PORTALNTT.COM, KOTA KUPANG – Konflik warisan memang cukup sensitif terjadi di sejumlah keluarga. Terkadang perseteruan hingga adu fisik tak jarang ditemukan. Apalagi menyangkut harta warisan yang sebagian kalangan menilai harus dibagikan secara adil.
Jenis konflik keluarga inilah yang seharusnya ditangani lebih bijak dan dewasa. Apabila tidak diatasi dengan baik dengan proses kekeluargaan, bisa-bisa menyebabkan pertikaian hingga permusuhan dan putusnya tali silaturahmi antar saudara.
Konflik ini pun dialami Oleh Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach (52) dengan adiknya Edwin Fanggidae. Kedua kakak beradik ini harus menjalani perseteruan yang cukup panjang.
Bisa dibayangkan, kurang lebih 15 tahun lamanya, kakak beradik ini termakan api dendam dan kebencian yang mendalam, sampai ketika mereka ditinggalkan kedua orangtua Almarhum Pendeta Pendeta Eli Fangidae dan alamarumah ibu Yaya Fangidae Padji Lomi.
Kenyataan pahit itu begitu membekas di hati sang kakak Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach. Ia merasa seolah tak ada artinya di mata saudara-saudaranya dan juga iparnya. Hak Kesulungannya seolah-olah diambil. Luka itu begitu dalam terpatri dalam sanubari sang kakak.
Hal itu pula yang membuat Nyonya Fischbach memilih menjalani kehidupan barunya bersama sang suami Tuan John Fischbach di Amerika tanpa harus mau peduli dengan urusan harta warisan peninggalan orang tau.
Apalagi di negara super power itu, Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach kini hidup dalam bergelimang harta dari hasil usaha dan kerja keras yang telah dilakukan sejak tahun 1996.
Tahun berganti tahun, kepahitan yang terus berakar dan bertumbuh itu semakin mendarah daging. Sehingga tak ada kata maaf diantara kedua kakak beradik ini. Ditambah lagi faktor jarak, ruang dan waktu yang memisahkan semakin memperjelas keadaan pada masing-masing pribadi.
Momentum Perdamaian yang Tumbuh di Saat Yang Tepat
15 tahun bukan waktu yang singkat bagi Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach dan Edwin Fanggidae larut dalam amarah dan kebencian yang menggerogoti jiwa dan raga.
Namun, di balik itu semua ada kasih yang menyelamatkan, kasih yang memaafkan. Roh Kudus mengerakkan hati kedua kakak beradik. Momentum bersejarah itu tumbuh tanpa direncanakan, semua itu mengalir apa adanya.
Sang adik Edwin Fanggidae, yang dalam keadaan kritis karena sakitnya tak ingin lagi menyimpan dendam dan amarah di hati. Perasaan itu tumbuh dan begitu kuat dalam dirinya. Hal ini pun seperti sebuah isyarat untuk menemukan sebuah kata maaf dari sang kakak. Dan Roh Kudus bekerja.
Edwin Fanggidae sadar, dendam dan kebencian yang selama ini tersimpan di hati terus menghantui hari-hari hidupnya. Sebagai seorang adik ia berinisiatif menghubungi sang kakak melalui beberapa rekan kakanya yang intens berkomunikasi dengan sang kakak dalam menjalankan misi sosial kemanusiaan di Kota Kupang maupun di beberapa daerah di NTT.
Momentum itu benar-benar terjadi, Tuhan bekerja dalam hati kedua bersaudara ini untuk saling berkomunikasi lewat video call. Sang adik yang dalam pembaringan di Rumah sakit, mengungkapkan penyesalan yang mendalam atas apa yang dilakukannya terhadap sang kakak.
Ibarat kata pepatah labu pun memiliki hati. Sang kakak Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach, tak kuasa menahan kesedihan melihat kondisi sang adik yang sedang kritis di Rumah sakit dan memohon maaf darinya. Meski hanya dipersatukan melalui video call, sang kakak dengan ikhlas hati melupakan semua yang adiknya lakukan dan memaafkan sang adik, dan berharap sang adik segera pulih.
Syukuran Pernikahan Dipadu Syukuran Perdamaian
Tepat di tanggal 26 Juni 2021, sang kakak Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach merayakan hari bahagianya dengan suami Tuan John Fischbach. Mereka merayakan Happy Wedding Aniversary (HWA) ke-26.
Dalam momentum berbahagia itu, sang kakak yang meski jauh di Amerika ingin membagi rasa syukur dengan adiknya, iparnya dan juga keluarga besar Fanggidae, teman-teman dan kerabatnya di Kupang.
Syukuran yang dilangsungkan di Restaurant Nelayan Kupang, dilakukan dengan ibadah kebaktian bersama yang dipimpin Pendeta Elen Boru, S.Th, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Dalam khotbahnya, Pendeta Elen Boru menyampaikan setiap manusia pernah mengalami badai kehidupan. Namun setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap badai kehidupan yang dihadapi.
“Ada yang ketika diterpa badai kehidupan merespons dengan mengerutu, menyalahkan orang lain, bahkan menyalahkan Tuhan. Dan setiap orang ketika menghadapi masalah dia akan cepat-cepat mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang datang,” ungkap Pendeta Elen Boru dalam khotbahnya.
Menurut Pendeta Elen Boru, hidup ini ada masalah. Sepanjang masih hidup kita selalu menghadapi masalah.
“Yang perlu dirubah adalah mindset kita dalam menghadapi masalah bukan pada solusinya tetapi mengali akar dari permasalahan itu apa? Sehingga kita tidak mengkambinghitamkan orang lain atau Tuhan,” katanya.
