(Dari Diri Menuju Betlehem)
Oleh: Drs. Fransiskus Sili, MPd, Pengawas Ahli Madya Kementrian Agama Kota Manado)
Pendahuluan
Dalam Gereja Katolik, Tahun Liturgi Gereja dimulai dengan Minggu Advent pertama dan berakhir dengan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. Minggu, 24 November 2024, kita mengakhiri Tahun Liturgi bertepatan dengan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam itu dan segera memulai Tahun liturgi yang baru, bertepatan dengan Minggu Advent pertama, 01 Desember 2024. Tulisan ini ditawarkan sebagai bahan bacaan untuk memahami Masa Advent sebagai persiapan untuk merayakan Hari Natal. Bahannya disajikan secara sederhana sebagai literasi semata.
Pengertian Advent
Advent berasal dari kata bahasa Latin Adventtus (comming arrival), yang berarti kedatangan. Dalam Liturgi Gereja Barat, Advent menunjuk pada persiapan perayaan kelahiran Yesus Kristus. Perjanjian Baru menerjemahkan Advent sebagai Parousia, ketibaan atau kedatangan Yesus pada akhir zaman.
Dari pengertian di atas (Adventus dan parousia), muncul pemahaman umum Advent sebagai masa persiapan Gereja atas perayaan besar Yesus, yakni kelahiranNya di Betlehem, sebagai kedatangan pertama, dan pengadilan terakhir, kedatangan kedua Yesus pada akhir zaman, Parousia. Setidaknya, 100 kali muncul dalam teks Perjanjian Baru
Advent dalam Latar Belakang Sejarah
Data asli mengenai awal mula masa penantian tidak ditemukan, tetapi sejak abad-abad pertama kenyataan menunjukkan bahwa adanya masa persiapan untuk menyongsong perayaan Natal. Sebelum abad ke-6, terdapat perayaan-perayaan dan puasa menyerupai masa Advent saat ini. St. Hilarius dari Poiters (tahun 367) dan catatan tertulis tentang tentang peristiwa liturgi Advent dirujuk di Spanyol abad ke-4, dalam momen Konsili Saragosa di Wilayah yang kelak dikenal sebagai Spanyol, tahun 380M.
Paus St. Leo Agung banyak berkotbah tentang masa puasa pada bulan kesepuluh (yaitu bulan Desember), sebelum hari natal. Tahun 590, sinode di Macon, Gaul, menetapkan masa pertobatan dan persiapan kedatangan Kristus.
Masa Paus Gregorius Agung (590-604), Masa Advent 5 minggu. Paus Gregorius VII (1073-1085), mengubah menjadi 4 minggu. Sampai sekarang Masa Advent dimulai dari hari Minggu terdekat dengan tanggal 30 November (hari raya St. Andreas) selama 4 minggu ke depan sampai pada Hari Natal tanggal 25 Desember.
Ciri persiapannya berkenaan dengan penghayatan iman akan kedatagan Tuhan Yesus Kristus baik melalui aneka perayaan liturgis gerejani maupun berbagai askese dan kegiatan rohani pribadi dan kelompok.
Dengan demikian, Advent dilihat sebagai masa persiapan untuk menyongsong masa Natal dalam konteks dekat dan dalam konteks jauh masa penantian kedatangan Tuhan di akhir zaman, eskatologis.
Advent adalah masa khusus dalam lingkaran Tahun Liturgi Gereja. Akan tetapi pada Gereja-gereja timur, hanya merupakan persiapan pendek, beberapa hari menjelang persiapan perayaan Natal. Dua arti masa Advent di atas sudah diketahui dari abad keempat, berdasarkan beberapa catatan yang berasal dari masa itu.
Semangat pembaharuan liturgi konsili Vatikan II berusaha sungguh mempertahankan dua arti yang mewarnai masa penantian ini: yakni persiapan Natal 25 Desember, dan sebagai persiapan akan kedatangan Tuhan pada akhir zaman.
