sky melambangkan semua manusia dari 4 penjuru dunia.
Makna Logo Yubileum adalah, pertama, persatuan dan Kemenangan
Empat sosok yang memegang salib mewakili umatmanusia dari empat penjuru dunia yang berpelukanmelambangkan ksetiakawanan dan persaudaraan. Ia juga bermakna harapan. Jangkar yang terbentuk dari bagian bawahsalib yang memanjang menjadi simbol harapan di tengahtantangan hidup. jangkar merupakan metafora harapan, sepertijangkar cadangan yang digunakan kapal-kapal dalam keadaandarurat. Akhirnya, perjalanan peziarah yang komunal. Perjalanan peziarah tidak bersifat perorangan, melainkankomunal, dengan tanda-tanda dinamis yang semakinberkembang menuju salib. Salibnya adalah salib yangdinamis. Salib yang membungkuk ke arah umat manusiamenyiratkan bahwa umat manusia tidak ditinggalkansendirian.
Dalam konteks Tahun Yubileum, kita sering mendengartentang Porta Sancta, Pintu suci. Gereja dengan Pintu suci(Porta Sancta) tempat peziarah berjalan masuk untuk berdoaTahun Yubileum, intensi doa Bapa Suci dan intensi doapribadi. Peziarah dapat memberi persembahan kasih untukGereja yang dikunjungi. Panitia Yubileum ( fakultatif) dalamkonteks Keuskupan,misalnya, dapat menerima para peziarah,dengan menyiapkan bagi mereka teks doa, dll.) termasuk suasana yang damai bagi peziarah. menyusun jadwalziarah, waktu, misa dan layanan lainnya yang diperlukan.
Ziarah ke Pintu Suci ini dapat dilaksanakan sesuaikondisi dan kebutuhan umat
Di Roma: setidaknya orang dapat ziarah ke salah satudari empat Basilika Kepausan: Basilika Santo Petrus di Vatikan, Basilika SantoYohanes Lateran,Basilika Santa Maria Maggiore, dan Basilika Santo Paulus; Di Tanah Suci: setidaknya ke salah satu dari tiga basilika: Basilika Makam Suci Yesus di Yerusalem, Basilika Kelahiran Yesus di Betlehem, dan Basilika Kabar Sukacita di Nazaret. Di Keuskupan Manado,misalnya disiapkan di Gereja KatedralManado, Kapel Wisma Lorenzo Lotta, Gereja Hati Kudus Yesus Tomohon.
Relevansi Tema Konteks Global
Tema “Peziarah Pengarahan” untuk Yubileum 2025 berfokus pada perjalanan rohani umat Katolik sebagaipeziarah dalam kehidupan ini, yang selalu mencari arah yang benar melalui kasih Allah dan petunjuk Gereja. Sebagaipeziarah, umat Katolik diundang untuk merenungkanpanggilan mereka untuk bertumbuh dalam iman, mengikutiKristus, dan menemukan tujuan hidup yang sejati melaluiperjalanan spiritual mereka.
Kehidupan Gereja Global: Pada saat Yubileum 2025, Gereja Katolik berada dalam konteks yang sangat global dan beragam. Gereja menghadapi tantangan dunia modern, sepertisekularisasi, konflik sosial, dan kemiskinan, serta kebutuhanuntuk lebih memperhatikan isu-isu ekologis dan keadilansosial, yang juga menjadi fokus penting bagi Paus Fransiskus dalam ajaran-ajarannya. Gereja juga berupaya membangundialog lintas agama dan budaya di tengah dunia yang semakinpluralis.
Perjalanan Spiritual dan Ziarah: Yubileum 2025 akanmenjadi kesempatan bagi umat Katolik di seluruh dunia untukmengingatkan diri mereka tentang identitas mereka sebagaipeziarah di dunia ini, yang dalam hidup sehari-hari berusahamencari arah yang benar melalui Kristus. Peziarahan bukanhanya tentang perjalanan fisik ke tempat-tempat suci, tetapijuga perjalanan batiniah menuju Tuhan.