Dalam Alkitab, tokoh Yusuf menjadi teladan. Yusuf menyerahkan semua apa yang dialami kepada Tuhan. Dia bersyukur dan menerima penuh kasih saudara-saudaranya meskipun telah dijual dan dijadikan budak. Itu dilakukan tulus. Bicara tulus itu dari hati, sonde bisa direkayasa.
“Dan respon yang tepat menghadapi badai kehidupan adalah bersyukur. Bersyukur artinya berterima kasih atas apa yang kita terima dari Tuhan entah itu sukacita, dukacita. Masalah yang kita alami, justru adalah kendaraan untuk mendapatkan kasih dan anugerah Tuhan,” ungkap Pendeta Elen Boru.
Sementara itu, Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach saat menghungi media ini, mengaku bahagia karena di hari spesial bersama suami, Ia pun merasakan sukacita yang luar biasa karena bisa berdamai dan saling memaafkan dengan adiknya dan iparnya.
“Tuhan sungguh luar biasa. Oleh kasih dan kemurahanNYA maka saya bisa memaafkan adik saya begitupun sebaliknya. Ini adalah hal yang paling saya rindukan selama ini. Karena hidup di negeri orang tanpa sanak saudara, di perparah lagi dengan keretakan hubungan saudara membuat saya seolah hidup sendiri tanpa ada yang perduli, tapi Tuhan senantiasa menolong dan memberikan kasih yang luar biasa dalam hidup ini. Saya hanya bisa mengucap syukur atas kasih dan kemurahan Tuhan,” ungkap Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach melalui sambungan telpon dengan media ini, Sabtu (26/6/2021).
Ia menyadari bahwa bagi Tuhan tiada yang mustahil. Kepahitan yang terjadi memang sangat tidak diinginkan oleh setiap orang, tapi dari situlah Tuhan melatih kita untuk berproses mengikuti kehendak Tuhan bukan pikiran manusia.
“Bisa dibayangkan betapa sakitnya hati jika kita berseteru dengan saudara kandung. Tapi rasa sakit itu, Tuhan mengajarkan bahwa kita manusia sebenarnya harus berbesar hati untuk bisa saling memaafkan. Karena keegoisan kita dapat membunuh kita secara jasmani. Dan di situ Tuhan ada dan melihat sampai sejauh mana kita manusia biasa ini mampu memahami maksud Tuhan,” ungkap Nyonya Fischbach yang aktif melakukan kegiatan sosial kemanusiaan di berbagai negara di dunia ini.
Pengalaman hidup yang dialaminya semoga memberikan contoh bagi orang dimana saja berada bahwa hidup harus saling mengasihi, saling memaafkan jika ada persoalan yang terjadi antara kita dan orang lain. Hidup juga harus menjadi berkat bagi orang lain.
“Ayah saya pendeta. Dari kecil kami dididik oleh ayah yang selalu melakukan kebaikan dan cinta kasih kepada sesama. Hal baik itu terus tumbuh dalam diri saya sehingga ketika Tuhan mempercayakan rejeki yang berlimpah dalam kehidupan saya, maka saya wajib membagikan itu kepada sesama yang membutuhkan,” ungkap Nyonya Fischbach.
Dalam kesempatan itu Edwin Fanggidae saat memberikan sambutan mewakili kakaknya, mengatakan Ia selama dua kali menjalani operasi dan berhasil. Dari peristiwa itu, ia menyadari kasih Tuhan sungguh luar biasa dalam hidupnya.
“Roh Kudus menggerakkan hati saya dan kakak Owi. Sebagai adik saya berterima kasih. Walaupun jarak yang jauh, kakak owi selalu mengikuti perkembangan kesehatan saya mulai dari kupang sampai Jakarta,” ungkap Edwin.
Di moment syukur yang dilaksanakan, ia sanggat bangga dengan kakakya karena di tengah kesibukannya masih meluangkan waktu untuk banyak orang. Melakukan kegiatan sosial. Semua itu hasil didikan dari kedua orangtua kami, Pendeta Eli dan Mama Yaya Fangidae Padji Lomi.
“Saya berbahagia karena tidak semua orang kaya, yang punya uang, punya hati. Apa yang kakak Owi dapat, dia tak lupa untuk membantu masyarakat, khususnya di Kota kupang. Misi bapa Eli melakukan kebaikan, telah diteruskan oleh kk Rowiy,” pungkasnya.
Nyonya Fischbach Biayai Kuliah Dua Mahasiswa Sampai Selesai
Pada kesempatan yang berbahagia itu, Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach melalui cucunya El Fanggidae menyerahkan secara simbolis beasiswa kepada dua orang mahasiswa.
Nyonya Rowiy R. Fangidae Fischbach menjelaskan setelah mendapat informasi yang disampaikan rekannya Erwin Manoe, Noni Kune, Ina Bubu, Pendeta Elen Boru dan Ridho Uli, tentang dua mahasiswa yang kesulitan biaya kuliah, ia memutuskan untuk membiayai perkuliahan dua mahasiswa yang saat ini berada di semester 5 pada sebuah universitas di Kota Kupang.
“Saya akan biayai semua perkuliahan mereka (Veda Padja dan Sener Liunokas)
sampe selesai dan juga akan membayar biaya BPJS bagi keduanya. Selain itu ada 10 orang yang sudah lebih dahulu saya bantu, jadi total sekarang ada 12 mahasiswa yang saya biayai,” jelasnya.
Selain itu pada kesempatan itu juga diserahkan dana stimulan bagi 5 orang mahasiswa anggota tim basket yang selama ini dibimbing oleh Erwin Manoe. (Jefri Tapobali)