Makna Masa Advent
Masa Advent berkaitan dengan permenungan akan kedatangan Kristus. Kristus memang telah datang, Ia akan datang kembali pada akhir zaman, namun Ia sudah berjanji dan memenuhi janji-Nya bahwa Ia tidak pernah meninggalkan Umat, Gereja-Nya. Ia selalu dan akan terus hadir dalam Gereja-Nya. Maka peringatan Advent merupakan perayaan akan tiga hal.
Dengan demikian, makna kata Advent harus dimaknai dengan arti penuh: dulu, sekarang dan di waktu yang akan datang. Dalam advent yang pertama, Yesus datang dalam daging dan kelemahan kita. Kedatangan pertama adalah kedatangan Kristus pada masa lalu di Betlehem. Pada kedatangan pertama bahwa Tuhan yang berkuasa dan Raja advent yang mulia turun untuk membentuk kembali tubuh kita dan menerangi tubuh manusiawi kita dengan cahayaNya. Dalam advent yang kedua, Kristus datang dalam Roh dan kekuatan. Kedatangan kedua adalah kedatangan Kristus saat ini dalam hidup manusiawi kita. KedatanganNya memberikan kita penghiburan dan rasa damai. Namun kedatangan Kristus saat ini bersifat misterius dan sulit dikenali. Dan dalam adven yang ketiga, Kristus datang dalam kemuliaan dan kejayaanNya. KedatanganNya ini adalah kedatangan di masa yang akan datang, pada akhir zaman.
Katekismus Gereja Katolik (KGK) art 524 menulis: Dalam perayaan Liturgi Advent, Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua (bdk. Why. 22:17). Dengan merayakan kelahiran dan mati syahid sang Perintis, Gereja menyatukan diri dengan kerinduannya: Ia harus makin besar dan aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30).
Struktur Liturgi Masa Advent
Masa Advent terdiri dari 4 minggu. Selain memperhatikan kesatuan tema penantian seperti yang dapat dijumpai dalam rumusan doa dan bacaan kitab Nabi Yesaya pada misa harian, masa Advent secara praktis dibentuk dalam dua periode: Minggu Advent 1-2 diarahkan pada kedatangan Yesus yang kedua di akhir zaman, dan minggu Advent 3-4 diarahkan pada kedatangan Yesus yang pertama di hari Natal. Karena itu secara umum strukturnya diatur sebagai berikut:
Sudah disebutkan di awal bahwa masa advent adalah awal tahun liturgi Gereja kita, yang dimulai dengan Hari Minggu sesudah Pesta Kristus Raja Semesta Alam. Dalam empat minggu itu, teks liturgi Minggu Advent pertama berbicara tentang kedatangan Kristus pada akhir zaman, Minggu kedua dan ketiga, menampilkan Yohanes Pembaptis yang mengajak kita menyiapkan jalan bagi Tuhan kita, dan dalam minggu keempat, liturgi menampilkan Maria yang melahirkan Yesus, Sang Juru Selamat. Jadi masa Advent mempunyai dua tujuan yaitu mengarahkan hati supaya menantikan dengan penuh harapan kedatangan Kristus yang kedua pada akhir zaman, dan menyiapkan Hari Raya Natal, yaitu memperingati kedatangan Putera Allah pertama di antara umat manusia. Suasananya yang khas adalah gembira dan penuh harapan menantikan Sang Juru Selamat.
Struktur O Antifon
Gereja Katolik mengharuskan para imam untuk berdoa liturgi-ibadat harian, atau brevir, meski kaum awam pun dapat dianjurkan untuk mendoakannya. Tiap antifon memiliki dasar Kitab Suci. Dan terstruktur atas dua bagian: bagian pertama merupakan seruan kepada Mesias dengan pengatar O yang diikuti dengan gelar yang diberikan kepadaNya. Dan bagian kedua adalah sebuah doa pendek yang berisikan permohonan akan kedatangan Mesias. Dalam bahasa Latin, seruan itu dirumuskan dengan veni atau datanglah. O Antifon menjadi bagian dari Liturgi dalam hari yang bersangkutan, dengan susunan sebagai berikut:
Ada pesan rahasia di balik ini? Jika kita mengambil masing-masing huruf pertama dari kata-kata di atas, maka akan menghasilkan S-A-R-C-O-R-E. Jika huruf-huruf ini dibalik, maka akan menjadii E-R-O-C-R-A-S. Hasi ini terdiri dari dua kata dalam bahasa Latin: ero cras, yang berarti “saya akan menjadi besok” atau saya akan datang.
