PORTALNTT.COM, LEMBATA – Angka penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Lembata terus meningkat dari waktu ke waktu.
Berdasarkan data terbaru dari Dinas Kesehatan Lembata yang dihimpun dari puskesmas maupun 3 RS yang ada, jumlah penderita DBD sudah 42 orang. Angka ini rupanya belum final karena masih ada beberapa puskesmas yang belum memasukan datanya.
Kasus DBD di kabupaten Lembata bukan baru kali ini saja terjadi, namun sudah berulang tahun. Tahun 2019 berdasarkan data dari Dinkes Lembata ada 127 penderita DBD.
Lantas pertanyaan refleksi yang muncul ini dosa siapa? Apakah pemerintah sebagai penyelenggara kebijakan publik, ataukah masyarakat yang acuh tak acuh terhadap kondisi lingkungannya sendiri, ataukah mungkin alam mulai bosan dengan perilaku setiap Mahkluk yang ada di bumi Lembata tercinta ini.
Jika melihat berbagai indikator yang ada, maka sudah barang tentu kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa atau malah menyebut diri sendiri yang benar dan yang lainnya salah.
Fenomena Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Lembata menjadi permenungan setiap insan yang ada dan hidup di Lembata baik itu penduduk asli maupun penduduk pendatang karena pekerjaan ataupun kawin mawin, atau siapa saja yang cuman datang sebentar ke kabupaten yang sangat terkenal karena ikan Paus ini.
Kasus DBD akan mencuat jika telah merenggut nyawa, namun jika hal itu belum terjadi masyarakat seolah-olah melihat DBD sebagai suatu penyakit yang sudah pasti sembuh. Sikap ini terkadang justru menjadi bumerang bagi diri sendiri maupun terhadap anggota keluarga yang mengalami gejala-gejala DBD.
Demam berdarah disebabkan oleh virus Dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus tersebut akan masuk ke aliran darah manusia melalui gigitan nyamuk. Biasanya, jenis nyamuk ini menggigit di pagi hari sampai sore menjelang petang.
Penularan virus Dengue terjadi bila seseorang yang terinfeksi digigit oleh nyamuk perantara. Virus dari orang yang terinfeksi akan dibawa oleh nyamuk, dan menginfeksi orang lain yang digigit nyamuk tersebut. Virus Dengue hanya menular melalui nyamuk, dan tidak dari orang ke orang.
Virus Dengue terbagi menjadi empat tipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Ketika seseorang terinfeksi salah satu tipe virus Denguedan berhasil pulih, maka tubuhnya akan membentuk kekebalan seumur hidup terhadap tipe virus tersebut. Akan tetapi, kekebalan terhadap salah satu virus tidak menutup kemungkinan terjadinya infeksi oleh tipe virus Dengue yang lain. Bahkan, seseorang yang pernah terinfeksi virus Dengue lebih berisiko terinfeksi untuk kedua kalinya.
Selain pernah mengalami infeksi virus Dengue, faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena demam berdarah adalah tinggal atau bepergian ke daerah tropis. Demam berdarah juga lebih berisiko dialami oleh bayi, anak-anak, lansia, dan orang dengan kekebalan tubuh lemah.
Penanganan DBD bukan pekerjaan mudah. Kunci keberhasilannya terletak pada pencegahan. Masyarakat bersama pemerintah harus bertindak lebih dalam menghentikan penyebaran virus melalui lingkungan yang bersih dan pembasmian sarang nyamuk.
pemerintah Kabupaten Lembata melalui dinas-dinas tekhnis sudah berupaya sedemikian rupa untuk membangkitkan semangat kesadaran dan perilaku individu agar memperhatikan kebersihan lingkungan dimana dia berada. Karena seyogianya tidak ada pemerintahan yang menginginkan masyarakat yang dipimpinnya hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan.
Problem ini juga jangan menjadi ajang buli membuli, ataupun pelampiasan rasa ketidakpuasan pada pihak-pihak tertentu namun menjadi WARNING bagi diri agar lebih waspada dan perlu meningkatkan semangat kesadaran dalam diri masing-masing.
Selasa (21/1/2020), bertempat di aula, kantor Bupati Lembata, diadakan rapat koordinasi yang dipimpin langsung Wakil Bupati Lembata, Thomas Ola Langodai dengan sejumlah Steakholder diantaranya kepala Dinas Kesehatan, kepala Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Lingkungan Hidup, kepala Dinas Komunikasi dan informasi, Kepala RSUD Lewoleba, Kepala RS Bukit, Kepala RS Damian, para camat, dan kepala puskesmas.
