Media Pembelajaran Dalam Pendidikan Agama Katolik

Drs. Fransiskus Sili, M.Pd, Pengawas Ahli Madya Kementrian Agama Kota Manado)

Oleh: Drs. Fransiskus Sili, M.Pd, Pengawas Ahli Madya, Kementrian Agama Kota Manado

 

PENDAHULUAN

 

Dalam perkembangan teknologi pendidikan dewasa ini kita memahami bahwa proses belajar-mengajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesanmelalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan.  Media merupakan salah satu aspek pembelajaran yang sangat menentukan berhasilnya proses belajar-mengajar.

Demikian pula  Pendidikan Agama Katolik sebagai salah satu bentuk katekese sekolah merupakan suatu kegiatan komunikasi karena melalui katekese kita menyampaikan pesan khusus dari Allah untuk keselamatan manusia (Beding, 1997). Supaya pesan-pesan pewartaan (pesan Allah) bisa diterima oleh guru sendiri dan peserta didik maka sangat diperlukan media yang tepat untuk menyampaikannya.

Apabila kita mencermati dan membaca tanda-tanda  jaman sekarang ini satu dimensi peradaban manusia yang menonjol adalah adanya akselerasi (percepatan) perkembangan  teknologi komunikasi masa. Pengaruhnya bersifat dualisme (ambigu). Di satu pihak ada dampak positifnya tetapi di lain pihak ada dampak negatifnya. Begitu banyak media, baik cetak maupun elektronik yang sangat mempengaruhi  kehidupan dengan menawarkan nilai-nilai baru baik yang mendorong pertumbuhan maupun yang menantang/merongrong iman.

Berdasarkan gagasan-gagasan di atas maka sangat terasa kemendesakan para pelaku pendidikan khususnya pendidikan Agama Katolik untuk mempergunakan pelbagai media pembelajaran yang tersedia dewasa ini supaya pesan-pesan keselamatan dari Allah semakin menjadi bagian dari dinamika hidup beriman kita bersama.

Secara garis besar makalah ini akan membahas tentang  pengertian media pembelajaran-Pendidikan  Agama Katolik;  peranan dan fungsi serta karakteristik  media pembelajaran; pemilihan dan penggunaan media pembelajaran. Pada bagian akhir secara khusus akan dibahas mengenai dua media komunikasi masa yakni televisi dan video yang sangat pesat perkembangannya dewasa ini.

 

1   SELAYANG PANDANG HAKEKAT MEDIA PEMBELAJARAN AGAMA KATOLIK

 

1.1. PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN

Kata  media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secfara harafiah berarti perantara atau pengantar. Dalam sistem komunikasi media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.

Association of Education and Communiation Technology (AECT) di Amerika memberikan batasan  media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne  (1970) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah  pelbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat  fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Sedangkan National Education Association  (NEA) mengatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik cetak maupun audiovisual serta peralatannya.  Melihat beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman, 1993:7). 

 

1.2. HAKEKAT PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti yang dilaksanakan sekarang ditempatkan dalam semangat Pendidikan nasional dan semangat Pendidikan Katolik. Kegiatan pembelajarannya dirancang dengan pola katekese agar para peserta didik dapat memahami, meyadari dan mewujudkannya imannya dalam kehidupan konkret sehari-hari. Karena itu pengetahuan agama bukanlah hasil akhir yang ingin dituju. Pengetahuan yang dimiliki peserta didik harus dapat diaktualisasikan dalam tindakan nyata dan sikap keseharian yang sesuai dengan tuntutan ajaran iman Katolik (Berbuah dalam Yesus, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, 2023: 9). Tujuan Pendidikan agama Katolik adalah membangun kompetensi peserta didik sebagai pribadi beriman, memekarkan dan menumbuh-kembangkannya menjadi pribadi kristiani yang berlandaskan pada  iman akan Yesus Kristus. Karena pendidikan yang sejati harus meliputi pembentukan pribadi manusia seutuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir dari manusia dan sekaligus pula kesejahteraan umum dan masyarakat, maka peserta didik dan kaum muda hendaknya dibina sedemikian sehingga  dapat mengembangkan aneka bakat fisik, moral dan intelektual secara harmonis agar mereka memperoleh rasa tanggungjawab yang lebih sempurna dan dapat menggunakan kebebasan mereka dengan benar, dan terbina pula untuk berperan serta secara aktif dalam kehidupan sosial (KHK art. 795). Meski terjadi perubahan kurikulum dari masa   ke masa namun terdapat kesamaan dalam hakekat yang menyatakan bahwa hakekat Pendidikan Agama Katolik adalah: usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan  terhadap TYME sesuai dengan agama Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Secara lebih operasional dikatakan bahwa pendidikan agama Katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan siswa berinteraksi (berkomuniukasi) tentang pemahaman, pergumulan dan penghayatan iman.  Interaksi tersebut mengandung unsur pengetahuan iman, pergumulan iman dan penghayatan iman. Dengan kemampuan berinteraksi  melalui unsur-unsur tersebut  diharapkan iman siswa semakin diperteguh.