Memasuki Masa Advent, ada beberapa hal yang biasanya dipersiapkan karena semuanya bermakna simbolis:
Lingakaran Advent dan Maknanya:
Secara umum Gereja merepresentasikan 4 minggu Advent dalam empat lilin. Tiga lilin violet (ungu) sebagai warna liturgis Advent dan satu lilin pink untuk minggu Gaudete (minggu ketiga). (Tradisi lain juga bisa menambahkan 1 lilin putih, symbol Kristus yang ditempatkan di lingkar Tengah dan biasa dinyalakan tepat pada vigili natal).
Simbolisasi Lilin-lilin Advent:
Minggu pertama: Lilin Violet (ungu), symbol Harapan, biasa disebut Lilin nubuatan, bahwa kedatangan Mesias yang telah direncanakan Allah dan telah dinubuatkan oleh para nabi, terutama Yesaya, tentang kedatangan Yesus.
Minggu kedua: Lilin Violet (ungu), simbol iman, disebut juga Lilin Betlehem, yang merefleksikan perjalanan Yusuf dan Maria ke Betlehem. Lilin Betlehem, lilin 2 (Mikha 5:1), awal seluruh rencana keselamatan dari Allah, tempat kelahiran Penebus, dan terjadi di Betlehem.
Minggu ketiga: Lilin Pink (merah muda), simbol kegembiraan (joy, Love), biasa disebut Lilin para Gembala, yang menandai minggu Gaudete yang mengajak umat bersukacita atas masa kelahiran yang sudah di ambang pintu. Tuhan datang bagi mereka yang miskin dan terpinggirkan dan inilah yang menjadi sukacita besar. Tuhan bagi Gembala umatNya.
Minggu keempat: lilin violet (ungu), simbol damai, biasa disebut Lilin malaekat, yang mengingatkan kita akan khabar sukacita dan damai di bumi yang diberitakan para malaekat kepada Keluarga Kudus dan para gembala.
(Vigili Natal: Lilin White (putih), simbol kesucian (purity), biasa disebut lilin Kristus yang merujuk pada kehadiran Sang Juru Selamat dosa seluruh umat manusia, sebagai buah inkarnasi Allah).
Dalam tradisi peringatan Masa Advent. Lingkaran krans advent/koronka advent/Advent wreath, pada umumnya dari daun cemara atau daun-daun hijau segar (evergreen+selalu hijau). Bentuk lingkaran melambangkan Tuhan yang abai, tanpa awal dan akhir. Sebelum kekristenan berkembang praktek membuat lingkaran Advent dengan lilin bernyala berasal dari Jerman, dengan maksud memberikan pengharapan bahwa musim dingin yang gelap akan lewat. Pada abad XVI,lilngkaran advent juga mulai dipasang di rumah-rumah keluarga Kristen. Dinyalakan pada saat keluarga hendak berdoa dan makan bersama. Tradisi Koronka Advent juga diletakkan lilin dan pita.
Minggu Advent ketiga adalah titik tengah dari keseluruhan masa Advent yang berlangsun selama 4 minggu tadi. Di tengah masa persiapan yang bersifat prihatin dan matiraga., Gereja memberikan waktu untuk istirahat dan mengajak umat untuk bersukacita (seperti yang dilakukan pada Minggu keempat Prapaskah, Minggu laetare). Warna merah jambu (pink) melambangkan bahwa penderitaan zaman ini tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Suasana gembira harus mewarnai persiapan jangka pendek (menyambut Natal) untuk menyambut penjelmaan (inkarnasi) Sang Sabda menjadi Manusia.
Tokoh-tokoh Suci
Ada tiga tokoh Kitab Suci selama Masa Advent yang pribadi dan pewartaaannya mewarnai permenungan selama masa ini.