Dimaksudkan juga sebagai sarana pemulihan hubunganGereja dan Masyarakat karena tema ini juga mengarah pada pemulihan hubungan antara Gereja dan masyarakat modern. Gereja, yang seringkali dianggap terpisah dari kehidupansehari-hari, diundang untuk kembali dekat dengan umat dan dunia, memberi pengajaran yang relevan tentang maknahidup, kesulitan, dan harapan bagi umat manusia. TahunYubileum ini dapat menjadi saat untuk mengarahkan umatagar lebih aktif dalam merespons kebutuhan dunia melaluipelayanan, pendidikan, dan keterlibatan sosial.
Untuk kita sebagai umat, dimaksudkan sebagai saranapemulihan dalam iman: Yubileum ini menjadi kesempatanbesar bagi umat untuk memperbarui iman mereka, mengingatkan mereka akan pentingnya pengampunan dan rekonsiliasi. Setiap peziarah, melalui berbagai ziarah dan sakramen, diundang untuk mengalami peneguhan dan pembaruan dalam hubungan mereka dengan Tuhan dan sesama. Dan akhirnya, perhatian kita diarahkan pada Kerahiman Allah. Tema “peziarah pengarahan” juga mengingatkan umat akan pentingnya mencari arah melaluikerahiman Tuhan yang tak terhingga. Paus Fransiskus menekankan pentingnya hidup dalam pengampunan dan memperbarui komitmen untuk saling mengasihi, terutama di dunia yang penuh tantangan dan ketegangan ini.
Singkatnya, tema Yubileum Tahun 2025 “PeziarahPengarahan” menggugah kita (umat Katolik) di seluruh dunia untuk merenungkan kembali perjalanan hidup kita, memberikan perhatian lebih pada panggilan pribadi untukhidup dalam Kristus, dan mendalami kasih dan kerahimanAllah dalam kehidupan sehari-hari, sambil menanggapipanggilan untuk menjadi terang di dunia yang membutuhkanharapan.
Pertobatan Ekologis dan Ziarah Pengharapan di Tahun Yobel 2025
Konteks kita adalah Kerangka Dasar APP KWI 2023-2025: Keterlibatan Gereja dalam Mewujudkan Gerakan Sosio Ekonomi Berkeadilan Ekologis. Tema APP KWI 2025 berfokus pada Membangun Pertobatan Ekologis yang dilatari oleh Ensiklik Laudato Si dan Seruan Apostolik Laudate Deum. Keuskuskupan Manado merayakan Tahun Yubileum 2025 sesuai seruan Paus Fransiskus dengan Tema: Pertobatan Ekologis, Ziarah Pengharapan di Tahun Yubileum 2025 Peziarah Harapan, dilatari oleh Bulla Paus Fransiskus berjudul, Spes Non Confundit.
Tema Pertobatan Ekologis di atas dikaitkan dengan konteks tema 3 tahunan yang menunjukkan ajakan untuk mewujudkan gerakan sosio-ekonomi berkeadilan ekologis. Tahun 2023: keadilan ekologis bagi seluruh ciptaan, semakin mengasihi dan semakin peduli. Tahun 2024: Mengembangkan ekonomi berkeadilan ekologis, dalam 2 tahun ini kita diajak untuk menyadari bahwa kehidupan ekonomi diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan sejahtera tapi tanpa melupakan alam dan lingkungan. Dengan demikian, Pertobatan Ekologis (2025) adalah puncak dan kesimpulan permenungan dan dinyatakan dalam pertobatan.
Sejak 2 tahun terakhir kita sudah berefleksi, berbicara, merenungkan dan beraksi sesuai harapan tema.. Kita sadar bahwa bumi kita sebagai rumah bersama, tempat tinggal dan hidup dan karena itu hendaknya menjadi tanggungjawab bersama.
Kita mengalami bumi kita yang terus menjerit karena berbagai perusakan dan kerusakan. Kita mengalami berbagai dampak akibat kerusakan ituKita telah berusaha untuk menyayangi bumi agar kembali subur, tidak rusak dan kering. Ini mengandaikan kita hadir sebagai manusia yang berhati peduli.