 

1.3. PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA  KATOLIK   

 

Melihat pengertian media pembelajaran dan hakekat PAK, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran pendidikan Agama Katolik adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan dan menghadirkan Allah dan pesan-pesan-Nya kepada umat beriman dalam lingkup sekolah, terlebih guru dan siswa, sehingga mereka mampu berinteraksi (berkomunikasi) tentang imannya, dengan demikian diharapkan iman  mereka semakin berkembang dan diteguhkan menurut ajaran iman Katolik, dengan tetap memperhatikan penghoramatan terhadap agama lain dalam membina  kerukunan antar umat beragama  dan mewujudukan persatuan nasional

 

2. PERANAN DAN FUNGSI MEDIA DALAM PEMBELAJARAN-PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

 

2.1. PERANAN

Sudah diungkapkan di atas bahwa dalam proses belajar-mengajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi. Dalam proses itu ada sumber, isi, media dan penerima pesan. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada dalam kurikulum; sumber pesan bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media; salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesan adalah siswa dan/atau guru.

Pesan berupa isi ajaran dan didikan yang ada dalam kurikulum diruangkan oleh guru atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi baik simbol verbal (kata-kata ataupun tertulis) maupun simbol-simbol non-verbal atau visual. Proses penuangan pesan ke dalam simbol-simbol komunikasi disebut encoding . Selanjutnya  penerima pesan menafsirkan simbol-simbol komunikasi sehingga diperoleh pesan. Proses penafsiran simbol-simbol komunikasi yang mengandung pesan-pesan tersebut disebut decoding  (Sadiman, 1993:12).

Ada kalanya penafsiran tersebut berhasil, ada kalanya tidak. (lih. dlm. Lamp. Gambar 1 dan 2). Pada gambar 1 kita melihat kegagalan proses komunikasi belajar. Guru menyampaikan pesan A, dari kelima siswa hanya siswa 1 yang tepat menafsirkannya. Tiga di antaranya kurang tepast (A1,A2, A3) sedang satu lainnya (n) salah sama sekali. Penerimaan dan penafsiran yang gagal  disebabkan karena beberapa faktor penghambat (sering disebut barries atau  noises), yakni, hambatan psikologis (misalnya : minat, sikap, pendapat, kepercayaan, intelegensi, pengetahuan);  hambatan biologis/fisik (mis: kelelahan, sakit, keterbatasan daya indera dan cacat tubuh; hambatan kultural (mis: perbedaaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai panutan); dan hambatan lingkungan (mis: tempat yang tenang, sejuk, nyaman, bising, panas, berjubel, dll).

Karena adanya pelbagai jenis hambatan tersebut, baik dari guru maupun siswa, baik sewaktu mengencode pesan maupun mendecodenya, proses komunikasi belajar-mengajar seringkali berlangsung secara tidak efektif dan efisien.    

Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Di dalamnya memperlihatkan  proses komunikasi yang berhasil berkat ikut sertanya media dengan proses belajar–mengajar. Sumber pesan bisa penulis buku, pelukis, fotografer, produser dan guru sendiri. Medianya bisa berupa buku, poster, foto, program kaset video, film, kaset video. Pesan A yang disampaikan oleh guru maupun media dan sumber pesan ditafsirkan sebagai A pula oleh para siswa.

Atau mungkin juga guru tak banyak berperan karena proses belajar mengajarnya terjadi dalam jarak jauh. Pada situasi seperti ini penulis buku, modul, atau produser program audio, video maupun film merupakan sumber pesan. Siswa berinteraksi dengannya secara tak langsung lewat media-media yang mereka buat.

2.2.  FUNGSI

Secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan atau fungsi sebagai berikut (Sadiman, 1993:16-17):

a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya inderaseperti misalnya: Objek yang terlalu besar-bisa digantikan dengan realita, gambar, film atau model; Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar;  Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelaps atau high-speed photography; Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman  film, video maupun secara verbal; Objek yang terlalu kompleks , misalnya mesin-mesin dapat disajikan dengan model, diagram; Konsep yang terlalu luas, misalnya gurung berapi, gempa bumi, iklim, dll dapat divisualisasikan dalam bentuk film, gambar, dll.  

c. Memperjelas  pesan-pesan  yang abstrak. Misalnya untuk menyampaikan nilai-nilai hidup dan religius dapat dipakai film, gambar, foto yang mengungkapkan kisah, kejadian hidup-religius.

d. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik.  Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: menimbulkan kegairahan belajar; memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan; dan memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

e. Perbedaan latar-belakang guru dan siswa. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilmana semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila latar-belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda, masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam: memberikan perangsang yang sama; mempersamakan pengalaman; dan menimbulkasn persepsi yang sama.

