Oleh: Drs. Fransiskus Sili, MPd
Sebagai satu-satunya bangsa pilihan Allah sendiri, umat Israel dipanggil untuk mewarisi janji-janji keselamatan Allah, dengan setia pada perintah dan kehendak Allah, dan menjadi saluran berkat yang menyelamatkan bagi bangsa-bangsa lain. Akan tetapi perjalanan Israel sebagai bangsa pilihan tidak mulus, dalam jatuh-bangun melalui kesetiaan Allah dan ketidaksetiaan mereka kepada Yahwe, Allah mereka.
Para raja yang diurapi utusan Allah untuk menjadi raja atas bangsaNya ternyata tidak mampu membimbing bangsa ini agar tetap setia pada iman akan Allah. Mereka cenderung menyalahgunakan wewenang dan kuasa, bukan untuk menyelamatkan melainkan untuk memerintah. Hidup keagamaan, sosial dan moral bangsa ini buruk di hadapan Allah, karena itu mereka harus menuai pelbagai penderitaan dan hukuman karena ketidaksetiaan itu.
Raja Daud yang telah secara gemilang menciptakan pemulihan dalam bangsa ini dalam pelbagai aspek hidup sebagai bangsa, dan karenanya menjadi raja ideal, ternyata tidak diikuti para raja selanjutnya. Hidup keagamaan sebagai dasar seluruh aspek hidup kian merosot. Akibatnya, mereka harus menuai hukuman demi hukuman. Mereka diserang dan dikalahkan bangsa Asyur dan lebih parah lagi, mereka menjadi tawanan bangsa Babilonia. Pengalaman penderitaan dan pembuangan ke Babel adalah puncak penderitaan karena kesetidaksetiaan mereka pada iman akan Allah Perjanjian itu.
Dalam situasi hidup bangsa seperti ini, Allah berulang kali mengusahakan cara agar bangsa ini bertobat dan kembali kepada Allah agar dapat mewarisi janji-janji keselamatan. Yesaya, nabi dan utusan Allah, menubuatkan janji tentang Mesias Raja, tokoh Daud baru, tokoh pemimpin ideal yang diharapkan untuk memulihkan bangsa ini. Tokoh raja ideal ini digambarkan sebagai suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, yaitu wangsa Daud”, dimana dengan jelas ditunjukkan Betlehem sebagai tempat tinggal Isai. Tunas ini bukan tumbuh dari pohon segar melainkan dari tunggul atau akarnya. Inilah keajaiban yang dikerjakan Tuhan dalam alam. Tunas ini tidak keluar dari Daud, tetapi dari tunggul Isai, ayah Daud. Ini berarti ada suatu tumbuhan baru, dan ada suatu awal baru pula. Daud baru, raja ideal itu diperbandingkan dengan raja yang sedang berkuasa. Sesuatu yang ideal sering dipakai untuk membandingkan dengan apa yang sedang ada atau tumbuh. Maka raja ideal itu diperbandingkan dengan Hizkia, yang tengah berkuasa saat itu. Persabatan antara serigala dan domba adalam suasana hidup yang dibawa raja baru itu.
Roh Tuhan akan hinggap dan tinggal pada Daud yang baru itu dan memberikan kepadanya sejumlah anugerah, roh hikmat dan pengertian, roh perencanaan dan keperkasaan dan terutama roh pengenalan dan takut akan Tuhan. Roh yang ketiga ini justru merupakan puncak dari anugerah Mesianis. Di mata Yesaya, akar dosa dan mala petaka yang menimpa Israel ialah karena tidak adanya pengakuan akan Tuhan, atau adanya pengakuan, tetapi tidak hidup menurut isi pengakuan iman itu. Di zaman para raja, orang miskin, kecil dan tertindas dan tak terlindungi. Di saman Mesias ini mereka justru akan mendapatkan perhatian dan pembelaan yang pantas. Ia akan membela hak-hak mereka yang kecil dan menjatuhkan hukuman kepada para penindas.
