PORTALNTT.COM, KUPANG – Juru bicara tim advokat sekertariat bersama (sekber) Jokowi meminta Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera mengambil alih persoalan dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang terjadi di Kota Kupang. Pasalanya dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, hanya di Kota Kupang yang bermasalah dalam penyaluran dana PIP yang menjadi salah satu program nawacita pemerintah Jokowi-JK.
“Jangan membiarkan persoalan ini menjadi momok daerah dan bisa menjadi momok nasional di kemudian hari. Hal ini demi menciptakan situasi yang kondusif di NTT apalagi NTT sejak dahulu menjadi trekmed dari pendidikan nasional. Karena di NTT, pendidikan itu sangat penting,” ucap Kornelis Kopong Sanga, dalam jumpa pers di secretariat Jenggala NTT, Senin (30/1).
Menurut pengacara asal Adonara ini, persoalan dana PIP yang terjadi di ibukota provinsi NTT ini merupakan persoalan nasional. Pasalnya Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla serta seluruh aparatnya telah menganggarkan anggaran ini untuk memenuhi hak-hak konstituonal anak dalam rangka menunjang tercapainya pendidkan nasional yang bermartabat, sukses dan penuh dengan warna-warna kemanusiaan.
“Tetapi kalau dana ini sampai ditahan, itu sebuah persoalan yang bagi kami adalah sebuah persoalan diskriminatif yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur oleh aparat-aparat yang bertanggungjawab terhadapa anak-anak sekolah di Nusa Tenggara Timur khususnya di Kota Kupang,” katanya.
Selain itu kata Dia, ada semacam perlakuan kekerasan psikis terhadap anak-anak akibat haknya tidak diberikan.
“Oleh karena itu tim advokat akan mengambil langkah-langkah yakni advokasi dan koordinatif. Dan dengan sangat menyesal kami harus menempuh langkah-langkah hukum berupa laporan polisi dan langkah hukum lain untuk memperjuangkan kepentingan hukum anak-anak sekolah ini agar mereka mendapatkan haknya sesuai dengan konstitusi dan sesuai dengan kebijakan pemerintah yang sudah dianggarkan,” jelasnya.
Untuk diketahui, tim advokat akan melaporkan para kepsek penghambat Program Indonesia Pintar (PIP) dengan menggunakan Pasal 77 Huruf (a) tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. (Jefri)