 

2. KARAKTERISTIK MEDIA PEMBELAJARAN

 

Dalam dunia pendidikan media atau bahan sebagai sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional di samping pesan, orang, teknik latar dan peralatan. Sebelum dikemukakan mengenai karakteristik media pembelajaran  terlebih dahulu harus dimengerti dan dibedakan antara media dan peralatan. Media atau bahan adalah perangkat lunak (software) berisi pesan atau infromasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan mempergunakan peralatan. Sedangkan peralatan atau perangkat keras (hardware) sendiri merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang terkandung pada media tersebut (AECT, 1977). Berdasarkan pertimbangan praktis berikut ini karakteristik beberapa jenis media yang lazim dipergunakan dalam kegiatan belajar-mengajar khususnya di Indonesia  termasuk pendidikan Agma (Janssen, 1997:98-129).

 

3.1. MEDIA VISUAL

Media   visual adalah media yang dapat dilihat dengan mata. Secara garis besar  dapat dibedakan menjadi dua yaitu: visual langsung dan visual tak langsung. Dapat dibedakan  menadi:

A. Media Visual  langsung/alamiah: adalah benda-benda yang asli atau tiruan ataupun suatu kegiatan langsung, yang diperankan oleh guru dan/atau siswa.

1. Media langsung mis: alat-alat misa dan  gedung gereja.

2. Media alamiah / alam lingkungan, mis: alam, binatang, dan tumbuhan

3. Demonstrasi atau display.

4. Permainan dan simulasi.

5. Pameran atau museum.

6. Dramatisasi: tablo, sandiwara, dan lawak.

B. Media Visual tak langsung dapat dibedakan menjadi:

1.  Media dasar :  

✍ Papan tulis dan perlengkapnnya,

✍ Papan planel (Flannel board): sebuah papan yang dibungkus dengan kain planel a.l: papan planel lipat, papan planel yang dipegang.

✍ Papan berita/pengumuman/ buletin (buletin board).  

2.  Buku pelajaran. (Buku GBPP, Buku guru, buku siswa dan buku referensi lainnya).

3. Media Grafis. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Media grafis juga punya karakteristik secara khusus untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin  akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Jenis-jenis media grafis di antaranya  :

Gambar/foto: media yang mempunyai dua dimensi atau ukuran panjang lebar.

Sketsa: gambar sederhana tetapi dapat melukiskan sesuatu objek dengan jelas.

Bagan-chart: media untuk menyajikan ide-ide atau konsep yang sulit bila hanya disampaikan secara tertulis atau lisan  a.l: bagan keadaan bagan lukisan, bagan pertumbuhan, bagan organisasi atau aliran, bagan diagramatik, bagan perbandingan/perbedaan bagan petunjuk/penuntun, bagan waktu, bagan lipaatan, bagan pandang tembus. Bagan-bagan  tersebut dapat ditampilkan secara bertahap atau sekaligus. Kalau bertahap dipakai  flip chart (bagan urutan-bertahap). Kalau sekaligus dapat berupa  tree chart (bagan pohon ), flow chart (bagan arus), time line chart (bagan garis waktu), stream chart(bagan arus kebalikan bagan pohon).

Diagram: media dalam bentuk garis atau simbol-simbol yang geometris konvensionalyang menggambarkan struktur dari objek.

Grafik (graph): media yang menggunakan titik-titik, garis untuk menyampaikan suatu informasi statistik yangt saling berhubungan. Macam-macam grafik: Circle graph (lingkaran), line graph (garis), bar graph/histogram (batang) dan pictograph (piktogram).

Kartun: media yang menggunakan gambar interpretatif dengan menggunakan simbol secara cepat, tegas dan kadang lucu (humor). 

Poster: gambar atau bentuk tulisan yang berisikan/bermaksud memberikan suatu informasi atau pemberitahuan atau peringatan.

Peta dan globe: media yang menyajikan tempat atau data-data lokasi.

3.2. MEDIA AUDIO

Berbeda  dengan media visual, media audio berkaitan denagn indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan  dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal maupun non verbal.

Beberapa jenis media audio antara lain: radio, alat perekam pita         (magnetic tape recording) yang lazim disebut tape recorder, piringan hitam, dan laboratorium  bahasa).

 

3.3. MEDIA PROYEKSI

Media proyeksi diam (still proyected medium). Bahan-bahan media grafis banyak dipakai dalam media proyeksi diam. Pada media grafis dapat secara langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan, pada media proyeksi harus diproyeksikan dengan proyektor. Ada kalanya media ini disertai  rekaman audio, tapi ada pula yang hanya visual saja.  Jenis-jenis media proyeksi diam antara lain :

A. Film bingkai (Slide), dibuat biasanya dengan ukuran 35 mm. Slide sebagai bentuk komunikasi dari serangkaian foto, lalu diproyeksikan bersamaan dengan pita kaset yang berisikan komentar tentang isi dan maksudnya, serta musik dan suara

B. Film strip (film rangkai), hampir sama dengan slide. Film stripe  menyajikan sesuatu peristiwa atau kejadian secara berurutan. Penjelasan dapat menggunakan buku pedoman, tulisan di bawah gambar atau komentar dari guru.