Wakil Bupati Thomas Ola Langoday menjelaskan kondisi penyakit DBD di kabupaten Lembata sudah sangat mengkhawatirkan sehingga dapat dikatakan darurat DBD, oleh karena itu perlu keseriusan dari semua Steakholder untuk bersama-sama mengatasi persoalan ini sehingga jangan sampai memakan korban lagi.
“Kita coba mengkaji apakah ini sudah bisa masuk ke dalam kedaruratan bencana DBD. Tindak lanjutnya kita menyusun sebuah dokumen yang mengarah kepada kedaruratan bencana DBD dan dengan indikator-indikator semua kita bisa bergerak lebih leluasa atau bebas untuk semua wilayah kecamatan dan puskesmas untuk membangkitkan perilaku rumah tangga, orang perorangan di lingkungan yang paling kecil yaitu di RT atau kelompok basis gereja dan mesjid untuk mencegah penyebaran DBD ini,” ungkap Langoday pada PortalNTT usai rapat koordinasi, Selasa (21/1/2020).
Menurut Langoday, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah namun persoalan ini masih saja berulang tahun saat memasuki musim penghujan, sehingga terobosan yang dilakukan dengan pendekatan kelompok basis yang paling kecil yaitu RT.
“Kita sepakati bahwa dalam minggu ini seluruh komponen yang ada di Pemda Lembata itu berkomunikasi dengan struktur pemerintahan yang paling bawah, struktur Gereja, Mesjid yang ada di Lembata umumnya dan di Nubatukan khususnya untuk mari sama-sama kita memerangi DBD yang ada di Lembata,” kata politisi NasDem ini.
Semua itu, kata Langoday kembali pada perilaku individu dalam rangka menjaga kebersihan, sampah, air-air yang tergenang dan sebagainya yang menimbulkan jentik-jentik nyamuk yang menimbulkan penyakit DBD.
“Semua masyarakat di Kabupaten Lembata harus menyayangi dirinya sendiri mulai dengan menjaga kebersihan lingkungan. Perilaku yang baik akan menentukan hasil yang baik, perilaku yang buruk akan menentukan hasil yang buruk. Perilaku yang buruk ini makanya menimbulkan banyak penderita DBD saat ini. Semua ini harus bermula dari hati karena kebersihan adalah sebagian dari Iman,” tegas mantan Dosen Unwira Kupang ini.
Direktur RSUD Lewoleba, dr Bernard Beda mengatakan saat ini ada 15 pasien yang sementara di rawat.
“Jumlah penderitanya berfariasi ada anak-anak, orang dewasa maupun lansia. Tapi yang paling banyak anak-anak,” ungkap dr Bernard.
Menurutnya tenaga medis yang ada di RSUD sangat siap melayani seluruh pasien yang menjalani perawatan secara baik sehingga diharapkan bisa segera pulih.
“Ada yang sudah sembuh dan sudah kembali ke rumah,” katanya.
Camat Buyasuri, Nikolaus Watun mengatakan persoalan DBD merupakan masalah serius yang butuh penanganan serius dari semua pihak sehingga ia menyarankan agar gerakan Jumat bersih harus betul-betul dilaksanakan dan melibatkan semua pihak.
“Kami di Buyasuri, setiap Jumat lakukan bakti bersama di kecamatan Buyasuri,” katanya.
Nikolaus Watun juga meminta agar kalau memungkinkan semua desa atau puskesmas memiliki alat foging minimal 2 buah agar dapat melakukan upaya pencegahan di lingkungan masing-masing tanpa harus menunggu alat dari Dinkes yang jumlahnya sangat terbatas.
“Saran saya alat foging bisa didistribusikan sampai ke puskesmas maupun puskesmas pembantu,” katanya singkat.
Wakil Bupati juga menyampaikan terkait pengadaan mesin Foging untuk saat ini harus dipertimbangan apakah efektif atau tidak.
“Jika ingin ada penambahan mesin Foging perlu dipertimbangkan kembali. Tapi kalau untuk tahun depan ok. Langkah jangka pendek perlu membekai diri dengan lotion anti nyamuk (Autan) khusus anak-anak karena nyamuk itu menggigit diantara pukul 9-10 pagi dan pukul 3-5 sore,” kata Langoday.
Selain itu menurut Langoday, pada hari Jumat mendatang akan dilakukan Jumat bersih dengan melibatkan berbagai pihak.
“Sekolah wajib hari Jumat bersih dan perlu dikeluarkan peringatan ke sekolah-sekolah bakti di lingkungan masing-masing. Itu bagian dari pendidikan karakter anak-anak. Tolong kadis PPO agar segera keluarkan peringatan ke seluruh sekolah,” pungkas Wakil Bupati Thomas Ola Langoday. (Jefri Tapobali)