Sudah sejak tradisi yang lama dan umum tersebar bahwa Gereja memilih bacaan-bacaan dari kitab Nabi Yesaya; sebab dibandingkan dengan nabi lainnya,, Yesaya lebih memperlihatkan warna pengharapan yang besar dan sungguh meneguhkan hati dan menghibur bangsa terpilih selama abad-abad yang penuh dengan perjuangan dan yang justeru menentukan jalan Sejarah bangsa mereka selanjutnya.
Bagian-bagian paling berarti dari Kitab Yesaya disajikan selama masa Advent untuk membentuk kesatuan warta pengarapan abadi bagi semua umat manusia dari segala zaman.
Tentang tokoh ini, baik pribadi maupun pewartaannya jelas memperlihatkan suatu ringkasan sejarah penantian yang kini berada pada pintu gerbang kepenuhannya. Beliau menghayati benar-benar semangat penantian itu. Dia adalah tanda kehadiran Allah yang mengurusi dan peduli pada umat dan bangsa-Nya; dan sebagai pendahulu Sang Mesias terjanji, ia bertugas mempersiapan lorong-lorong bagi Tuhan (Yes. 40:3), dia memperkenalkan keselamatan kepada bangsa Israel (Luk. 1:77-78) dan terlebih lagi, ia menunjukkan bahwa Kristus telah hadir di tengan umat-Nya sebagai penggenapan harapan dan kerinduan yang diwartakan, dinubuatkan dan dinantikan sejak zaman Perjanjian Lama di kalangan umat Israel (Yoh. 1:29-34).
Advent adalah masa liturgi dimana secara jelas dan mengagumkan penampilan Maria dalam ikatan kerja sama yang sangat akrab dengan misteri penebusan, yang menjadi puncak Sejarah penyelamatan. Hal ini kurang banyak ditampilkkan dalam masa liturgi lainnya.
Dalam masa Advent ini, jelas terlihat bahwa Maria sebagai yang berasal dari dalam perayaan Misteri Penebusan itu sendiri dan sama sekali tidak sebagai perayaan devosional melulu. Akan tetapi tidak benar menyebut Masa Advent sebagai “bulan Maria” menurut kecenderungan sementara ahli, sebab justeru masa liturgi Advent ini secara esensial merupakan perayaan misteri kedatangan Tuhan, misteri dimana secara khusus terikatlah kerja sama dan peranan ibu Maria dalam Sejarah keselamatan.
Pada masa Advent, tepatnya tanggal 8 Desember, kita merayakan misteri Santa Perawan Maria yang dikandung Tanpa Dosa; hal mana sama sekali tidak terpisah dan tidak mengurangi masa liturgi Advent ini, bahkan merupakan bagian dari misteri penantian itu. Maria Immaculata, adalah prototipe manusia tertebus, buah hasil yang paling unggul dari kedatangan Kristus Penebus. Di dalam diri Maria, seperti yang dinyanyikan dalam prefasi 8 Desember, Tuhan “telah menandai awal hidup Gereja; Mempelai Kristus tanpa noda dan tanpa kisut, serta cemerlang dalam kecantikannya”.
Teologi Masa Adven
Advent mengandung isi teologis yang kaya karena merangkum keseluruhan misteri kedatangan Tuhan baik di dalam Sejarah (Yesus historis) sampai pada kepenuhannya (Yesus mulia). Berbagai perbedaan aspek dari misteri ini saling berkaitan satu sama lain yang justeru sekaligus mendasari kesatuan pewartaan yang mengagumkan. Pertama-tama, adven mengingatkan dimensi historis-sakramental keselamatan. Tuhan kita yang dinantikan adalah Tuhan di dalam sejarah dan terlibat dalam hidup umat manusia. Tuhan itu telah datang sepenuhnya dalam diri Yesus dari Nasareth demi keselamatan umat manusia. Dalam diri Yesus inilah, Allah Bapa menampilkan wajah-Nya sebagai Bapa yang mahabaik, penuh belas kasihan dan pengampunan (Yoh. 14:9). Dimensi historis pewahyuan diri ini menunjukkan betapa konkretnya penyelamatan manusia. Manusia dalam keseluruhan esensinya dan menyangkut seluruh umat manusia yang hidup di muka bumi ini.
