Refleksi Minggu sengsara V, 30 Maret 2025
Pdt. Boy Nggaluama, S. Th
Bacaan: Lukas 15:1-10
Nats pembimbing: Lukas 19:10
Tema: Mencari dan Menyelamatkan Yang Hilang
Shalom, selamat memasuki minggu sengsara Yesus (pra paskah)yang kelima. Di minggu keempat yang lalu kita diajak untukbelajar tentang “Teladan merendahkan diri dan melayani”. Hariini, kita dituntun untuk menjalani minggu ini dengan tema“Mencari dan menyelamatkan yang hilang.”
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengenal siapakah pemungut cukai dan orang-orang berdosa itu:
Karena itu maka para pemungut cukai dan orang berdosa tidak diterima di sinagoge, hanya orang yang taat Taurat yang boleh masuk. Orang yang bergaul dengan orang najis dilarang beribadah (Imamat 5:3). Sehingga mereka mencari alternatif untuk mengenal Tuhan, dan mereka menemukannya dalam Yesus. William Barclay dalam The Gospel of Luke menjelaskan bahwa Yesus tidak menolak orang-orang yang ditolak masyarakat. Para pemungut cukai dan orang berdosa tertarik kepada Yesus karena mereka menemukan penerimaan yang tidak mereka dapatkan dari agama resmi saat itu.
Yesus hidup dalam masyarakat Yahudi abad pertama yang sangat dipengaruhi oleh hukum Taurat dan tradisi keagamaan.Dalam sistem ini, status religius seseorang ditentukan oleh kesetiaan mereka terhadap hukum Taurat, termasuk aturan tentang kemurnian (taharah) dan pergaulan sosial. Orang Farisi dan ahli Taurat memandang orang berdosa dan pemungut cukaiadalah orang-orang yang tidak layak karena mereka melanggar hukum Taurat atau bekerja sama dengan penjajah Romawi.Mengapa demikian?
Ketika mereka melihat Yesus makan bersama pemungut cukai dan orang berdosa, Yesus sementara melanggar norma sosial dan religius, yang bagi orang Farisi adalah skandal besar! Sebab dalam budaya Yahudi, makan bersama bukan sekadar aktivitas sosial, tetapi memiliki makna teologis yang dalam: Dalam tradisi Yahudi, berbagi makanan menunjukkan penerimaan, persahabatan, dan relasi yang erat. Jika seorang rabi makan dengan seseorang, itu berarti ia menerima orang itu sebagai bagian dari komunitasnya. Hukum Yahudi melarang bergaul dengan orang yang dianggap najis, apalagi makan bersama mereka. Orang Farisi menjauhi pemungut cukai dan orang berdosa karena takut menjadi najis (Imamat 5:3).
Karena hal inilah yang membuat mereka bersungut-sungut dan merasa sangat terganggu oleh tindakan Yesus. Apa yang dilakukan Yesus, bagi mereka sangat bertentangan dengan hukum Yahudi. Sebab Yesus terkesan mengabaikan sistem pemisahan sosial. Yesus justru melibatkan diri dengan pemungut cukai dan orang berdosa, yang menurut mereka mencemarkan kekudusan Allah. Hal ini bertentangan dengan ajaran mereka tentang kesalehan, yang didasarkan pada ketaatan ketat terhadap Taurat. Matius 9:11 “Ketika orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?“.
Pada zaman Yesus, domba adalah harta yang sangat berhargabagi masyarakat Yahudi, karena:
Karena itu, kehilangan satu ekor domba bukan hanya kerugian finansial, tetapi juga hal yang serius secara sosial dan spiritual.
Domba adalah hewan yang mudah tersesat. Ada beberapa alasan mengapa seekor domba bisa hilang/tersesat:
Karena domba mudah tersesat maka gembala memiliki beberapa peralatan yang bisa membantu menjaga kawanan dombanya, seperti:
Gembala bertanggung jawab untuk mencari domba yang hilang/tersesat, mengapa? Karena domba adalah harta yang sangat berharga bagi orang Yahudi dan karena mereka menyadari bahwa domba mudah hilang/tersesat. Sehingga ketika satu domba hilang dari kawanan maka mereka pasti akan mencari dan ketika menemukannya mereka akan meletakan di bahu mereka dan kembali dengan sukacita.