Nubuat Yesaya inilah justru diarahkan oleh Gereja pada pewartaan dan pengharapan tentang Yesus, Mesias sejati. Dan inilah yang setiap kali diperdengarkan oleh Gereja kepada umatnya khususnya pada masa adven. Apa yang dinubuatkan Yesaya justeru telah digenapi oleh Yesus, Mesias Raja sejati, yang bukan diperoleh melalui kekuasaan dan kemegahan pemerintahan duniawi, melainkan dengan kerendahan hati, menjadikan diri sebagai hamba, mengorbankan diri sampai mati di kayu salib. Maka setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita sebagai umat Gereja melaksanakan apa yang diperintahkanNya untuk mengingat penderitaan dan kematianNya di kayu salib itu. Dan perjuangan Yesus itulah yang harus kita ulang-teruskan agar terlibat dalam gerakan moral menegakkan keadilan dan kebenaran, mengedepankan perhatian, kejujuran dan belas kasih. Perhatian dan belas kasih seperti ini menjadi amat kuat dan kental dalam konteks hidup bersama dimana masyarakat kita sedang berada di era pandemi covid 19. Masyarakat kita mengalami akibat langsung dan tak langsung pandemi itu. Dan sudah pasti secara ekonomis, sosial dan keagamaan membawa dampak yang luar biasa. Seiring dengan vaksin yang kian jelas dan memberi harapan, tetapi harapan dan kepastian yang sesungguhnya kita rindukan dan nantikan dari Allah sendiri, dengan suasana iman dan takut akan Allah.
Kalau dikatakan pengenalan dan takut akan Allah sebagai anugerah Roh Tuhan tadi, maka dimaksudkan bahwa pengenalan akan Allah merupakan dari dari keadilan, cinta dan perdamaian. Rupanya dalam terang ini, kita dapat memandang realitas hidup masyarakat kita. Bahwa dasar dari segala bentuk kekerasan dan penindasan dalam berbagai bentuknya justeru terjadi karena orang tidak mengakui dan menghormati kekuasaan Allah serta memberikan Cinta dan perhatian bagi yang kecil dan tertindas, baik oleh system dan struktur masyarakat maupun karena keterbatasan mereka sendiri. Itulah sebabnya harapan Mesianis ini kembali disuarakan Yesaya bagi umat Gereja di masa adven ini.
Yesus, Mesias Raja itulah yang dalam pemerintahanNya mengedepankan cinta dan belas kasih khususnya bagi yang kecil dan tertindas. Maka menjadi murid Yesus berarti menjadikan pola hidup Yesus semangat hidup kita sebagai bangsa dan pribadi lepas pribadi. Relasi dengan Allah (hidup beriman) ternyata mendapatkan bentuk konkretnya dalam perbuatan kasih. Iman itu sendiri memiliki tiga aspek, iman sebagai sikap hati yaitu percaya dan pasrah pada Allah. Karena iman itu bermakna social juga, maka iman itu harus diungkapkan. Kita biasanya mengungkapkan iman dalam doa dan ibadat, baik secara pribadi (kapan dan dimana saja) dan secara bersama, yang berpuncak pada Liturgi. Dua aspek ini penting tetapi tidak cukup. Inilah yang hendak ditekankan dalam suasana penghakiman terakhir.
Dalam ruang pengadilan akhir, untuk menentukan keselamatan bukan bagi bangsa secara keseluruhan melainkan secara pribadi, persoalannya bukan terletak pada apakah kita beriman atau tidak, bukan juga pada sejauh mana kita setia mengungkapkan iman itu dalam doa dan ibadat, melainkan apakah iman itu berbuah dalam sikap dan perbuatan hidup atau tidak. Iman itu diwujudkan dalam perbuatan, demikian kata rasul Yakobus. Iman menjadi nyata dalam kasih kepada sesama khususnya yang miskin dan tertindas.
Dalam pengadilan terakhir itu, demikian Injil Mateus, Yesus menyamakan dirinya dengan orang kecil dan tertindas. “Apa yang kalian lakukan kepada salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kalian melakukan untuk Aku”. Apa artinya?