C. Overhead proyektor (OHP), alat ini cukup banyak dipakai dalam pelbagai kesempatan penyampaian pesan melalui lembar transparan yang berisi ide-ide (tulisan, gambar, skema, prta) kemudian diproyeksikan.  

D. Mikro film; terdiri dari film ukuran 16 mm, yang ditampilkan frame demi frame sesuai dengan halamn buku atau bahan grafis, dll.

E. Proyektor tak tembus pandang (opaque proyektor)disebut demikian karena yang diproyeksikan bukan bahan transparan, tetapi bahan-bahan tidak tembus pandang (opaque). Benda-benda datar, tiga dimensi seperti mata uang, model, serta warna dan anyaman dapat diproyeksikan; mikrofis.

F. Film, merupakan sarana yang berfungsi sebagai ekspresi representasi dan komunikasi. Media ini sangat digemari.

G. Komputer/laptop media ini adalah  media yang pada de4wasa ini dalam dunia pendidikan mulai memegang peranan yang penting untuk mengakses pelbagai informasi maupun untuk penyimpanan dan pengolahan data.

H. Televisi. Televisi adalah media yang menyampaikan pesan-pesan  secara audio-visual disertai unsur gerak. Media ini termasuk media masa dengan menampilkan pelbagai pilihan program acara.

I. Video/VCD/LCD. Media ini menyampaikan pesan yang bersifat fakta ataupun fiktif, dengan rupa-rupa pilihan progam dalam bentuk kaset video atau CD.  

Semua media ini dapat disiapkan secara manual tetapi dapat diakses secara digital berkat kemajuan teknologi informasi dan media pembelajaran.  

 

4. PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN AGAMA KATOLIK

4.1. DASAR PERTIMBANGAN

Pembinaan dan pewartaan iman dalam Gereja dengan menggunakan media menjadi perhatian yang besar. Dokumen Evangelii Nuntiandi menyatakan bahwa “Gereja akan merasa bersalah jika tidak memanfaatkan sarana-sarana yang ampuh ini, yang dari ke hari semakin dikembangkan dan disempurnakan  oleh kepandaian manusia. Melalui alat-alat tadi (pelbagai media) Gereja  mewartakan ‘dari atas atap rumah’ pesan yang diserahkan kepada Gereja untuk dijaga. Di dalam alat-alat tadi Gereja menemukan penjabaran secara modern dan efektif’ (EN 45). Demikian pula dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah penggunaan Media pembelajaran merupakan salah satu unsur yang tidak boleh diabaikan dalam proses belajar mengajar.  

Berikut ini adalah beberapa dasar pertimbangan pentingnya penggunaan media pembelajaran dalam PAK (Janssen, 1997:129-130):  

a. Ditinjau dari segi kateketis

Dalam pewartaan, sarana dan keperagaan sangat penting dalam mencapai tujuan. Hal ini sangat sesuai dengan yang dilakukan Yesus. Misalnya Yesus menggunakan perumpamaan-perumpaan dan simbol-simbol tertentu dalam pewartaan. Bahkan diri dan pribadi-Nya sendiri menjadi media pewartaan.  

b. Ditinjau dari segi psikologis

Banyak ahli berpendapat bahwa  75 % dari pengetahuan manusia masuk ke dalam otaknya melalui indera penglihatan. Gambaran mental yang terdapat dalam otak peserta akan lebih benar (sesuai kebenarannyas) jika dipandu atau dibantu dengan media pembelajaran.

c.  Ditinjau dari segi didaktis

Dengan media pembelajaran dapat memudahkan peserta dalam menerima dan memahami suatu materi yang disajikan sehingga tujuan yang diharapkan dalam pelajaran dapat tercapai. Dengan media pembelajaran memudahkan terjadinya korelasi, komunikasi antara peserta dengan guru.

d.  Ditinjau dari segi sosiologis.

Manusia pada hakekatnya tidak terlepas dari masyarakat dan lingkungannya. Dengan komunikasi yang terjadi dapat membawa manuia ke relasi yang lebih tinggi dengan penciptanya. Misalnya menggunakan alam sebagai media akan menghantar siswa untuk menyadari dan memhami dirinya sebagai ciptaan Allah.

e. Dalam konteks Kurikulum merdeka, pemilihan media pembelajaran disesuaikan hasil asesmen awal atau asesmen diagnostik, baik yang kognitif maupun yang non kognitif.  Hasil asesmen awal kiranya membantu guru merancang dan melaksanakan pembelajaran secara berdiferensiasi. Dan difirensiasi yang dimaksud akan berkaitan dengan kontens, proses dan  produk.

