DAWAI PENGEMBARA (Refleksi kecil Injil Yohanes 3:31-36)

PORTALNTT.COM – Saya teringat satu moment di tahun 2007, ketika saya sedang berada di terminal Bungurasih-Surabaya. Saat itu, sambil menunggu bis menuju ke Jogja, saya menyempatkan diri minum kopi di sebuah warung kopi di dalam kompleks terminal.

Sambil ngopi saya menelpon seorang teman. Setelah selesai menelpon, seorang pria di samping saya bertanya kepada saya: “Mas dari Flores ya?” Saya menjawab “Iya, Mas.” Pria itu lanjut bertanya: “Mas dari Lembata?” Sambil tersenyum saya balik bertanya: “Kok Mas tau?” Pria itu menjelaskan bahwa ia dahulu pernah di Lembata oleh karena itu dia mengenal baik dialek orang Lembata. Kami lalu berkenalan dan lanjut bercerita sambil menikmati kopi.

Saya tidak pernah kenal pria ini, tetapi ia mengenal asal saya dari logat/dialek saya. Manusia mengenal manusia lain dari identitasnya, dari budayanya, termasuk bahasa yang digunakan.

Dalam warta Injil hari ini, Yohanes Pembabtis memberikan kesaksian tentang Yesus. Ia dengan rendah hati mengakui Yesus di hadapan murid-muridnya. Baginya, Yesus harus semakin besar, tetapi ia harus semakin kecil. Yohanes memberikan penggambaran tentang yang berasal dari atas dan yang berasal dari bawah; yang surgawi dan yang duniawi. Ini berkaitan dengan asal usul. Yesus berasal dari surga dan kita berasal dari bumi.

Karena kasih-Nya, Allah telah mengutus Putera tunggal-Nya ke dalam dunia, mewartakan tentang kerajaan Allah serta menunjukan jalan kepada manusia agar bisa mencapai surga. Barangsiapa yang percaya kepada-Nya akan memperoleh hidup kekal dan barangsiapa tidak percaya akan binasa.

Yesus datang ke dalam dunia membawa sesuatu yang surgawi bagi kita. Siapa yang bertemu dengan Yesus, bersentuhan dengan-Nya, akan mengalami apa yang surgawi. Kita memang hidup di dalam dunia, tetapi kita tidak melihat dunia ini dengan cara yang sama lagi. Seluruh persepsi dan cara kita menilai dunia ini akan sepenuhnya berubah.

Kalimat “Siapa yang datang dari atas” pun dapat dilihat secara berbeda. Ini pernyataan yang terbuka dan tak terbatas; merujuk kepada Yesus tetapi tidak terbatas pada Yesus. Hal ni mengingatkan kita umat beriman akan jati diri kita sebagai citra Allah. Kita ada di dalam dunia, diutus ke tengah-tengah dunia untuk hidup sebagai manusia surgawi. Artinya bahwa kita memang hidup dalam dunia, tetapi kita tidak berjuang secara duniawi.

Kita senantiasa diajak untuk menghadirkan nilai-nilai surgawi dalam hidup setiap hari. Kesadaran akan jati diri kita sebagai citra Allah inilah yang membuat kita hidup di dunia tetapi tidak ditentukan oleh dunia.

Peristiwa inkarnasi adalah bukti kasih Allah kepada manusia. Allah ingin agar kita selamat, Allah ingin agar pada akhirnya kita sampai kepada surga, tempat bersemayam-Nya. Tetapi perlu diingat bahwa keselamatan itu sebuah tawaran dari Allah, bukan dipaksakan. Allah tetapi menghormati kehendak bebas manusia.

Ketika Allah menciptakan manusia, Ia tidak membutuhkan pertimbangan manusia, tetapi ketika Allah hendak menyelamatkan manusia, Ia butuh kerjasama dari manusia itu sendiri.

Santo Louis Marie de Monfort (Salah satu Santo pelindung Legio Maria) yang diperingati oleh Gereja pada hari ini, juga pernah hidup dalam dunia dan kini telah mencapai tanah air surgawi. Ia mendoakan kita sekalian yang masih berjuang di bumi. (John Bahy)

Komentar Anda?

Related posts