Dirham dari kata Yunani “drachma” (δραχμή) adalah mata uang perak Yunani-Romawi yang digunakan di wilayah Yudea.Satu dirham pada zaman itu setara dengan upah kerja sehari bagi seorang pekerja biasa. Jadi, nilainya cukup signifikan bagi orang sederhana, terutama bagi perempuan yang hidup dalam kondisi ekonomi terbatas.
Dalam budaya Yahudi kuno (termasuk tradisi Timur Tengah secara umum), dirham sering digunakan sebagai tabungan danmahar atau mas kawin dalam pernikahan. Mahar ini bukan hanya sebatas harga pernikahan, tetapi lebih sebagai jaminan ekonomi dan perlambang kesetiaan suami kepada istrinya.Dalam hukum Yahudi, seorang pria harus memberikan mohar(mahar) kepada calon istrinya sebagai tanda keseriusan dan tanggung jawab. Mahar ini sering diberikan dalam bentuk perhiasan, Seorang perempuan yang sudah menikah bisa dikenali dari perhiasan berhiaskan dirham yang dikenakannya. Dalam tradisi Yahudi, seorang wanita yang sudah menikah sering kali memiliki perhiasan berupa koin (dirham) yang dijalin menjadi mahkota atau kalung, mirip dengan mahkota pernikahan. Jika suami meninggal atau menceraikannya, mahar ini menjadi jaminan ekonomi bagi perempuan itu.
Kehilangan satu dirham bisa memalukan, karena bisa diartikan sebagai kelalaian atau bahkan dicurigai telah menjualnya karena kebutuhan ekonomi yang bisa merusak reputasinya di mata masyarakat dan kesetiaan atau statusnya sebagai istri.Craig S. Keener (Pakar Perjanjian Baru) menyoroti bahwa dalam masyarakat Yahudi, perempuan yang kehilangan perhiasan pernikahan bisa dianggap tidak menghormati suaminya.
Inilah mengapa begitu pentingnya dirham bagi seorang perempuan Yahudi sehingga ketika kehilangan satu dirham, dia akan berupaya mencari dengan cermat (menyalakan pelita, menyapu rumah) sampai ia menemukannya. Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya untuk bersukacita bersamanya. William Barclay,
“Koin yang hilang bukan hanya bernilai uang, tetapi memiliki nilai sentimental dan sosial. Dengan menemukannya kembali, perempuan itu tidak hanya mendapatkan kembali sesuatu yang berharga, tetapi juga kehormatannya.”
Dua perumpamaan ini diberikan Yesus untuk menjawab “sindiran” Orang Farisi dan Ahli Taurat. Mereka merasa diri lebih suci dan lebih benar dibandingkan dengan para pemungut cukai dan orang berdosa. Yesus menggunakan perumpamaan ini untuk menegur mereka secara tidak langsung, karena jika Yesus langsung menegur mereka secara frontal, mereka bisa menjadi semakin keras hati dan menolak ajaran-Nya.Perumpamaan adalah cara halus untuk membuka mata mereka terhadap dosa mereka sendiri. Yesus menggunakan perumpamaan untuk menegur orang Farisi dengan cara yang membuat mereka merenungkan diri sendiri tanpa langsung menyerang mereka. John Calvin dalam “Commentary on a Harmony of the Evangelists” (1555):
“Perumpamaan Kristus sering kali adalah cermin, di mana para pendengarnya melihat bayangan diri mereka sendiri tanpa menyadari bahwa mereka sedang dihakimi. Dengan cara ini, Yesus membukakan kebenaran kepada mereka tanpa langsung menyerang mereka.” Matius 13:13 “itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka, karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat, dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti.”
Yesus tidak hanya berbicara kepada orang Farisi, tetapi juga kepada orang-orang biasa yang lebih mudah memahami konsep-konsep rohani melalui cerita atau gambaran nyata. Yesus memakai perumpamaan yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari mereka, seperti gembala, koin, dan hubungan ayah-anak. Ini adalah cara efektif untuk menjelaskan kebenaran rohani dengan ilustrasi konkret yang dapat mereka hubungkan dengan pengalaman mereka. Perumpamaan membantu orang biasa memahami pesan Yesus, tetapi juga menguji hati mereka yang menolak kebenaran.
