PORTALNTT.COM, KUPANG – Tarik ulur penyematan pasal pada kasus hukum yang dilaporkan Petronela Tilis yang belum juga berujung memicu ragam tanggapan para praktisi hukum juga pengamat hukum. ‘jangan karena Petronela Tilis adalah orang kecil maka laporannya dipingpong?’ Jika hal ini terus saja berlanjut, jangan heran, jika anggapan minor bermunculan hari –hari ini.
Lembaga Hukum Kepolisian Republik Indonesia dinilai sebagai yang tidak berdaya tatkala berhadapan dengan Terlapor Blasius Lopis!
“Siapa itu Blasius Lopis? Apa pengaruhnya? Seperti apa hubungannya dengan oknum penyidik pembantu yang menangani laporan Petronela Tilis? Atau apakah Blasius Lopis seorang yang diperbolehkan melakukan tindak pidana karena akan jauh dari jeratan pidana? Bisa mempengaruhi perubahan penyematan pasal dari pasal 406 ke 407?,” kesal Sumber media ini, Jum’at (18/04/2025).
Dipingpongnya laporan polisi Petronela Tilis jelas mengandung adanya indikasi perintangan.
“Pertanyaan menggelitiknya adalah apakah mungkin Blasius Lopis anak emasnya undang-undang nomor : 2 tahun 2002, undang-undang nomor : 1 tahun 1946? Atau undang-undang nomor : 8 tahun 1981 atau apa? Ataukah memang Blasius Lopis itu tidak bisa disentuh dengan penerapan Perkapolri Nomor : 6 tahun 2019?,” heran sumber tersebut.
Uniknya lagi, pengakuan Terlapor Blasius Lopis di depan penyidik soal kepemilikan tiga pohon di lokasi pengrusakan pagar kawat duri, apakah diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan?
“Ya ini pertanyaan-pertanyaan yang terus saja mengganggu saat membaca dan mendalami dinamika kasus hukum yang dilaporkan Petronela Tilis,” terang sumber media ini yang sekali lagi meminta namanya jangan disebutkan.
Menurutnya setelah menerima laporan pengrusakan, Ka SPKT Polsektor Noemuti kemudian menindaklanjuti dengan menyematkan undang-undang nomor: 1 tahun 1946 tentang KUHP pasal 406 terkait pidan pengrusakan.
“Kenapa penyidiknya justru merubah ke pasal 407. Kalau kemudian perubahan pasal ini benar adanya maka pertanyaannya adalah apa fungsi SPKT? Atau apakah pekerjaan SPKT tidak lineal dengan penyelidikan dan penyidikan?,” Tanya sumber tersebut.
Bila selanjutnya yang terjadi kasus hukum Petronela Tilis mandeg dan tidak berjalan maka anggapan sementara praktisi hukum menjadi benar bahwa kasus Petronela Tilis dipimpong; Lembaga Hukum Kepolisian dibuat tak berdaya.
“Hemat saya, Lembaga hukum Kepolisian secepatnya berbenah diri dan kembali mendudukan marwah undang-undang nomor : 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tunjukan taring Perkapolri nomor : 6 tahun 2019. Masa hanya karena satu dua orang yang berkepentingan nama baik lembaga besar ini dikorbankan. Mikir!,” kata sumber tersebut dengan nada sarkastik.
Pihaknya juga meminta dengan tegas agar Kapolda melalui Propam Polda segera memeriksa Oknum Penyidik yang menangani kasus hukum Petronela Tilis dan kemudian meluruskan kembali proses hukum sesuai dengan amanat undang-undang nomor : 1 tahun 1946 tentang KUHP pasal 406 pidana pengrusakan seturut Laporan Polisi di Polsektor Noemuti.
Untuk diketahui media juga sebelumnya memberitakan surat tanda penerimaan laporan polisi dengan nomor : STTLP/43/XII/2024/SPKT/Polsek Noemuti/Polres TTU/Polda Nusa Tenggara Timur, yang diperkuat dengan dasar Laporan Polisi Nomor : LP/B/43/2024/SPKT/Polsek Noemuti/Polres Timor Tengah Utara/Polda Nusa Tenggara Timur, tanggal 24 Desember 2024, pukul 08.47 WITA, yang diterima Palapor Petronela Tilis dari tangan Ka SPKT. Sulistiyo Budi, Nrp. 79030109, yang dalam format laporan polisi tersebut memuat tekanan undang-undang nomor : 1 tahun 1946 tentang KUHP khusus sangkaan pasal 406 terkait pidana pengrusakan. (tim)