Dalam Refleksi dan aksi selama 2 tahun ini kita diterangi oleh Ensiklik Laudato Si dan Seruan Apostolik Laudate Deum. Kalau kita jujur, tanggapan positif, perenungan dan aksi nyata kita belum maksimal, belum jadi gerakan bersama dan tidak dengan sepenuh hati. Buktinya, bumi dan alam lingkungan kita tetap kotor, rusak, tak subur bahkan tidak produktif lagi. Maka pertobatan ekologis menjadi seruan aktual bagi kita sebagaipeziarah pengharapan.
Kita diajak untuk mengubah cara berpikir, cara merasa dan bertindak bertingkahlaku sambil tetap berharap pada adanyabanyak aksi nyata dan perubahan yang memberikan harapan. Namun sekali lagi, perubahan paradigma dan aksi yang takpernah berhenti ini mesti menjadi gerakan bersama sebagaibentuk pertobatan.
Mari kita merenungkan penegasan Gereja tentangpertobatan Ekologis. Pertama, : Paus Fransiskus: Perubahan iklim dan pemanasan global akibat dari kehancuran tanah, kerusakan ekologi dan sumber air serta polusi udara berakibat rusaknya bumi rumah kita bersama. Deforesti(proses penghancuaran/penghilangan hutan yang sengaja atau tidak sengaja yang dpt menghilangkan ekosistem hutan dan biodiversitas yg terkait dgn hutan) dan sistem pertanian dengan intensif pupuk kimia sintetis menyebabkan tanah mati /kritis dan kehilangan sumber air. Pengunaan bahan bakar fosil (pabrik dan transportasi} tidak sehat bagi manusia. Tahun Yobel 2025 menyadarkan kita untuk bertobat ekologis dengan berjuang bersama untuk mengembalikan kehidupan pada tanah, air dan udara dengan cara-cara yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kedua, Nota Pastoral KWI 2024: Keterlibatan Kristiani dalam memulihkan dan melestarikan keutuhan ciptaan bukan semata-mata adanya kerusakan lingkungan hidup tetapi merupakan pengembangan iman akan Allah pencipta dan pemelihara kehidupan. Iman yang hidup dan penuh kasih menjadi dasar spiritualitas segala upaya untuk mendatangkan keselamatan bagi semua ciptaan. Aneka kegiatan pastoral lingkungan hidup diharapkan selalu bersumber pada kasih Allah yang mencipta, memelihara dan menjaga seluruh alam semesta.
Tema APP sejak 2023-2025 diarahkan untuk membangun keterlibatan Gereja dalam mewujudkan gerakan sosio-ekonomis berkeadilan ekologis. Di tahun 2023 kita sudah m merenungkan tema, Keadilan ekologis bagi seluruh ciptaan (semakin mengasihi dan lebih peduli). Di tahun 2024, kita pun sudah menggumuli tema, Mengembangkan ekonomi berkeadilan ekologis. Dua tema ini kini memuncak pada tema 2025, Membangun pertobatan ekologis.
Selama dua tahun sebelumnya kita sudah berbicara, merenungkan, berefleksi dan beraksi seputar membangun kesadaran bahwa bumi adalah rumah kita bersama dan karena itu menunutut tanggungjawab bersama pula. Melalui aneka refleksi dan gerakan aksi itu, kita sudah diingatkan tentang bumi kita yang sedang dan makin menjerit karena aneka kerusakan, bumi yang tidak lagi menjadi sumber yang menghasilkan maksimal. Semuanya membawa ancaman dan kerugian bagi manusia sendiri. Untuk mendasari proses refleksi dan berbagai aksi nyata, kita diterangi dengan dua dokumen Gereja, Ensiklik Laodato Si dan Himbauan Apostolik Laudate Deum, keduanya dari Paus Fransiskus. Mengapa kita masih berbicara tentang pertobatan ekologis? Apa yang terjadi dan masih kita saksikan sampai saat ini? Bumi terus menjerit karena kerusakan dan pengrusakan yang seakan tak ada habisnya. Ini sebagai akibat dari kenyataan bahwa tanggapan positif belum memadai, aksi-aksi nyata baik pribadi maupun kelompok, belum sepenuh hati dari semua warga bumi ini. Dengan demikian melalui tema Pertobatan Ekologis kita diajak untuk memperbaharui cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak atau perilaku khususnya terhadap alam ciptaan dan bumi ini sebagai rumah bersama: dari kegiatan eksploitasi/eksplorasi alam lingkungan ke pola hidup dan tindakan konservasi alam lestari. Dengan demikian, hidup manusia yang kian terancam berubah menjadi lebih nyaman dan terjamin.