Masih jauh sebelum hari H, meski masih dalam suasana covid 19, peringatan kelahiran Yesus, berbagai nuansa pesta dan kemeriahan natal mulai tampak, sampai-sampai orang lupa pada makna natal sesungguhnya, ada kontradiksi antara kemiskinan natal perdana dan kemeriahan natal zaman ini. Sunyinya malam natal pertama telah dimanipulasi menjadi kegaduhan petasan yang memekakkan telinga dan suara musikmengusik ketenangan. Maka mempersiapkan dan menyambut natal yang sesungguhnya, sebenarnya berarti membuka hati, meringankan tangan untuk berbagi kasih dengan mereka yang kecil dan tertindas. Inilah pesan bagi para pemimimpin, siapapun dia, agar melihat jabatan dan kepemimpinan sebagai sarana untuk melayani dalam kasih (bukan menguasai demi memperkaya diri dan kelompok), dan untuk orang perorangan, membangun solidaritas bagi yang tak mampu. Kalau demikian, seruan dan nubuat Yesaya tentang raja ideal akan menjadi nyata dalam bumi kita kini dan di sini, karena pola kepemimpinan baru, dan sabda Yesus waktu penghakiman terakhir akan menjadi saat penuh rahmat untuk membagi cinta.
Masa Advent terdiri dari empat minggu dan dua periode. Periode pertama, dari hari Minggu Pertama Adven sampai tanggal 16 Desember. Periode ini lebih menekankan penantian eskatologis, yakni kedatangan mulia Kristus pada akhir zaman. Periode kedua, dari tanggal 17 -24 Desember (sebelum Ibadat Sore I HR Natal), yakni persiapan dekat atau langsung pada perayaan Natal. Maka baik Ekaristi atau Ibadat Harian lebih menekankan persiapan menyongsong perayaan Natal.
Pada periode kedua atau periode langsung menantikan Hari Raya Natal (17-23 Desember), Antifon Maria pada Offisi Vesper/ibadat sore (dalam doa Brevir) ataupun dalam Bait Pengantar Injil dalam Misa harian (dalam bahasa Latin) merupakan antifon sapaan kepada gelar-gelar mesianis, yang diawali seruan ‘O’. Maka ketujuh antifon ini disebut Antifon O atau Antifon Agung O. Setiap antifon terdiri dari dua bagian; pertama diambil dari teks Kitab Suci, yakni gelar-gelar Mesianis dari nubuat nabi Yesaya. Bagian kedua, semacam sebuah litani, dengan seruan “Veni! Datanglah…”yang disertai variasi permohonan dari masing-masing antifon. Dengan demikian, masing-masing antifon menggarisbawahi suatu gelar bagi Mesias yang diambil dari Kitab Suci dan yang berhubungan dengan nubuat Yesaya mengenai kedatangan Mesias.
Antifon O menggambarkan kerinduan hati umat manusia akan kedatangan Sang Mesias. Dia, yang merupakan Sabda Kebijaksanaan Allah (O, Sapientia), akan mengajarkan kepada manusia jalan Allah dengan cara Sang Sabda menjadi manusia (lih. Yoh 1:1). Pemenuhan janji ini secara bertahap, dengan menggambarkan beberapa karakter. Kalau sebelum-Nya Allah menyatakan hukum-hukumnya dalam dua loh batu, maka nanti Dia akan menyatakannya lewat sebuah Pribadi(O Adonai). Pribadi ini akan datang dari keturunan Daud (O Radix Jesse), yang menyatakan Inkarnasi Allah, di mana para raja akan bertekuk lutut di hadapanNya. Dia mempunyai kekuasaan tak terbatas, yang digambarkan sebagai kunci Daud (O Clavis David), yang akan membuka rantai-rantai belenggu dan akan mengangkat manusia dari keterpurukan. Dia akan membawa terang (O Oriens) kepada bangsa-bangsa. Terang ini menyinari semua orang, dan Dia akan menjadi raja segala bangsa (O Rex Gentium). Dia akan datang kepada umat manusia dan akan tinggal menyertai umat manusia (O Emmanuel). Itulah harapan dari umat manusia akan kedatangan Sang Juru Selamat. Selamat menyambut natal dan menyongsong tahun baru.
(Sumber inspirasi: Yes. 11:1-10, Mat. 25:31-46).