 

4.2.  KRITERIA PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN

Berdasarkan dasar pertimbangan di atas maka sangat perlu untuk menentukan dan memilih media pembelajaran dengan tepat dan benar. Maka perlu adanya kriteria pemilihan media. Dalam pemilihan media pembelajaran dikenal dua jenis media, yakni media yang sudah siap pakai (media by utilization), dan media rancangan (media by design). Untuk menggunakan media dalam pembelajaran perlu diperhatikan dasar dan kriteria pemilihannya. Dasar pertimbangan untuk memilih media sangatlah sederhana, yaitu dapat memenuhi kebutuhan atau dapat membantu pencapaian tujuan pembelajaran. Mc. Connel (1974) mengatakan bila media itu sesuai pakailah, “If The Medium Fits, Use it!”.

Menurut Sadiman (1993) pertanyaan-pertanyaan praktis yang dapat diajukan dalam rangka pemilihan media  adalah:  

a. Apakah media yang bersangkutan relevan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai?

b. Apakah ada sumber informasi, katalog, dsb mengenai media yang bersangkutan?

c. Apakah perlu dibentuk tim untuk mereviu yang terdiri dari para calon pemakai?

d. Apakah ada media di pasaran yang telah divalidasikan?

e. Apakah media yang bersangkutan boleh direviu terlebih dahulu?

f. Apakah tersedia format reviu yang sudah dibakukan?

Sedangkan menurut  Dick dan Carey (1978) menyebutkan bahwa di samping kesesuain dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media yakni:

a. Ketersediaan sumber  setempat Apakah media tersebut ada dan bisa diadakan?

b. Apakah untuk membeli dan memproduksinya  ada dana, tenaga dan fasilitasnya?  

c. Keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama.

d. Efektifitas biayanya dalam waktu yang panjang.

Dalam penggunaan media (khususnya media komunikasi) untuk pewartaan iman (termasuk dalam PAK) instruksi Pastoral Aetatis Novae (oleh dewan kepausan untuk komunikasi sosial  pada tanggal 18 Maret 1992) menyatakan  bahwa segala bentuk media dipergunakan untuk: melayani perkembangan pribadi manusia, melayani dialog dengan dunia, mengabdi jemaat manusia dan kemajuan, persatuan Gerejani dan melayani suatu evangelisasi baru.

 

5. MEDIA TELEVISI DAN VIDEO/VCD

 

Di antara beberapa media komunikasi massa yang berkembang saat ini setidaknya minimal ada dua media (masih terbuka lagi dengan media yang lain)  yang sangat mempengaruhi mentalita dan perilaku anak dan remaja. Kedua media tersebut adalah televisi dan video. Dua media ini dengan kekuatan audio-visualnya  membuat orang (anak dan remaja) menghabiskan waktunya berjam-jam untuk menikmati sajian-sajian televisi dan video. Tak bisa dipungkiri sajian-sajian program yang ditampilkan sarat dengan nilai-nilai baru, baik yang merongrong maupun membangun iman, mental  dan kepribadian dari mereka yang menontonnya.  Sehingga Beding (1997) mengatakan: “Awas Narkotika Elektronik: TELEVISI”.  

5.1. MEDIA TELEVISI

Menurut Pater Rudy Hofmann SJ dalam penelitiannya terhadap acara RCTI disimpulkan beberapa tesis:

a. Televisi mengiklankan dirinya sendiri: selama 10 jam pertama (50%) ada 24 macam iklan yang mempromosikan acara siaran yang akan ditayangkan pada waktu lain.  Beberapa iklan disiarkan lebih satu kali. Ini Berarti kita diajak untuk juga hadir pada acara-acara yang akan datang.

b. Ideologi televisi adalah ideologi konsumsi. Iklan sangat memainkan peranan yang penting. Dari tesis ini dapat dibuat beberapa rincian: berkat ilmu kini kecantikan bisa dibeli, keserasian keluarga tergantung dari produk yang kita beli, dunia remaja penuh gairah asal ada uang, hidup wajar berarti hidup mewah, kebahagiaan terbesar adalah kalau kita mendapat hadiah, sinetron adalah pameran masyarakat konsumsi sebagai latar belakang iklan dan gaya hidup ideal adalah gaya hidup Amerika.

c. Kita dimanipulir oleh Televisi lewat suasana: hal ini dibuktikan dengan delapan iklan di mana produk yang diiklankan sama sekali tidak tampak. Kebetulan tujuh dari delapan iklan ini mempromosikan rokok dan yang kedelapan bir.

d. Televisi menciptakan ketakutan yang membenarkan senjata canggih : ada 16 iklan yang menawarkan film (bisa dibayangkan betapa banyak tayangan yang menciptakan rasa takut).

e. Televisi mnempopulerkan kebudayaan. Dari segi lain televisi mampu berbuat baik. Ada film yang mutunya baik.

f. Ideologi iklan dapat ditertawakan oleh televisi. Ada beberapa acara yang tidak mendukung ideologi iklan.

g. Siaran agama bertentangan dengan ideologi iklan.  Contoh dalam siaran Hikmah fajar, pewawancara menceritakan Nabi yang mencium tangan kasar seorang pekerja. Padahal, menurut iklan tangan haluslah yang perlu kita dambakan.

h. Renungan harian kurang mendapat perhatian. Jam tayang bukan pada jam banyak orang menontonnya. Kemasan programnya tidak seperti sinetron atau hiburan. Siaran agama rating paling rendah.

i. Selain siaran agama, sebagian besar acara menganut ideologi yang seirama dengan ideologi iklan.