Advent adalah masa liturgi yang menampilkan secara jelas dimensi ekskatologis dari kehidupan para pengikut Kristus. Allah telah memelihara kita demi keselamatan kita (1Tes. 5:9); suatu warisan yang akan nampak secara sempurna dan paripurna pada akhir zaman (1Pet 1:5).
Sejarah kehidupan manusia adalah wadah pelaksanaan aktual janji-janji penyelamatan, yang mengarah kepada “Hari Tuhan” (1Kor. 1:8, 5:5). Kristus sungguh datang dalam daging kita. Ia pun telah tampil dan menampakkan diri sebagai yang telah bangkit setelah mengalami kematian kepada para rasul dan para saksi mata pilihan Allah (Kis. 10:40-42); dan Ia akan menampakkan diri-Nya pada akhir zaman (Kis. 1:11).
Dalam pengembaraannya di dunia ini Gereja hidup di dalam kelangsungan proses antara sudah diselamatkan oleh dan dalam diri Kristus, dan belum terwujud sepenuhnya keselamatan itu. Inilah yang sering disebut ketegangan eskatologis: sudah mulai namun belum selesai. Belum selesai karena Kristus akan datang kembali sebagai hakim dan Penyelamat.
Akhirnya, dalam pelbagai ungkapan dimensi yang benar berakar dan penuh misteri, advent mengingatkan kita akan tugas misioner Gereja dan persiapan yang senantiasa akan kedatangan Kerajaan Allah. Misi Gereja adalah mewartakan sabda Allah kepada segala bangsa secara esensial berpangkal pada misteri kedatangan Kristus yang diutus Bapa, serta berpangkal pula pada kedatangan Roh Kudus yang diutus oleh Bapa dan Putra.
Spiritualitas Masa Advent
Masa advent mengajak kita umat sekalian untuk menghayati beberapa sikap dasar demi mengungkapkan dengan hidup semangat injil dalam hidup sehari-hari yaitu, sikap siap-siaga menanti dengan gembira, optimisme dalam pengharapan, sikap tobat dan mengambil jalan pulang kepada Bapa.
Sikap menanti penuh pengharapan dan kegembiraan adalah ciri sikap Gereja dan segenap umat beriman sebab Allah yang mewahyukan diri kepada kita adalah yang berjanji dan setia pada janji-Nya. Kristus adalah kepenuhan dan penggenapan janji Allah itu. Kristus adalah Khabar Gembira (Injil) dalam Kristus dan lewat Kristus Allah menyatakan kesetiaan-Nya dan keyakinan-Nya kepada umat manusia (2Kor. 1:20).
Selama masa advent, Gereja tidak seperti orang Yahudi yang masih menanti Mesias terjanji; Gereja bahkan menghidupkan penantian Israelis itu ke dalam tingkat kenyataan yang sudah ada. Dan bukti kenyataan itu ialah Yesus Kristus. “….sekarang kita melihat dalam cermin… tetapi nanti dari muka ke muka ..” (1Kor: 13:12). Gereja menghayati penantian ini dalam sikap berjaga-jaga aktif dan sadar penuh kegembiraan, karena itu Gereja berdoa. Maranatha, Datangah Tuhan Yesus (Why. 22:17.20). Jadi merayakan advent berarti merayakan misteri Allah, Dialah pokok pengharapan kita (Rom.8:24-25).
Sejak minggu I masa Advent, Mzm. 24/25 selalu didengungkan. Bunyinya, “Kepada-Mu ya Tuhan aku mengangat jiwaku; Allahku, kepada-Mu aku memasrahkan diri supaya aku tidak terkacaukan. Musuh-musuhku tak akan merasa senang atas aku. Barang siapa berharap pada-Mu, tak pernah dikecewakan”.
