Penulis: Jefri Tapobali
PORTALNTT.COM, KUPANG – Suatu siang di pelabuhan Tenau, Kupang, tahun 1980. Bocah laki-laki itu, nekat naik kapal barang yang akan berlayar ke Surabaya. Dengan pakian di badan, tak ada bekal, hanya secarik kertas berisi alamat rumah neneknya di Surabaya.
Ia memilih lari dari rumah lantaran tak tahan dengan didikan keras sang ayah yang sehari-hari bekerja sebagai Satpam. Selain disiplin tingkat tinggi, setiap hari ia menjajakan kue hingga ke Pelabuhan Tenau. Ia merasa itu terlalu berat. Ia ingin pergi jauh. Dialah George Hadjoh, yang kini menyatakan keinginannya menjadi Wali Kota Kupang.
Begitulah sekelumit perjalanan awal, George Hadjoh. Sejak kecil Ia terbiasa bertarung melawan kerasnya hidup. Bahkan di Surabaya, kala itu Ia ditolak oleh beberapa sekolah karena dianggap anak yang lari dari rumah. Namun karena kegigihannya mencari sekolah, Ia akhirnya bisa lanjut sekolah SMP hingga tamat SMA di Surabaya.
Ketika mencapai usia dewasa itu, ia baru sadar ternyata didikan sang Ayah seperti cambuk yang memompa semangat anak-anak untuk selalu berusaha keluar dari sulitnya kehidupan. Seperti kata pepatah diujung rotan ada emas. Peribahasa itu memang banyak dianut oleh orangtua-orangtua dulu.
Kecintaan yang dalam kepada kedua orangtua dan keluarga akhirnya membuat George pulang ke Kota Kupang tempat kelahirannya pada tahun 1985. Ia lalu melamar jadi tenaga honorer di kantor Bapeda Provinsi NTT.
Dengan penuh ketekunan menjalani pekerjaannya, mengubah nasib George, hingga diangkat menjadi PNS. Bekerja dari golongan paling bawah sampai membawanya sampai pada level Eselon 2A. Sebuah jenjang karier yang diidamkan oleh semua PNS.
Kedisiplinan membuatnya mampu bertahan sampai pada level yang tak pernah dipikirkan oleh-oleh teman-teman masa kecilnya. George kecil dianggap tak punya arah hidup.
Kini, George anak Nunhila yang mulai bekerja sebagai honorer itu ingin menjadi Wali Kota Kupang. Semoga semesta merestui niat baik ini. Ia layak.
Komentar Anda?