Kecuali hal-hal di atas masih ada beberapa ideologi yang ditawarkan oleh media televisi a yang mesti kita cermati antara lain: Sukses tertinggi adalah sukses di pasaran, berbudaya artinya melayani selera turis, jika ingin sehat dan bahagia ikutlah KB, berita sebagai kendaraan slogan-slogan politik, penyakit masyarakat untuk mencuci tangan sendiri, kunjungan dari pusat membawa keselamatan, statistik adalah bukti yang paling akurat.

Dari kemacamragaman ideologi yang ditawarkan televisi nampaknya yang paling menonjol adalah pengaruh iklan. Iklan mempunyai daya yang luar biasa sehingga mampu menciptakan “suasana magis”. Iklan bisa menjawab pertanyaan dasar manusia : bagaimana hidup bahagia itu? Ideologi iklan adalah hidup bahagia terletak pada pemenuhan kebutuhan jasmani semata. Sedangkan agama mengjarkan bahwa hidup bahagia adalah percaya dan menyerahkan sepenuhnya hidup ini pada Allah.  Tidak mengherankan apabila Sut Jhally, pengarang buku The Codes Consumer Society: Fetishism and the Political  Economy of Meaning  in the Consumer Society, menyebut iklan  sebagai “semacam agama”. Ini menjadi salah satu tantangan terbesar bagi agama-agama dan Gereja, termasuk dalam dunia pendidikan Agama.    

 

5.2. VIDEO/VCD

Media video dan dalam rupa-rupa peralatan dan bentuknya (kaset dan vcd) ikut mewarnai dinamika hidup orang jaman sekarang.  Berikut beberapa hal yang kita bisa cermati dari video (khususnya permainan video/PV):

a. Potensi positif: unsur kelucuan (mis : Top Games Playstation 1999, A Bug’s Life, Animaniacs Ten Pin Alley, Jo’s Bizzare Adventure, dll); kepahlawnan (mis: Final Fantasy VIII Resident Evil 3:Nemesis); Berbagai macam pengetahuan(Expert Pool, Winning Eleven, Fifa 99 dan 2000, NBA Live 2000  moto Race 2, dll);  Kemandirian dan pengenalan paraturan (mis: Top Games in the world 1990), aspek sosial: dapat mempererat dan mempersatukan serta komunikasi dalam keluarga.  

b. Potensi negatif: Menggunggulkan diri (Tom Raider, Syphonfilter, black and white).

Kekerasan, pembunuhan dan sadisme (mis; Duke Nukem, Time to Kill, Thrill Kill, Carmageddon,dsb); persihiran dan sanatisme (mis: Jade CoCoon); pemberontakan dan melawan hukum (mis: Road Rash); pornografi (mis: The Nomad Soul); aspek sosial: banyak permainan video dirancang untuk dimainkan seorang diri saja dan tidak punya komitmen sosial. Tanggung-jawab sebagai anggota masyarakat memudar, karena PV sangat kuat membentuk sikap individualitis.

 

5.3. SIKAP KITA ?

Realitas sosial tersebut di atas tentunya perlu kita cermati dan singkapi dengan bijaksana dan jernih.Kebijaksanaan dan ketajaman budi dalam penggunaan media secara khusus dituntut dari pihak para profesional di bidang komunikasi, orang tua, dan pendidik, karena keputusan mereka sangat mempengaruhi anak-anak dan orang muda, yang menjadi tanggung-jawab mereka dan akhirnya merupakan masa depan masyarakat (bdk.  Pesan Bapa Suci Yohanes Paulus II, pada hari komunikasi sedunia ke-38, 23 Mei 2004).

Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan  sebagai  sikap antisipatif dan kritis  terhadap dampak negatif televisi dan video.

A. Membuat refleksi dan analisis nilai

Misalnya kita membuat perbandingan  nilai-nilai agama dan nilai-nilai media (TV/V)

Nilai-nilai  Agama/ nilai-nilai media/

Tradisional Konsumsi

– menjadi – memiliki

– kecil/sederhana itu indah – besar/rumit

– cinta – nafsu/ekploitasi seks

– usia/kebijaksanaan  – keinginan

– lokal – impor

– kooperasi – persaingan

– kualitas – macam-macam/variasi

– hasil/isi – bungkus

– orientasi kepada yang lain – pada diri sendiri

– menyelamatkan – menggunakan

– memberi – mengambil

– dst.