“Mencari dan menyelamatkan yang hilang” adalah tujuan kehadiran Yesus di tengah-tengah dunia ini. Lukas 19:10“Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” Inilah alasan mengapa Yesus menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka. Yesus berkata dalam Markus 2:17, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Yesus datang sebagai tabib rohani yang menyembuhkan luka batin dan dosa. Yesus tidak mengajarkan kita untuk bergaul dengan orang berdosa agar ikut berdosa, tetapi agar membawa mereka kepada pertobatan. Kita dipanggil untuk mengasihi dan membawa orang berdosa kepada Tuhan, bukan menjauhi mereka. Yesus makan bersama orang berdosa untuk menunjukkan kasih Allah dan mengundang mereka untuk mengenal dan dekat dengan Allah sehingga mengalami pemulihan, pertobatan dan mengikut Yesus.
Inilah yang terjadi dalam kehidupan Zakheus, kepala pemungut cukai yang bertobat (Lukas 19:1-10) “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham...” Perempuan berdosa yang mengurapi kaki Yesus (Lukas 7:36-50) bahkan Matius (Lewi), pemungut cukai yang dipanggil Yesus untuk menjadi murid-Nya (Matius 9:9-13, Markus 2:13-17, Lukas 5:27-32).
Yesus adalah Gembala yang baik, Yohanes 10:10-11 “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.”Yesus datang untuk memberikan hidup dan keselamatanbagi umat-Nya, bahkan dengan mengorbankan diri-Nya sendiri.
Yesus tahu bahwa manusia “tersesat” karena disesatkan oleh iblis. Yohanes 8:44 “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” Iblis adalah sumberpenyesatan dan kebohongan yang menjauhkan manusia dari Tuhan. Manusia tersesat karena mengikuti dustanya. Manusia adalah seperti domba yang tersesat, dan Yesus sebagai Gembala yang Baik datang untuk mencari dan menyelamatkan mereka. Manusia dapat terjebak dalam jerat Iblis, tetapi Yesus memberi jalan pembebasan (Yohanes 14:6).
Yesus tahu bahwa manusia “terhilang” karena tergoda dengan keinginan sesaat dan sesat. Yakobus 1:14-15 “Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” Manusia jatuh ke dalam dosa karena ditarik oleh keinginan pribadi yang bersifat sesaat dan menyesatkan.Roma 6:23 dengan jelas menyatakan: “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Untuk itulah Yesus datang dengan penuh kasih, mencari (menerima orang berdosa dan makan bersama mereka) dan menemukan (para pemungut cukai dan orang-orang berdosa yang biasa datang untuk mendengarkan Dia).
Yesus ingin agar manusia yang “tersesat” itu kembali kepada Allah dan hidup dalam kawanan (hidup kekal di Rumah Bapa).Ia ingin agar manusia yang “kehilangan” kehormatan (gambar dan rupa Allah yang rusak), relasi dengan Allah yang putus (karena satu “dirham/koin” yang hilang/satu kesalahan Adam) kembali beroleh penghormatan di hadapan Allah, berdamai dengan Allah dan menjadi Anak Allah ahli waris Kerajaan Allah (perumpamaan tentang anak yang hilang). Itulah sebabnya mengapa Yesus berkata: “Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.” (ayat 10) dan dalam Lukas 15:7 “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.”..Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang.”(Matius 18:14).
Untuk mewujudkan misi-Nya yang mulai ini, Ia tahu bahwa manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Sehingga Iamerelakan diri-Nya sendiri mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia agar manusia beroleh keselamatan. 1 Petrus 1:18-19 “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” Teolog seperti R.C. Sproul dan John Piperjuga menegaskan bahwa: Ketidakmampuan manusia menyelamatkan diri adalah inti Injil. Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan, karena hanya Dialah yang memenuhi hukum Allah dan menanggung hukuman dosa (2 Korintus 5:21– “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat menjadi dosa karena kita.”).
Yesus adalah Tuhan dan Gembala yang baik. Sebagai Tuhan, Minggu lalu kita diajar untuk meneladani kerendahan hati-Nya dalam melayani. Minggu ini, kita diajak untuk menjadi seperti Yesus, Sang Gembala yang baik (Mazmur 23 dan Yohanes 10), yang bersedia mencari dan menemukan yang terhilang untuk menikmati sukacita sorgawi.
Mari kita bersaat teduh sejenak, merenung dan berefleksi: Sudahkah kita menjadi gembala yang baik, yang mencari dan menemukan yang hilang? Ataukah justru kita yang terhilang? Selamat berefleksi dan mempersiapkan khotbah untuk minggu ini, kiranya refleksi ini dapat memperkaya khotbah kita. Selamat melayani, Roh Tuhan ada padamu dan menuntunmu pada kebenaran. Amin.