PORTALNTT.COM, KUPANG – Petronela Tilis dan saksi Elfrida Manue Kuriun memegang Bukti aduan ke Propam Polda NTT (foto istimewa)
Petronela Tilis dan saksi Elfrida Manue Kuriun memegang Bukti aduan ke Propam Polda NTT (foto istimewa).
Tidak terima (merasa tidak nyaman) dengan fakta redaksi berita acara penyitaan dan berita acara pemeriksaan cepat tindak pidana ringan pada tanggal 14 Maret 2025 di Polsek Noemuti Polres TTU, dan selanjutnya menolak menandatangan berita acara tersebut, Petronela Tilis Pelapor dugaan pengrusakan pagar kawat duri, layangkan aduan ke Propam Polda Nusa Tenggara Timur. Terkini, Oknum Penyidik Aipda Agustinus Bria Seran yang diketahui menangani kasus tersebut benar di adukan ke Propam Polda Nusa Tunggara Timur.
“Dugaan tidak profesionalnya oknum penyidik pembantu tersebut dalam menangani laporan dugaan pengrusakan yang tertuang dalam Laporan Polisi, nomor : LP/B/43/XII/SPKT/Polsek Noemuti/Polres Timor Tengah Utara/Polda Nusa Tenggara Timur, tanggal 24 Desember 2024, benar ditunjukan dengan mengusir Pelapor dan saksi dari Polsek setempat, tanggal 24 Desember 2024. Oknum penyidik tersebut juga tidak melakukan wawancara saksi pelapor. Ini adalah fakta yang kami alami,” terang Efrida Kurian (saksi) diamini Pelapor Petronela Tilis yang hanya bisa berbahasa daerah (dawan) kepada media ini, Selasa (18/03/2025) melalui medium telepon WhatsApp.
Merasa tidak nyaman dan sejahtera saat di BAP di Polsek setempat adalah kenyataan yang terus berlanjut sepanjang diminta menghadap.
“Saat pemeriksaan, bukannya bertanya dan mendengar keterangan lalu menuangkan keterangan saksi pelapor dan saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan, tapi diikuti juga dengan tekanan bahkan ada saja anggota lainnya yang ikut nimrung menjelaskan dengan nada menggurui,” ungkap Elfrida.
Herannya lagi, pemeriksaan terhadap saksi Pelapor dan saksi menguatkan dari saksi pelapor hanya sekali.
“Pertimbangan soal sebelumnya ada persoalan serupa dengan Terlapor Blasius Lopis yang terus berulang dan puncaknya pengrusakan pagar kawat duri di tiga titik di lokasi pagar di Hueknutu, Oemeu,Desa Popnam yang dilakukan Terlapor pada tanggal 24 Desember 2024 ditolak bahkan diabaikan Oknum penyidik tersebut. Kami kemudian berpikir apakah kami lagi berhadapan dengan Terlapor atau sebaliknya dengan oknum penyidik ini,” kesal Efrida.
Kecurigaan soal tidak profesionalnya penyelidikan laporan polisi LP/B/43/XII/2024/SPKT/Polsek Noemuti/Polres Timor Tengah Utara/Polda Nusa Tenggara Timur, tanggal 24 Desember 2024 rupanya benar terjadi.
“Faktanya, saat dipanggil ke Polsek Noemuti pada tanggal 14 Maret 2025 untuk menandatangani Berita Acara Penyitaan dan Berita Acara Pemeriksaan Cepat Tindak Pidana Ringan yang sudah disiapkan, kami justru kaget dan heran! Karena di berita acara penyitaan pada point 2 tertulis Surat Perintah Penyitaan nomor : SP.Sita/01/IV/2024/Polsek Weliman, tanggal 16 April 2024 dari Tersangka Pelapor Petronela Tilis berupa 1 rol kawat duri dengan panjang 7 (tujuh) meter disaksikan Efrida Manue Kuriun dan Hendro Mani. Sementara pada berita acara pemeriksaan cepat tindak pidana ringan ada juga tulisan atau redaksi kalimat yang terkesan manipulatif. Redaksi kalimatnya : Kawat duri yang diputuskan itu senilai Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) per rol dan pelaku merusakan kawat duri empat (4) rol sehingga nilai kerugian yang saksi alami kurang lebih Rp 800.000 (delapan ratus ribu rupiah). Sedangkan Terlapor Blasius Lopis (Tersangka) yang naskah berita acaranya digabung dalam berita acara pemeriksaan cepat tindak pidana ringan (Petronela Tilis, saksi Elfrida Manue Kuriun dan saksi Agatha Knaufmone), menerangkan bahwa barang bukti dalam perkara ini tidak ada dan kemudian tidak ada barang bukti yang di sita. Terhadap fakta berita acara tersebut kami kemudian protes dan menolak menandatangani dua berita acara tersebut. Saat diminta lagi untuk bubuhkan tanda tangan dengan alasan sudah diubah, saya dan mama Petronela Tilis tetap menolak. Dan karena tidak nyaman dan seimbang kami lalu minta diri kembali ke rumah,” papar Efrida.
Pada tanggal 17 Maret 2025, Oknum penyidik tersebut mendatangi rumah keluarga di Desa Naiola sembari meminta Pelapor Petronela Tilis dan saksi untuk menandatangani berkas berita acara yang katanya sudah diubah itu.
“Mereka datang bawa berkas berita acara untuk minta kami tandatangan tapi kami tetap saja menolak dan menegaskan bahwa ketidaknyamanan yang kami alami telah kami adukan ke Propam Polda Nusa Tenggara Timur. Oknum penyidik tersebut yang datang didampingi salah satu anggota Polsek Noemuti kemudian langsung meninggalkan rumah keluarga,” tutup Efrida.