 

B. Latihan bersikap kritis terhadap televisi, video dan media massa lainnya

Televisi, video dan dll merupakan hasil kepandaian manusia dan anugerah ilahi; Kita pergunakan sejauh menolong mencapai tujuan hidup yang berkualitas; Kita mengakui segi buruk dan baiknya (Ambil yang baik dan buang yang jahat); Kita merenungkan cara-cara industri televisi mempengaruhi jiwa kita sekaligus  merenungkan  cara Kristus yang mengundang agar kita mengikuti-Nya. Tondowijojo (1985)mengatakan: ”Keterampilan untuk dapat membeda-bedakan media dan membuat pilihan-pilihan  yang bertanggung-jawab perlu dilatihkan dalam  diri kaum muda, sehingga mereka dapat mengekspresikan dan mengkritik media yang mereka konsumsi. Kaum muda pengguna media komunikasi yang kritis dan apresiatif akan mampu memahami apa yang disajikan kepadanya.”  

 

C.  Pendampingan anak dan katekese audio-visual  

Dalam keluarga maupun dalam PAK di sekolah  kita bisa mengajak anak untuk menganalisis program televisi dan video. Misalnya belajar mengungkapkan kesan-kesan, memahmai cerita dan mengenal detil-detilnya, menemukan tema-tema, dan mengungkapkan pendapat pribadi anak terhadap tema yang ditemukan, kemudian membuat konfrontasi dengan nilai-nilai kritiani, selanjutnya membuat langkah konkrit yang harus dibuat.  Jadi bisa saja program televisi dan video dijadikan bahan pengajaran. Proses ini lazimnya disebut, katekese audio-visual.    

 

D. Pemilihan  program media alternatif

Tersedianya pelbagai program televisi, vcd, pv, majalah, koran, dsb yang sarat nilai kristiani  menjadi bahan yang bermanfaat apabila kita gunakan juga dalam PAK di sekolah. Kita mesti memperkaya model pembelajaran agama dengan model katekese audio-visual. Bisa juga dalam kesempatan lain: retret, rekoleksi, dan pembinaan iman lainnya.

E. Beberapa Catatan dan Kiat dalam Konteks Merancang Media dalam Kurikulum Merdeka

Dalam konteks Kurikulum Merdeka yang sedang dilaksakan saat ini, mnciptakan materi yang efektif dan menarik dapat membantu siswa memahami konsep-konsep penting dengan lebih baik. Berikut adalah beberapa kiat mudah untuk membuat media dan bahan ajar yang efektif dalam proses pembelajaran.

1. Pahami Tujuan Pembelajaran

Sebelum membuat media dan bahan ajar, sangat penting untuk memahami tujuan pembelajaran. Pertimbangkan apa yang ingin dicapai oleh siswa setelah menggunakan materi yang Anda buat. Dengan memahami tujuan ini, Anda dapat menyusun materi yang sesuai dan fokus pada konsep-konsep kunci.

2. Gunakan Bahasa yang Jelas dan Mudah Dipahami

Pilih kata-kata dan frasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh target audiens. Hindari penggunaan jargon atau istilah teknis yang dapat membingungkan siswa. Media dan bahan ajar yang menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami dapat membantu siswa memahami konsep tanpa kesulitan.

3. Visualisasi yang Menarik

Manfaatkan kekuatan visualisasi dalam pembuatan media pembelajaran. Gambar, diagram, dan grafik dapat membantu siswa memahami konsep dengan lebih baik. Pastikan visualisasi yang Anda pilih relevan dengan materi yang diajarkan dan tidak membingungkan.

4. Interaktif dan Partisipatif

Bahan ajar yang bersifat interaktif dan partisipatif dapat meningkatkan keterlibatan siswa. Pertimbangkan untuk menyelipkan pertanyaan, latihan, atau tugas ke dalam materi Anda. Hal ini dapat merangsang pemikiran kritis dan memastikan bahwa siswa benar-benar memahami materi.

5. Gunakan Teknologi dengan Bijak

Manfaatkan teknologi sebagai alat bantu dalam pembuatan media. Video, animasi, dan platform pembelajaran online dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih menyenangkan dan menarik. Namun, pastikan untuk menggunakan teknologi dengan bijak dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.

6. Sesuaikan dengan Gaya Belajar Siswa

Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Beberapa siswa mungkin lebih suka belajar melalui visual, sementara yang lain lebih suka pembelajaran auditori atau kinestetik. Sesuaikan media Anda agar sesuai dengan berbagai gaya belajar sehingga dapat mencakup kebutuhan semua siswa.Gaya belajar merujuk pada hasil asesmen awal.

7. Evaluasi dan Perbaiki Secara Berkala

Setelah media dan bahan ajar digunakan, lakukan evaluasi terhadap efektivitasnya. Mintalah umpan balik dari siswa dan perbaiki materi jika diperlukan. Proses ini dapat membantu Anda terus meningkatkan kualitas materi pembelajaran yang Anda buat.

Dengan mengikuti kiat-kiat di atas, Anda dapat membuat media dan bahan ajar yang lebih efektif dan memudahkan proses pembelajaran. Keselarasan antara materi yang jelas, visualisasi yang menarik, dan interaktivitas dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif dan produktif bagi siswa.