Mari Menyambut Natal
Rangkaian permenungan selama 3 pekan pertama mempersiapkan dan mengarahkan umat beriman untuk masuk dalam renungan tentang perayaan misteri Natal Tuhan kita Yesus Kristus. Natal dan Epifania pada dasarnya adalah satu perayaan dengan obyek peringatan yang sama yakni: Misteri Inkarnasi Sang Sabda. Akan tetapi perayaannya berbeda antara Gereja Barat dan Timur. Perbedaan ini menjadi tegas sejak akhir abad keempat di mana Natal bagi Gereja Barat adalah 25 Desember dan bagi Gereja Timur 6 Januari.
Awal Mula Perayaan Natal
Sejarah mencatat bahwa pada tahun 336 perayaan Natal diadakan di Roma pada tanggal 25 Desember. St.Agustinus pun mencatat tanggal yang sama dirayakan di Afrika Utara. Dalam perkembangan selanjutnya melewati Italia Utara dan Spanyol dan menjadi satu perayaan besar di dalam Tahun Liturgi Gereja. Santo Yohanes Krisostomus di dalam kotbahnya menegaskan bahwa perayaan natal 25 Desember itu berbeda aspeknya dari perayaan Epifania pada 6 Januari, menurut pemahaman Gereja Barat. Pertanyaannya, mengapa justru dipilih tanggal 25 Desember?
Para ahli memperkirakan sekitar 8-6 BC (Sebelum Masehi). St. Yohanes Krisostomus berargumentasi bahwa Natal memang jatuh pada tanggal 25 Desember, dengan perhitungan kelahiran Yohanes Pembaptis. Karena Zakaria adalah imam agung dan hari silih (Atonement) jatuh pada tanggal 24 September, maka Yohanes Pembaptis lahir tanggal 24 Juni dan Kristus lahir enam bulan setelahnya, yaitu tanggal 25 Desember.
Banyak juga orang yang mempercayai bahwa kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember adalah berdasarkan tanggal winter solstice (25 Desember dalam kalendar Julian). Pada tanggal tersebut matahari mulai kembali ke utara. Dan pada tanggal yang sama kaum kafir /pagan berpesta “Dies Natalis Solis Invicti” (perayaan dewa Matahari). Pada tahun 274, kaisar Aurelian menyatakan bahwa dewa matahari sebagai pelindung kerajaan Roma, yang pestanya dirayakan setiap tanggal 25 Desember. Semua ini merupakan spekulasi.
Jadi terus terang tak bisa dipastikan apakah Yesus dilahirkan pada tanggal tersebut. Yang paling banyak diterima adalah bahwa Gereja mengambil alih tanggal tersebut dari pesta kafir bangsa Romawi yang terkenal dengan ungkapan, “Dies Natalis (Solis) invicti”, Hari Raya Kelahiran Dewa Matahari yang tak Terkalahkan di atas. Nah, untuk menjauhkan umat beriman dari gagasan yang kafir itu, Gereja menggantinya dengan misteri kelahiran Yesus Kristus, sebagai Sang Matahari Sejati yang menerangi setiap insan. Selain dari itu, ketetapan tanggal perayaan natal tersebut dipertegas sebagai tantangan balasan terhadap bidaah-bidaah Kristologis, lewat Konsili Nicea, Efesus, Kalcedonia dan Konstatinopel dalam abad keempat dan kelima.
Masalah pokok dalam bidaat Kristologis bukannya menyangkal tentang kebenaran iman bahwa ada dua kodrat dalam Satu Pribadii Yesus, melainkan tentang bagaimana kedua kodrat itu (Ilahi dan insani-manusiawi) menyatu dalam diri Yesus. Ada dua Bidaat yang terkenal yaitu Nestrorianisme, yang dipelopori oleh Nestorius. Menurutnya Kristus punya dua kodrat yang berdiri sendiri. Persatuan keduanya adalah persatuan yang semu saja. Bidaat ini dikutuk dalam Konsili Efesus, 431. Di dalamnya ditegaskan bahwa persatua kodrat Allah dan manusia dalam diri Yesus adalah persatuan yang sungguh-sungguh, unio hypotatis. Pembela ajaran Gereja ini adalah Sirilus, Uskup Alexanderia.