Media ini kemudian mendapatkan format laporan sekaligus aduan ke Propam Polda Nusa Tenggara Timur, (Selasa, 18/03/2025), Hal Pengaduan Dugaan pelanggaran Profesionalitas Polri yang ditujukan kepada Kadiv. Propam Polri CQ Karo Wabprof Divpropam Polri CQ Kabid Propam Polda Nusa Tenggara Timur yang tembusannya disampaikan kepada Kapolri Jenderal Polisi, Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si, Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga, S.H., M.A, Ketua Kompolnas Budi Gunawan, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, S.H., M.A, Ketua Komisi I DPRD NTT, Drs. Julius Uly, M.Si, Irwasda Polda NTT, Kombes Pol Murry Miranda, S.I.K dan Kapolres TTU AKBP Eliana Papote, S.I.K., M.M, jelas terbaca ada 8 (delapan point) krusial yang diadukan antara lain :
Pada tanggal 24 Desember 2024, Saya bersama anak saya (saksi) Elfrida Kuriun di Usir Oknum penyidik Pembantu Aipda Agustinus Bria Seran saat hendak mempertegas surat tanda penerimaan laporan polisi dengan nomor : STTLP/43/XII/2024/SPKT/Polsek Noemuti/Polres TTU/Polda Nusa Tenggara Timur, yang diperkuat dengan dasar Laporan Polisi Nomor : LP/B/43/2024/SPKT/Polsek Noemuti/Polres Timor Tengah Utara/Polda Nusa Tenggara Timur, tanggal 24 Desember 2024, pukul 08.47 WITA, dari Polsek setempat.
Setelah dibuatkan laporan polisi, oknum penyidik/pembantu tersebut tidak melakukan pemeriksaan terhadap pelapor (saya sendiri) dalam bentuk berita acara wawancara saksi pelapor.
Pemeriksaan terhadap saya dalam bentuk berita acara wawancara saksi pelapor baru dilakukan oknum penyidik pembantu tersebut pada tanggal 8 Januari 2025.
Terhadap point 1, 2 dan 3 tersebut diatas oknum penyidik pembantu tersebut telah jelasjelas mengabaikan pasal 7 KUHAP.
5.Setelah menerima laporan atau pengaduan tindak pidana pengrusakan, oknum penyidik tersebut tidak kemudian melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara. Hal ini bertentangan dengan perintah undang-undang nomor : 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana, kaitannya dengan pasal 8 ayat 1 jo pasal 75 KUHAP dimana hasil pemeriksaan di TKP dibuatkan berita acara pemeriksaan. Karena pada berita acara tersebut memuat segala sesuatu yang dilihat, dialami atau di dengar. Berita acara yang dibuat di TKP merupakan alat bukti sah yakni “Surat”. Dan karena tidak dibuatkan berita acara di TKP ini maka sebagai Pelapor, saya merasa dirugikan.
Pasal 406 KUHP yang termuat dalam LP/B/43/XII/2024/SPKT/Polsek Noemuti/Polres Timor Tengah Utara/Polda Nusa Tenggara Timur, tanggal 24 Desember 2024 yang menjadi pasal sangkaan pengrusakan diganti oknum penyidik pembantu tersebut dengan sangkaan pasal 407. Ini sangat merugikan saya karena pengrusakan dilakukan Terlapor Blasius Lopis saat semua umat Kristen termasuk saya Pelapor lagi mempersiapkan diri untuk mengikuti perayaan malam natal. Hal ini jelas melanggar pasal 7 ayat 3 KUHAP kaitannya dengan kewajiban mengindahkan norma agama, kesusilaan, kepatutan, kewajaran, kemanusiaan dan adat istiadat yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia.
Penyampaian soal sebelumnya ada kasus yang sama antara Pelapor dan Terlapor tidak diikuti dengan tindakan penyidikan yang diperlukan sesuai perintah pasal 106 KUHAP.
Pada hari Jumat tanggal 14 Maret 2025, Saya dan saksi Elfrida Kuriun menolak menandatangani Berita acara penyitaan dan Berita acara pemeriksaan cepat tindak pidana ringan karena pada point 2 berita acara penyitaan tertulis surat perintah penyitaan, nomor : SP.Sita/01/IV/2024/Polsek Weliman tanggal 16 April 2024 dengan penjelasan telah menerima barang bukti dari tersangka atas nama saya Petronela Tilis Alias Kokleo. Bukti surat berita acara terlampir.
Sementara pada berita acara pemeriksaan cepat tindak pidana ringan selain bertentangan dengan sangkaan pasal 406 sesuai laporan polisi, juga tertulis redaksi kalimat “bahwa kawat duri yang diputuskan itu senilai Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) per rol dan pelaku merusakan kawat duri empat rol sehingga nilai kerugian yang saksi alami kurang lebih Rp 800.000 (delapan ratus ribu rupiah). Redaksi kalimat diatas menurut saya (Pelapor) tidak tepat alias jebakan. Karena yang dilaporkan adalah tindakan pengrusakan yang dilakukan Terlapor diluar kewenangannya atau bukan dalam penguasaannya. Terlapor yang dianggap cerdas di mata hukum (Pensiunan Guru) merusakan pagar kawat duri milik saya di tiga titik berbeda dalam satu jalur dan bukan merusakan 4 rol. Berita acara terlampir.
Diketahui, Pengaduan sekaligus laporan Petronela Tilis ke Propam Polda NTT telah dimasukan pada Senin, 17 Maret 2025.
Hingga berita ini diturunkan, Kabid Propam Polda Nusa Tenggara Timur, Kombes Pol Murry Miranda, S.I.K belum berhasil di konfirmasi. (tim)