PORTALNTT.COM, LABUAN BAJO – Ika Yunita selaku perwakilan Mahanaim Grub dan Paulus Grant Naput selaku ahli waris almarhum Nikolaus Naput membantah, tuduhan sebagai bagian dari mafia tanah oleh kelompok tertentu di Labuan Bajo.
Menurut Ika Yunita, pernyataan pihak Rudini bahwa dirinya terlibat dengan BPN Manggarai Barat dan keluarga Nikolaus Naput untuk mengubah SHM menjadi Sertifikat HGB untuk kepentingan pihak tertentu menurutnya sangat insinuatif, memutarbalikkan fakta, dan cenderung menyerang nama baik dirinya. Sehingga, dirinya mencadangkan haknya yang dijamin hukum untuk melakukan upaya hukum yang dimungkinkan kepada pihak- pihak yang membuat tuduhan-tuduhan tanpa dasar.
Ia menegaskan, keluarga Nikolaus Naput adalah pemilik SHM yang sah atas tanah yang kini disengketakan oleh Muhamad Rudini, yang telah dijual kepada Mahanaim Group. SHM tersebut diterbitkan oleh BPN melalui prosedur yang sah sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Sebagai pemilik SHM yang sah, tentu keluarga Naput juga punya hak untuk melakukan apa saja terhadap tanah tersebut, termasuk menjual kepada kami maupun mengubah status SHM menjadi HGB. Seluruh proses ini kami lakukan sesuai peraturan dan undang-undang yang berlaku,” jelas Ika Yunita, Kamis (19/12/2024) siang.
Ika Yunita mengaku merasa kecewa
dan tidak mengerti dengan tuduhan yang dilayangkan bahwa dirinya dan Mahanaim Group adalah bagian dari mafia tanah.
“Kami hanya lah pembeli dan investor yang beritikad baik yang berinvestasi pada lahan di Labuan Bajo untuk mendukung sektor pariwisata di kawasan ini. Seharusnya juga kami diberi perlindungan hukum. Saya tidak pernah menjadi bagian dari mafia tanah seperti yang dituduhkan. Justru yang patut dipertanyakan adalah pihak yang tidak memiliki sertifikat hak atas tanah, tetapi mengaku sebagai pemilik tanah,” ungkapnya.
Ia mengatakan, pihaknya sudah sekian tahun berinvestasi dan bahkan telah melakukan ground breaking untuk pembangunan hotel. Namun, sampai detik ini, pihaknya belum bisa melakukan pembangunan karena terus digugat oleh pihak-pihak lain yang mengklaim juga sebagai pemilik tanah. Terlebih lagi, ada informasi bahwa terdapat dugaan kuat adanya pemalsuan surat atau pemalsuan keterangan oleh pihak-pihak tersebut.
“Saya rasa masyarakat nanti bisa menilai sendiri, siapa sebenarnya yang merupakan mafia tanah dan kaki tangannya. Jadi sebenarnya, kamilah pihak yang dizalimi dalam perkara ini,” tegas Ika Yunita.
Sementara, Paulus Grans Naput mengklaim tanah yang berlokasi di Karangan dan Golo Karangan di Kelurahan Labuan Bajo merupakan sah miliknya.
Ia menjelaskan, keluarganya
telah memiliki tanah di Karangan dan Golo Karangan sejak 1990 dan 1991 lengkap dengan seluruh dokumen alas haknya yang sah. Serta, tidak ada pembatalan atas sertifikat tanah yang menjadi miliknya.
Ia mengungkapkan, setiap tahun sejak kepemilikan keluarganya di atas tanah tersebut, secara berkala dirinya terus mengecek lokasi dan juga telah menanam dan memasang batas batas pada tanah miliknya tersebut. Perlu diketahui juga bahwa Fungsionaris Adat Nggorang, yaitu H Ishaka dan Haku Mustafa turut menjadi saksi penjualan tanah dari Nassar bin Haji Supu kepada Nikolaus Naput pada tahun 1990.
“Haji Ishaka dan Haku Mustafa juga membubuhkan tanda tangan dalam dokumen jual-beli tersebut. Lalu, bagaimana mungkin setelah beberapa tahun kemudian dibatalkan secara sepihak oleh Fungsionaris Adat?,” tegas Paulus Naput.