Bidaat yang kedua adalah Monophysisme, dengan pelopornya Eutyches, yang mengajarkan bahwa dua kodrat itu begitu erat sehingga kodrat manusia Kristus melebur dalam kodrat ilahinya, sehingga dalam diri Kristus yang ada adalah satu kodrat saja, kodrat Ilahi. Bidaat ini dikucilkan oleh Konsili Kalcedon, 451. Di dalamnya ditegaskan kembali ajaran Gereja bahwa dalam diri Kristus ada dua kodrat, Allah dan manusia. Yesus sungguh Allah dan sungguh Manusia.
Kembali ke perayaan Natal tadi, Santo Leo Agung meresmikan perayaan Natal sebagai kesempatan emas untuk memperteguh iman akan misteri Allah yang menjelma menjadi manusia.
Struktur Perayaan Natal
Masa Natal dihitung mulai ibadat sore I Hari Raya Natal sampai hari Minggu sesudah Epifania, yang biasanya merupakan pesta Pembaptisan Tuhan, tetapi sekaligus juga sebagai Hari Minggu Biasa I. Strukturnya diatur sebagai berikut:
Beberapa Perayaan Selama Masa Natal
Berdasarkan penanggalan yang tertua, beberapa pesta orang kudus dirayakan segera sesudah Natal, yakni Santo Stefanus,martir, Santo Yohanes, rasul dan Pengarang Injil,kanak-kanak suci, martir. Ketiga pesta dalam oktaf Natal ini disebut Comites Christi, yakni para pengiring Kristus. Selanjutnya, Hari Minggu di dalam oktaf Natal dirayakan Pesta Keluarga Kudus. Perayaan ini muncul dari Kanada, abad XIX. Keluarga suci di Nasareth sangat disadari sebagai pelindung semua keluarga kristiani dari berbagai ancaman dunia.
Kisah Perayaan pada 1 Januari
Kaisar Julius Caesar pada tahun 46 SM memindahkan awal tahun baru dari 1 Maret ke 1 Januari. Bangsa kafir Romawi merayakan pesta Tahun Baru pada 1 Januari ini sambil menghormati dewa Yanus Bifronte dengan sukaria yang besar, bercampur tahyul dan kemesuman. Gereja segera mengambil kebijaksanaan khusus untuk melindungi umat beriman dari praktik kafir ini dengan mengadakan puasa dan Ekaristi khusus supaya terhindar dari dewa-dewa kafir. Gereja segera mengisi tanggal 1 Januari dengan pesta Maria yakni Maria Bunda Allah. Sejak abad VI dirayakan pula dengan pesta Tuhan Yesus disunat. Namun sejak pembaharuan penanggalan tahun 1969 dibuatlah ketetapan sebagai berikut: Pada tanggal 1 Januari, dalam Oktaf Natal, dirayakan Solemnitas Maria Bunda Allah, dimana dikenang pula pemberian nama Yesus.
Epifania, Hari Raya Penampakan Tuhan
Epifania atau Teofania (Yun.) berarti pernyataan diri dengan penuh keagungan, kekuatan dan kewibaan pribadi. Biasanya dikenakan pada raja atau kaisar atau penguasa besar yang datang. Sering dipakai juga untuk penampakan keilahian atau karya-karya Allah yang menakjubkan. Di Gereja Timur, ungkapan epifania hanya untuk Misteri Natal: Penampakan keilahian Tuhan dalam rupa daging manusia.
Pesta Pembaptisan Tuhan
Sejak awal mula, Misteri Pembaptisan Tuhan dan Pernikahan di Kana bergabung dalam satu perayaan yakni Epifania. Namun sejak dahulu ditetapkan bahwa Pesta Pembaptisan Tuhan dirayakan tersendiri pada hari Minggu sesudah perayaan Epifania. Para bapak Gereja telah melihat betapa besar nilai teologi keselamatan yang terkandung dalam perayaan ini, terutama karena terdengarnya suara dari surga: “Inilah PuteraKu tercinta yang sungguh berkenan kepadaKu (Mat. 3:17). Nilai lain adlah turunnya Roh Kudus dalam rupa burung Merpati ke atas Yesus. Ini sungguh menunjukkan nilai pengurapan Yesus serta tugas misionernya menjelang tampil di hadapan umum untuk mewartakan dan menghadirkan Kerajaan Allah.