8. Fleksibilitas dalam Penggunaan

Pastikan bahwa media dan bahan ajar yang Anda buat dapat digunakan dengan fleksibel di berbagai konteks pembelajaran. Bahan yang dapat diakses secara online atau offline memberikan kemudahan aksesibilitas bagi siswa. Ini juga memungkinkan guru untuk mengintegrasikan materi ke dalam berbagai jenis pengajaran, baik itu dalam kelas, daring, atau gabungan keduanya.

9. Kolaborasi Antar Siswa

Mendorong kolaborasi antar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep melalui diskusi dan pertukaran ide. Sertakan elemen-elemen yang mendukung kerja kelompok dalam media pembelajaran Anda. Ini dapat menciptakan lingkungan belajar sosial yang memotivasi siswa untuk saling membantu dan belajar bersama.

10. Berbasis Pengalaman dan Konteks

Hubungkan materi pembelajaran dengan pengalaman dan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini akan membuat pembelajaran lebih relevan dan memberikan siswa gambaran yang jelas tentang bagaimana konsep-konsep tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Pengalaman nyata memberikan kedalaman pemahaman yang sulit dicapai melalui pembelajaran teoritis saja.

Dengan mengintegrasikan fleksibilitas, kolaborasi, dan keterkaitan dengan pengalaman siswa, Anda dapat meningkatkan kualitas media dan bahan ajar Anda. Dalam menghadapi tantangan kompleksitas dunia pendidikan, pendekatan ini dapat memberikan siswa alat yang lebih baik untuk memahami, menerapkan, dan mengingat informasi yang mereka pelajari.

 

PENUTUP  

Penggunaan media dengan rupa-rupa bentuknya secara kreatif dalam pembelajaran pendidikan agama Katolik dewasa ini bukan lagi sesuatu yang perlu dikesampingkan, akan tetapi sudah menjadi tuntutan dalam dunia teknologi pendidikan dan teknologi media komunikasi. Jaman kita ini merupaklan jaman (abad ) media. Kita sudah melihat bagaimana besar dan pentingnya fungsi dan peranan serta dampak media dalam proses pendidikan.  Tinggal dari kita sebagai pendidik-pendidik diharapkan keberanian dan komitmen untuk dapat menggunakan media dalam pendidikan agama Katolik di sekolah secara bertanggung-jawab.  Adalah tugas kita bersama untuk menjadikan proses pendidikan Agama Katolik di sekolah sebagai proses komunikasi iman, proses untuk menyampaikan persan-pesan keselamatan Allah kepada peserta didik. Proses komunikasi tersebut akan terbantu bila kita menggunakan sarana-sarana media untuk menyampaikannya. Dengan demikian diharapkan kiat akan penjadi pelayan-pelayan yang mengadi kepada Allah  dengan menghantar peserta didik pada persatuan yang lebih erat dengan-Nya.    

 

REFERENSI

 

Ariefin Dwi, Video Game Baik atau Buruk ?, Lembaga Literatur Baptis-Bandung  2002.

Budimansyah Dasim, Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio, Genesindo-Bandung, 2002.

Iswarahadi, Metode Katekese Alternatif, Seri Pastoral no. 251, Pusat Pastoral-Yogyakarta, 1997.

Janssen Paul,  Didaktik-Metodik, Institut Pastoral Indonesia- Malang, 1997.

_____________, Katekese, Institut Pastoral Indonesia-Malang, 1985.

Komisi Kateketik-KWI, Model-model Katekese Umat Dengan Analisis Sosial, Kanisius-Yogyakarta, 1997.

——————, Berbuah dalam Yesus, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, Kanisius, Yogyakarta, 2023

_________________, Peranan Media Dalam Pendidikan Iman dan Upaya Pendidikan Kesadaran Bermedia, Kanisius-Yogyakarta, 1997.

_________________, Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Agama Katolik, Sekolah Dasar dan Menengah, Jakarta 2002.

Papo Jakob, Memahami Katekese, Nusa Indah- Ende Flores, 1988.

_________________, Pendidikan Hidup Beriman Dalam Lingkup Sekolah , Nusa Indah-Ende Flores, 1990.

Paulus VI, Evangelii Nuntiandi, diterjemahkan oleh R Hardawiryana, SJ, DOKPEN-KWI, Jakarta, 1995.

Sadiman Arief S, et.al., Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya),Pustekkom Dikbud dan Raja Grafindo-Jakarta, 1993.

Sudaryatno Y., Media Komunikasi Sosial Sebagai Sarana Evangelisasi Baru, Celesty Hieronika-Jakarta, 1999.  

Telaumbanua Marinus, Ilmu Kateketik, Obor-Jakarta, 1999.

Tondowijojo John, Abad Media dan Kita, Seri Pastoral 125, Pusat Pastoral-Yogyakarta, 1985.

Yohanes Paulus II, Pesan Pada Hari Komunikasi Sedunia, Media dan Keluarga: Resiko dan Kekayaan , KOMSOS-KWI, Jakarta, 2004.***

 

Komentar Anda?

Related posts