Apa hubungannya dengan Ziarah Pengharapan 2025? Tema Peziarahan Pengharapan meneguhkan dan mengingatkan kita untuk tetap berharap biarpun pengrusakan masih terus terjadi, alam masih terus menjerit, manusia masih terus menanggung dampaknya. Berharap karena meski ada kerusakan dan perusakan, tetap selalu ada hati, tangan dan karya yang peduli terhadap kebersihan, kesuburan,kelestarian bumi ini. Kita terus berharap bahwa kesadaran dan gerakan ini mestinya menjadi gerakan bersama, karena sesungguhnyahakekat pertobatan adalah suatu gerakan bersama dan terkoneksi. Semua warga bumi bergandengan tangan, dipanggil untuk ikut menyelamatkan bumi kita dari pencemaran, kerusakan dan kehancuran.
APP: Refleksi atas Ajaran Sosial Gereja
Di atas sudah dijelaskan bahwa Aksi Puasa Pembangunan merupakan gerakan iman Gereja dalam semangat tobat bersama, yang melibatkan semua umat Katolik selama Masa Prapaskah untuk mewujudkan secara nyata doa, derma, puasa dan pantang dalam berbagai bentuk kegiatan untuk membangun kesadaran umat yang membawa dampak pada perubahan cara hidup kaum beriman baik secara pribadi maupun secara komunitas selaras kehendak Allah demi kesejahteraan banyak orang.
3 kegiatan yang biasanya kita lakukan secara khusus di Masa Prapaskah dan dalam proses APP adalah Doa: Meningkatkan doa lewat misa kudus, jalan salib, ibadat tobat dan pengakuan pribadi, novena dengan intensi kepausan. Derma: Memberi sedekah sebagai bentuk silih atas dosa dengan mengumpulkan derma APP yang dilakukan selama masa Prapaskah. Pantang/Puasa: Mengurangi kebutuhan-kebutuhan rutin seperti makan, minum dan lain-lain dan hasilnya kita kumpulkan untuk solidaritas bersama. Aksi: Pelayanan sosial ataupun kegiatan lain yang berdampak bagi kepentingan bersama. Melayani mereka yang mebutuhkan, mengunjungi orang sakit, dan lain-lain.
Rabu, 5 Maret 2025 merupakan saat kita memulai masa Prapaskah yang suci, dengan Rabu Abu. Kita diingatkan akan sebuah kebenaran yang mendalam: kita adalah debu, dan akan kembali menjadi debu. Abu yang dioleskan di dahi kita bukan hanya sebuah simbol, tetapi juga sebuah panggilan untuk merendahkan diri, bertobat, dan memperbarui diri. Abu tersebut mengingatkan kita bahwa hidup ini cepat berlalu dan bahwa perjalanan kita haruslah menjadi sebuah transformasi – sebuah gerakan menjauh dari kesombongan dan egoisme menuju kerendahan hati dan ketergantungan pada Tuhan.
Masa Prapaskah bukan hanya tentang melepaskan sesuatu atau melakukan ritual-ritual lahiriah. Yesus mengundang kita untuk masuk ke dalam pertobatan yang mendalam, ditandai puasa, doa, dan sedekah sebagai jalan menuju perubahan yang nyata. Puasa bukan hanya tentang makanan; puasa adalah tentang mendisiplinkan keinginan kita sehingga roh kita bisa lebih kuat daripada kecenderungan duniawi kita. Apa yang ingin kita lepaskan – bukan hanya dalam makanan kita, tetapi juga dalam hati kita? Mungkin inilah saatnya untuk berpuasa dari hal-hal negatif, gosip, keinginan-keinginan tak teratur, atau keegoisan.
