Penulis: Daniel Timu
Editor: Jefri Tapobali
PORTALNTT.COM, ROTE NDAO – Kasus penebangan liar di Kawasan Hutan Lindung Mangrove Loudanon, Desa Oebela, Kecamatan Loaholu, yang turut melibatkan PT. Bo’a Development, membuat Kapolres Rote Ndao AKBP Mardiono, S.ST, M.KP angkat bicara.
Saat dikonfirmasi media ini, Kamis (20/2/2025) AKBP Mardiono membenarkan bahwa telah ada laporan terkait kasus tersebut dan menjelaskan bahwa pihak Polres Rote masih melakukan penyelidikan terhadap kasus penebangan liar tersebut.
“Benar kita terima Laporan dugaan penebangan kayu. Sekarang masih dalam penyelidikan,” jelas AKBP Mardiono secara singkat pada media ini.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya oleh media ini bahwa PT. Bo’a Development Terbukti Menggunakan Kayu Mangrove Secara Ilegal, hal tersebut disampaikan oleh Nic A.C Ndoloe, S.Hut, Kepala Unit Pelaksana Teknis KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Wilayah Rote Ndao, pada Jumat (14/2/2025) lalu bahwa pihaknya telah memeriksa secara langsung di lokasi pembangunan Hotel milik PT. Bo’a Development, di Desa Bo’a, Kecamatan Rote Barat.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, UPT KPH Rote Ndao menemukan bukti sebanyak 2.200 batang kayu mangrove yang telah dipakai oleh PT. Bo’a Development sebagai pagar mengelilingi lokasi pembangunan hotel tersebut, dengan panjang rata-rata setiap batang kayu sekitar 2 meter dan 3,5 meter, dengan panjang diameter 12-16 cm.
Lebih lanjut, Nic Ndoloe menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi secara mendalam dan menemukan fakta bahwa ribuan batang kayu mangrove yang dipakai oleh PT. Bo’a Development itu diambil dari lokasi kawasan hutan lindung Mangrove Loudanon, di Desa Oebela, Kecamatan Loaholu, yang ditebang dan diambil kayunya sejak Bulan Agustus tahun 2024 lalu.
Nic Ndoloe juga membeberkan bahwa pihaknya menemukan sebanyak 12 orang terduga pelaku yang terlibat dalam penebangan liar tersebut, antara lain ; Samsul Bahri selaku Manajemen PT. Bo’a Development yang bertanggungjawab atas pembangunan Hotel di kawasan tersebut, bersama Efendi Hello, Warga Desa Nemberalla, dan juga 10 orang warga Desa Oebela, yakni Yus Lasarus Ndun, Simon Nafie, Tian Tali, Jedi Adu, Agus Lane, Melki Manehat, Nur Lusi, Jero Lusi, Abraham Lane, Mince Fando, dan Margarita Pah.
Ke-12 orang terduga pelaku bisa terancam pidana sebagaimana yang telah di atur dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 12 ayat 1 huruf c, d dan h. Junto pasal 82 ayat 3 huruf c dan pasal 83 ayat 1 huruf b dan c, dengan ancaman hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal 300 juta rupiah.
Nic Ndoloe juga menyampaikan bahwa sebelumnya, Pihak UPT KPH Wilayah Rote Ndao juga telah melapor ke Polres Rote Ndao terkait adanya penebangan liar di kawasan hutan lindung Mangrove Loudanon itu sejak Agustus 2024 lalu dan pihak Polres mengamankan sekitar 296 batang pohon mangrove hasil pembalakan liar oleh oknum yang belum diketahui pasti. Namun setelah adanya informasi media bahwa PT. Bo’a Development menggunakan Kayu Mangrove jadi pagar Hotel, pihaknya menelusuri dan mendapatkan bukti baru terkait penebangan liar yang telah dilaporkan tersebut.
Di Kabupaten Rote Ndao sendiri sudah sering terjadi kasus penebangan pohon secara liar, seperti yang terjadi pada tahun 2019 lalu di Desa Oetefu dan Desa Oebou, hingga para pelakunya telah ditangkap dan diadili.