PORTALNTT.COM, KUPANG – Tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT), berhasil mengungkap skandal kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) aset milik Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI.
Skandal kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) aset milik Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI, yang berhasil diungkap penyidik Tipidsus Kejati NTT ini mencapai Rp1 Triliun.
Saat ini, kasus dugaan korupsi tersebut telah ditingkatkan statusnya oleh penyidik Tipidsus Kejati NTT dari penyelidikan (Lid) menjadi penyidikan (Dik).
Kasus ini menyita perhatian publik karena menyangkut penguasaan dan penjualan ilegal tanah negara senilai hampir Rp 1 triliun di Kota Kupang. Tanah seluas 90 hektare yang menjadi obyek perkara ini berada di Kelurahan Oesapa Selatan, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.
Lokasinya sangat strategis dengan estimasi harga jual antara Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per meter persegi. Berdasarkan hasil penelusuran, negara diduga mengalami kerugian mencapai Rp 977,85 miliar atau hampir Rp1 Triliun akibat penguasaan dan transaksi ilegal atas sebagian dari tanah tersebut.
Kepala Seksi Penyidikan Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTT, Mourest Aryanto Kolobani, kepada wartawan membenarkan peningkatan status penanganan perkara ini.
Dijelaskan Mantan Kacabjari Waiwerang ini, peningkatan status kasus tersebut dari penyelidikan (Lid) menjadi penyidikan (Dik) berdasarkan hasil gelar perkara internal tim penyidik beberapa waktu lalu.
“Para saksi yang telah dimintai keterangan pada tahap penyelidikan akan kembali diperiksa untuk pendalaman lebih lanjut. Semua pihak yang terkait akan kami telusuri perannya hingga tuntas,” kata Kasi Dik Kejati NTT, Mourest Aryanto Kolobani, Jumat 12 April 2025.
Menurut mantan Kasi Intel Kejari TTS ini, kasus ini bermula dari laporan mengenai adanya penguasaan tanpa hak terhadap sebidang tanah milik Kemenkumham. Tanah tersebut merupakan hasil tukar guling (ruislag) antara Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT dan Pemerintah Provinsi NTT pada 7 Mei 1975.
Berdasarkan Surat Keterangan Pelepasan Hak Nomor: 1/Sub.Dit.Agr/1975, Direktorat Pemasyarakatan menyerahkan tanah seluas 23,95 hektare di Kelurahan Oebobo, dan menerima tanah seluas 40 hektare di Kelurahan Oesapa Selatan.
Tanah itu kemudian didaftarkan dalam Sertifikat Hak Pakai Nomor 10 Tahun 1975 dan Gambar Situasi Nomor: 118/1975.
Pada 1994, pembangunan jalan di area tersebut menyebabkan pemecahan sertifikat menjadi dua bagian, yaitu Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 (Gambar Situasi No. 599/1994) seluas 99.785 m²; dan Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 (Gambar Situasi No. 601/1994) seluas 264.340 m².
Namun, pada tahun 2020, Yonas Konay diduga menguasai sebagian tanah seluas 10.000 m² dan menjualnya kepada Nicolins Mariana Mailakay seharga Rp 2 miliar, berdasarkan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Nomor: 403/PEM.PH/CKL/IX/2020 tanggal 30 November 2020.
Akibat transaksi ini, Kemenkumham kehilangan hak penguasaan atas tanah tersebut. Hingga kini, belum ada pembatalan terhadap Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 maupun penghapusan aset tersebut dari daftar kekayaan negara.
Tim penyidik Kejati NTT bersama juru ukur dari BPN Kota Kupang telah melakukan pengukuran ulang terhadap tanah tersebut.
Proses yang memakan waktu hampir lima jam ini berlangsung aman dan lancar, dengan pengamanan dari anggota TNI Denpom IX/1 Kupang.
“Selanjutnya, tim akan melakukan penyitaan terhadap tanah yang telah diukur sebagai bagian dari penyidikan,” ujar Mourest.
Kasi Dik Kejati NTT Ini juga mengisyaratkan bahwa tim penyidik telah mengantongi sejumlah nama yang berpotensi menjadi tersangka.
Sebelumnya, dalam tahap penyelidikan, sejumlah pihak telah diperiksa, termasuk Camat Kelapa Lima dan Lurah Oesapa. Pemeriksaan juga menyasar dokumen kepemilikan dan surat pelepasan hak.
“Kami terus menelusuri keterlibatan pihak lain, baik individu maupun pihak yang diduga mengetahui, memfasilitasi, atau bahkan memperoleh keuntungan dari transaksi ilegal ini,” tandas Mourest.***