Sedekah bukan hanya tentang menyumbangkan barang-barang yang tidak lagi kita butuhkan. Sedekah adalah tentang memberikan diri kita sendiri, menjadi lebih hadir bagi mereka yang membutuhkan, dan berkorban untuk memberikan kehidupan bagi orang lain. Bagaimana kita dapat memberikan lebih banyak waktu, cinta, dan perhatian kita kepada mereka yang paling membutuhkan?
Dan terakhir, doa yang adalah inti dari perjalanan Prapaskah kita. Tanpa doa, puasa dan sedekah menjadi tindakan yang hampa. Inilah saatnya untuk kembali kepada Yesus dengan tulus, mencari belas kasihan-Nya, dan memperbaharui hubungan kita dengan-Nya.
Dengan demikian, hakekat Puasa dan APP: bukan sekedar mengurangi makan dan minum. Namun APP dan masa Puasa adalah kesempatan untuk merenungkan Ajaran Sosial Gereja. Karena itu dalam pekan pertama, kita akan mendalami/berkenalan dengan Ajaran Sosial Gereja itu. Maka beberapa catatan tentang Ajaran Sosial Gereja ditambahkan.
Hekekat Ajaran Sosial Gereja
Ajaran Sosial Gereja adalah ajaran yang dikeluarkan Gereja mengenai hak dan kewajiban berbagai anggota masyarakat dalam hubungan dengan kebaikan bersama: bonum comunne, baik dalam lingkungan sosial maupun internasional. Ajaran Sosial Gereja (ASG) merupakan wujud tanggapan Gereja terhadap pelbagai problem sosial yang terjadi di tengah masyarakat.
Dengan kata lain, ASG merupakan bentuk keprihatinan Gereja terhadap dunia dan umat manusia yang penuh dengan problem sosial dalam bentuk dokumen yang perlu disosialisasikan dan diterapkan dalam penanganan masalah2 sosial itu.
Latar Belakang Munculnya Ajaran Sosial Gereja
Gereja adalah bagian dari dan hidup di tengah masyarakat dunia. Dalam dunia timbul pelbagai masalah sosial: kemiskinan, ketidakadilan, kaum buruh, peperangan dll. Masalah2 itu mau tak mau harus diatasi. Gereja sebagai bagian dari masyarakat merasa bertanggungjawab juga dan mau membantu masyarakat dalam upaya menghadapi problem sosial tersebut. Bantuan itu diberikan melalui ajaran atau dokumen yang menyajikan prinsip, nilai dan norma-norma moral dasar yang harus menjadi patokan atau pegangan bagi setiap upaya mengatasi proble2 sosial tersebut.
Bentuk-bentuk ASG: ajaran yang dituangkan dalam bentuk dokumen seperti Ensilik, surat edaran, pidato, siaran dan sebagainya.
Kalau kita memperhatikan atau mempelajari dokumen2 ASG maka tampaklah bagi kita bahwa ASG ini isinya memperlihatkan gagasan pokok kaitan antara iman kepada Allah di satu pihak, dan cinta dan keadilan bagi sesama di pihak lain. Ajaran pokok ini dibagi dalam 3 tahap:
Ajaran Sosial Gereja yang dikembangkan sejak abad XIX merupakan bagian integral dari seluruh pandangann hidup kristiani. Antara terbitnya Ensiklik Rerum Novarum (1891) sampai Ensiklik Mater et Magistra (1961) ajaran sosial dikembangkan dengan penekanan pada keadilan bagi kaum buruh upahan. Maka yang ditekankan di sini manusia sebagai makluk pribadi dan makluk sosial. Mulai dari Mater et Magistra, Gaudium et Spes (1965), Populorum Progressio (1967) menekankan segi pastoral dan praksis, dimensi internasional dan masalah hak asasi manusia. Ada sejumlah ASG yang muncul sejak 1971 sampai Ensiklik Caritas In Veritate, Paus Benediktus XVI, yang menekankan bahwa komitmen pada pembangunan adalah panggilan ke arah kemajuan yang integral yang meliputi seluruh dimensi hidup manusia dalam dunia kini yang mengglobal. Dua hal penting ditekankan, Keadilan: bukan sesuatu di luar tindakan cinta kasih, bukan pula alternatif terhadap cinta kasih, keadilan tak bisa dipisahkan dari cinta kasih, dan kebaikan bersama, kebaikan bagi semua orang, siapapun dia. Dan akhirnya Ajaran Sosial yang muncul sebagai tanggapan atas masalah-masalah baru.