Paulus Naput menjelaskan, terkait surat pembatalan tahun 1998 yang dipakai sebagai bukti tambahan dalam
persidangan 14 Agustus 2024 lalu oleh pihak Rudini cs, yang berisi pembatalan
penyerahan tanah di karangan kepada Almarhum Nasar bin Haji Supu yang kemudian tanah tersebut dibeli oleh almarhum Nikolaus Naput pada tahun 1990, sama sekali tidak pernah
dibatalkan oleh fungsionaris adat pada tahun 1998.
Hal ini juga telah dikonfirmasi
langsung oleh pihak ahli waris almarhum Nikolaus Naput kepada pihak ahli waris almarhum Nasar bin Haji Supu dan pihak fungsionaris adat Nggorang, yang mana keduanya secara tegas menyatakan bahwa tidak pernah ada pembatalan untuk tanah karangan milik
Almarhum Nasar bin Supu dari Haji Ishaka maupun Haku Mustafa pada tahun 1998.
Selain itu, baik almarhum Nasar bin Haji Supu atau ahli warisnya termasuk pihakbya selaku ahli waris almarhum Nikolaus Naput tidak pernah menerima satu pun pemberitahuan terkait
adanya surat pembatalan atas tanah alm.Nasar bin Haji Supu tersebut, termasuk dari Fungsionaris Adat Nggorang.
“Kami baru tahu, ada surat pembatalan pemberian tanah kepada Nasar bin Haji Supu yang ditandatangani oleh Haji Ishaka dan Haku Mustafa selaku Fungsionaris Adat tahun 1998 tersebut, pada saat persidangan 14 Agustus 2024 di Pengadilan Negeri Labuan Bajo, yang merupakan sidang terakhir Perkara Nomor 1/Pdt.G/2024/PN Lbj, sehingga tidak ada kesempatan bagi kami untuk
menanggapi surat pembatalan tersebut pada persidangan di Pengadilan Negeri
Labuan Bajo,” ungkap Paulus Naput.
Paulus Naput mengaku, pihaknya sudah mengonfirmasi mengenai surat pembatalan tersebut kepada pihak
Fungsionaris Adat Nggorang, yaitu Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair, yang juga merupakan cucu dari Haku Mustafa. Dan sudah dipastikan, surat tersebut tidak pernah ada dan tidak ditemukan dalam arsip Fungsionaris Adat. Oleh karena itu, Muhamad Syair kemudian melaporkan hal ini ke polisi atas dugaan pemalsuan dokumen oleh pihak-pihak tertentu.
Ia mengatakan, hal yang sama juga pihak Kantor Kecamatan Komodo telah menyatakan bahwa surat pembatalan atas tanah almarhum Nasar bin Haji Supu tersebut tidak ada dalam arsip kantor kecamatan, padahal salah satu pihak yang turut menandatangani surat pembatalan tersebut adalah Camat Komodo pada saat itu, yaitu almarhum Yos Vins Ndahur.
“Menurut informasi dari Kuasa Hukum kami, dokumen asli surat pembatalan atas tanah almarhum Nasar bin Haji Supu tersebut dipegang oleh pihak Rudini dan ditunjukkan serta
digunakan sebagai bukti dalam persidangan 14 agustus 2024. Tentu saja hal ini, sangat mengherankan bagi kami. Dalam kapasitas apa pihak Rudini dapat memiliki dokumen asli surat tersebut?,” jelas Paulus Naput.
Paulus Naput meminta, bantuan ahli hand writing bersertifikat untuk memeriksa surat pembatalan tersebut. Dan dari analisa disimpulkan bahwa tandatangan Haji Ishaka dan Haku Mustafa bahkan lurah dan camat yang bertandatangan dalam surat tersebut
“tidak identik”. Artinya, surat tersebut diduga kuat palsu.
Inilah salah satu alasan kemudian pihaknya mengajukan banding terhadap putusan PN Labuan Bajo atas Perkara Nomor 1/Pdt.G/2024/PN Lbj.
Ia menyampaikan, dalam amar putusan PN Labuan Bajo juga tidak menyebutkan bahwa tanah yang disengketakan itu adalah milik Muhamad Rudini. Putusan ini juga belum inkracht karena pihaknya lakukan banding.
“Karena itu, SHM yang dimiliki keluarga Naput atas tanah tersebut juga masih sah dan berlaku sampai dengan saat ini. Seluruh proses penerbitan SHM atas nama keluarga Naput oleh Kantor Pertanahan Manggarai Barat juga telah sesuai aturan yang berlaku,” ujar Paulus Naput.