PORTALNTT.COM – Kita semua pasti pernah menempuh suatu perjalanan. Merangkak, melangkah, berjalan, berlari atau pun mengendarai kendaraan tertentu adalah bagian dari suatu perjalanan. Yang kita temui dalam perjalanan pun bervariasi: bahagia, sedih, kecewa, sakit hati, dihargai, diremehkan, lelah, dan lain sebagainya. Jenis jalan pun ada yang rata, bukit, berbatu, berkelok, lurus, semak duri atau padang rumput. Kadang kita tersesat karena salah jalan, dan kita berjuang kembali ke jalan yang sesungguhnya agar kita bisa sampai di tempat yang dituju.
Setiap kali membaca teks Kitab Suci yang diwartakan oleh Injil hari ini, secara pribadi saya berbahagia. Ada letupan sukacita dalam hati saat merenungkan tentang iman dan pengharapan yang saya yakini. Semua agama mengajarkan kebaikan, semua pemimpin agama mengarahkan orang kepada surga. Tetapi alangkah lebih berbahagianya saya yang memiliki seorang juru selamat. Dia adalah Yesus yang telah berkata: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.” Yesus adalah penuntun bagi saya untuk berjalan di jalan yang benar menuju kepada kehidupan abadi di Surga. Yesus tidak berkata “Aku seperti jalan,” tetapi Ia sendiri berkata, “Akulah jalan.” Tidak ada seorang pun yang sampai kepada Bapa kalau tidak melalui-Nya. Yesus dan Bapa adalah satu. Bukankah ini mengagumkan? Tak pernah ada seorang pun yang hidup di dunia ini yang berkata-kata dengan otoritas ini.
Yesus memang telah hadir sebagai jalan yang benar, tetapi kehendak bebas manusialah yang menentukan jalan mana yang dipilih, entah itu jalan yang ditunjukan Yesus, atau pun jalan-jalan lain. Jalan yang dilalui Yesus demi keselamatan manusia adalah jalan salib. Itu berarti kita tidak bisa membuat konsep keselamatan kita sendiri di luar jalan salib. Terkadang kita masih mempertanyakan keberadaan Tuhan, meragukan penyertaan-Nya, menggerutu dan bersungut-sungut bahkan beralih ke jalan lain ketika kita menghadapi suatu persoalan hidup dan doa-doa kita seakan tak terjawab. Ia yang telah memanggul salib hingga puncak golgota, Ia yang sama yang akan menyertai kita, dan turut serta memanggul salib kita.
Selain itu, ketika kita mengimani Yesus sebagai jalan yang benar, kita sebagai pengikut-Nya pun harus bisa menjadi jalan bagi sesama kepada kebaikan dan kebahagiaan. Jalan yang seperti apakah itu? Jalan cinta kasih, jalan pengharapan! Jika kita tidak bisa menjadi jalan raya, cukuplah menjadi gang-gang kecil yang bisa dilalui orang untuk pulang ke rumahnya.
Hidup adalah sebuah perjalanan, berjalanlah dengan sukacita dalam iman akan Kristus. Akan ada banyak hal yang ditemui dalam perjalanan; tetaplah berjalan di jalan cinta kasih. Di tengah jalan mungkin kita akan terjatuh, dan orang-orang akan acuh tak acuh, menertawakan, menghina, tetapi mungkin ada yang iba dan mau menolong. Bangkitlah kembali dan tetaplah berjalan. Yesus adalah peta terbaik. (John Bahy)