Beberapa Unsur Simbolis seputar Natal
Untuk membangun kontak dengan Misteri Natal, ada tradisi dalam Gereja kita yaitu membangun kandang natal, baik di Gereja maupun di rumah-rumah keluarga. Kandang Natal di rumah keluarga dapat menjadi tempat di mana keluarga berhimpun untuk berdoa bersama, membaca Kitab Suci dan merenungkan tentang misteri kelahiran Yesus.
Mengapa Kandang Natal?
Perjalanan Yusuf dan Maria dari Nazaret menuju Betlehem untuk melakukan pendaftaran diri dalam memenuhi perintah Kaisar Agustus, membuat mereka harus mencari tempat bermalam dadakan, karena Bunda Maria ternyata harus segera bersalin. Tidak lagi tersedianya tempat yang layak di rumah penginapan, membuat Bunda Maria melahirkan Puteranya (yang kelahirannya telah diberitahukan sebelumnya oleh malaikat Allah sendiri), di sebuah kandang hewan.
Di dalam kandang itu ditempatkanlah ornamen-ornamen Natal: keledai di atas jerami diapiti hewan lain, domba, para gembala, Maria dan Josep. Namun semua ornamen itu tak ada artinya kalau tak ada ornamen yan satu ini, sang Bayi Natal. Di samping itu sebuah bintang besar berwarna keperakan yang biasanya diletakkan di atap bangunan kandang itu. Di dalam gelapnya kepedihan hidup, dinginnya ketidakberdayaan melawan kuasa dosa, ego, dan penderitaan akibat godaan si jahat, manusia amat merindukan hadirnya Terang yang membawa kehangatan dan harapan.
Di samping ada kandang Natal, ada juga kebiasaan umat untuk memasang pohon Natal. Pohon Natal ini menjadi simbol yang mengingatkan kita akan pohon yang tumbuh di taman Eden, maupun pohon salib, yang mendapat makna kristologis: Kristus adalah pohon hidup sejati, lahir dari Tunggul insani, dari Perawan Maria, pohon yang selalu hijau dan berbuah lebat.
Tradisi kendang Natal sendiri berasal dari St. Fransiskus Asisi. Pada tahun 1223, tiga tahun sebelum kematiannya, Santo Fransiskus merayakan Natal atas cara yang unik. Di Greccio, Fransiskus mengundang semua penduduk untuk mementaskan adegan kelahiran Yesus, dengan situasinya seperti terjadi di Guat Betlehem: ada Maria dan Josep, ada gua, hewan-hewan, dan situasi kemiskinan di Betlehem.
Dalam Masa Natal, ada penghormatan khusus yang diserasikan dalam liturgi misalnya penghormatan terhadap kanak-kanak tak berdosa yang menjadi martir (28 Desember), peringatan nama Yesus yang tersuci (13 Januari), perayaan Keluarga Kudus (Minggu dalam oktaf Natal atau tanggal 30 Desember). Vigili 31 Desember malam menjelang tahun baru dengan (sering dengan devosi khusus kepada Sakramen Maha Kudus) dan Pujian Te Deum dapat diselaraskan dengan isi liturgis oktaf Natal sebagai persembahan penuh syukur tahun baru kepada Tuhan sebagai saat keselamatan. Salah satu bentuk kesalehan umat di seputar hari raya Penampakan Tuhan adalah pemberkatan rumah dengan menandai jenang-jenang pintu dengan salib keselamatan, angka tahun yang baru, dan huruf pertama nama ketiga orang majus (C+M+B) yang juga ditafsirkan sebagai Christus Mansionem Benedicat (Semoga Kristus memberkati rumah ini), dilengkapi dengan prosesi anak-anak sebagai kesempatan mengumpulkan bingkisan untuk karya amal dan misi.** * (Dari berbagai sumber)