Dua Dokumen penting terkait Pertobatan Ekologis:
Pertama, Ensiklik Laodato Si (Paus Fransiskus, 2015):Panggilan mendesak melindungi rumah kita bersama. Mengkritik konsumerisme dan pembangunan berlebihan sambil menyoroti krisis ekologi yang kita hadapi. Eksploitasi planet kita sudah melebihi batas maksimal padahal kita belum memecahkan masalah kemiskinan. Krisisi Ekologi dan perusakan besar-besar keanekaragaman hayati yang dapat mengancam kehidupan manusia. Solusi yang ditawarkan adalah membangun ekologi integral (semua aspek kehidupan harus menempatkan paradigma ekologis). Kedua, Seruan Apostolik Laudato Deum, Paus Fransiskus, 2023: dokumen ini mengulangi Laudato Si, dan menekankan tanggapan terhadap Krisis iklim yang belum memadai, dunia sedang menuju keruntuhan. Mengkritik penolakan yang mengelilingi perubahan iklim, menyoroti kebutuhan akan informasi dan pemahaman yang tetap tentang isu ini. Peran manusia telah secara signifikan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Dampak yang tak dapat diubah dari perubahan iklim dan menyoroti resiko yang tekait dengan tidak mngambil tindakan segera. Paus Fransiskus menekankan hubungan erat antara kehidupan manusia “semua terkoneksi” dan solusi harus mencapai semua makluk dan lingkungan.
Pertobatan Ekologis dan Ziarah Pengharapan di Tahun Yubileum 2025:
Harapan Paus Fransiskus: Yubileum 2025 sebagai moment perjumpaan pribadi dengan Tuhan, Pintu Keselamatan kita, yang terus diwartakan Gereja sebagai pengharapan kita (1Tim 1:1). Melalui Tahun Yobel 2025, Paus Fransiskus mengajak umat katolik untuk memperbaharui harapan dan menemukan visi dalam kebersamaan merawat bumi ciptaan Allah sebagai rumah bersama. Dengan tema Peziarahan Pengharapan, kita diajak untuk menemukan kembali spiritualitas penciptaan: dimana kita memahami diri sebagai peziarah di bumi ini bukan sebagai penguasa bumi.
Akhir Kata: Pertobatan Ekologis dan Perubahan Paradigma
Alam memelihara kehidupan manusia. Alam menyediakan segala yg diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup. Bahkan harus dikatakanbahwa hidup manusia sepenuhnya bergantung kepada alam. Kini manusia ternyata gagal memelihara alam. Kita semua dipanggil untuk mengambil bagian dalam memelihara alam. Tanpa itu, alam semakin rusak dan hidup manusia jadi makin terancam. Hubungan manusia dengan alam merupakan partisipasi dalam hubungan Allah dengan seluruh ciptaan. Melalui Ajaran Sosial Gereja, khususnya 2 dokumen terakhir, Ensikilik Laodato Si dan Himbauan Apostolik Laudate Deummengingatkan kita tentang tugas panggilan ini dan kepemilikan atas bumi. Bumi dan semua yang ada di atasnya diciptakan oleh Tuhan dan menjadi PemilikNya. Tuhan memberikannya sebagai anugerah kepada anak cucu kita dan generasi yang akan datang. Generasi yang akan datang meminjamkannya kepada kita yang hidup di zaman ini. Karea kita cuma dipinjamkan, tugas kita adalah menjaga, merawat dan melestarikannya, sehingga ketika ketika kita mengembalikannya kepada pemiliknya, tanah tetap subur, lingkungan tetap bersih, sumber air dan air laut tetap bersih, udara tetap segar. Inilah paradigma baru yang mesti kita bangun. Tanpa perubahan paradigma ini, kita sedang menggali kubur untuk diri kita sendiri dan untuk anak cucu kita.***
(dirangkum dari berbagai sumber dengan penyesuaian)