Penulis: Drs. Fransiskus Sili, MPd.
Rabu, 17 Pebruari 2021, di kalangan umat katolik dikenal sebagai Rabu Abu – umat / masyarakat Katolik seluruh dunia memulaikan suatu masa khusus yang disebut Masa Puasa atau Masa Prapaskah.
Dalam liturgi Rabu Abu diserukan: ‘Ingatlah manusia, bahwa engkau ini abu dan akan kembali menjadi debu” atau ”Bertobatlah dan percayalah kepada Injilí.
Masa selama 40 hari ini dilaksanakan sedikitnya dengan mencontoh yang dibuat Musa di puncak gunung Sinai sebelum menerima sepuluh peritah Allah; atau oleh Kristus sendiri yang berpuasa di padang gurun waktu mempersiapkan perutusan-Nya.
Orang katolik dalam masa ini diajak berpuasa, membangun semangat tobat dan membaharui diri menuju kedalaman iman, kerajinan beribadat dan peningkatan perbuatan amal teristimewa bagi yang menderita sehingga dalam dan bersama Kristus yang bersengsara memikul salib dan mengalami kematian, kita menikmati Paska Jaya “kebangkitan baru”. Apa yang dilakukan Yesus di padang gurun itulah yang kita renungkan dalam saat ini.
Sebelum tampilnya Yesus untuk mulai berkarya mewartakan tentang Kerajaan Allah, Yohanes Pembaptis diutus Allah mempersiapkan jalan bagiNya. Yohanes menyerukan pertobatan. Bertobatlah, karena Kerajaan Allah sudah dekat! Untuk merealiasasikan niat orang banyak untuk untuk bertobat sebagai tanda beriman kepada Yesus, mereka memberi dirinya dibaptis.
Di antara kerumunan orang banyak yang datang meminta dibaptis, Yesus termasuk. Ia ingin mengungkapkan solidaritasnya dengan para pendosa. Ia pun dibaptis Yohanes. KesediaanNya menerima baptisan itu menjadi tanda kesediaanNya untuk melaksanakan tugas perutusan BapaNya. Pada saat pembaptisanNya inilah, Yesus dilantik Allah, BapaNya sebagai Mesias, Penyelamat. Tugas yang akan dijalankan bukan dalam kemegahan dan kekuasaan melainkan melalui perendahan diri sebagai hamba yang akan menderita sengsara sampai mati di salib.
Maka segera sesudah pembaptisanNya, Roh Kudus membawa Yesus ke padang gurun. Di sana Yesus menyendiri, berdoa dan berpuasa. Kedatangan Yesus ke padang gurun itu mempunyai dua makna dasar: sebagai masa persiapan batin Yesus. Dengan menyendiri, berdoa dan berpuasa, Yesus mempersiapkan diri untuk meminta kekuatan Rahmat BapaNya agar sanggup menjalankan tugas perutusan yang dipercayakan BapaNya. Pada akhir doa dan puasanya selama 40 hari 40 malam ini, iblis datang mencobai Yesus dengan 3 godaan. Akan tetapi dengan kekuatan rahmat BapaNya itu, Ia mengalahkan iblis dengan skor telak, 3-0. Di samping menjadi masa persiapan batinNya, godaan-godaan yang dialami Yesus menjadi simbol godaan-godaan bagi manusia sepanjang zaman.
Penginjil Lukas menempatkan teks tentang pencobaan di padang gurun sesudah teks tentang Silsilah Yesus (Luk. 3:23-38). Hal ini bukannya tanpa maksud. Silsilah Yesus mau mengungkapkan bahwa Yesus adalah juga manusia, dalam segala hal menjadi sama dengan kita kecuali dalam hal dosa, meskipun Ia tetaplah juga Putera Allah.
Maka kalau Yesus yang adalah Putera Allah hanya dapat mengalahkan godaan-godaan dengan kekuatan BapaNya melalui doa dan puasa, maka kita yang adalah manusia harus lebih rajin berdoa dan berpuasa. Semakin kita dekat dengan Allah melalui doa, bukannya godaan akan hilang dari kehidupan kita. Godaan tetap akan ada selagi masih ada kehidupan. Namun kita mendapatkan rahmat Allah yang membantu kemanusiaan kita untuk mengatasi semua godaan dan dapat menjalankan kehidupan kita sehingga berkenan kepadaNya. Di sini Yesus menjadi teladan bagi kita dalam menghadapi godaan2 hidup.
• Percobaan yang pertama.
Situasi padang gurun yang menyebabkan rasa haus dan lapar menguasai Yesus pada saat itu. Ia pasti mengalami rasa lapar dan haus selama berpuasa dan berdoa di tempat itu. Maka, iblis memanfaatkan situasi itu dan berkata: “Jika Engkau ‘Anak Allah’ (Mesias), suruhlah batu-batu ini menjadi roti”. Godaan akan datang pada saat kita berada dalam situasi sulit, terjepit: lapar, haus, sendiri, kesulitan ini dan itu dan sebagainya. Kalimat godaan di atas itu tak lain berarti “pakailah kekuasaanMu dan hiduplah enak dalam kemewahan”. Kalau lapar, lalu batu langsung menjadi roti, apa artinya? Ini mau menunjukkan godaan untuk menempuh jalan pintas. Memang dalam masyarakat sering kita menjumpai orang mengambil jalan pintas, mental mie instant! Atau malah lain kali kita sendiri mempratekkannya…
Percobaan ini memberikan tawaran kepada Yesus untuk mengutamakan kesejahteraan jasmani dan kelimpahan ekonomis. Yesus menolak tawaran itu maka Yesus menjawab: “Manusia hidup bukan dari roti saja melainkan juga dari setiap sabda yang keluar dari mulut Allah”. Jadi yang lebih penting menurut Yesus adalah firman dan kehendak Allah, yaitu membangun Kerajaan Allah, dimana manusia dapat mengalami kesejahteraan dan keselamatan, tidak saja di dunia tetapi juga di surga.
• Percobaan yang kedua
Pencobaan terhadap Yesus dilanjutkan oleh iblis dengan membawaNya ke suatu tempat yang tinggi. Di tempat itu iblis memperlihatkan segala kerajaan dunia, kekuasaan dan kemuliaan, dan dengan bangga ia menjanjikan akan memberikan semuanya itu kepada Yesus bila Yesus mau bersujud dan menyembahnya. Kekuasaan dan kemuliaan di dunia! Bukankah banyak orang berlomba memperebutkannya? Secara tidak langsung iblis mau menyarankan: ‘jadilah Mesias yang berhaluan politik’.
Tawaran itu sudah barang tentu melukai hati Yesus. Bukan kekuasaan dan kemuliaan di dunia yang paling penting; bukan diri manusia yang harus berada di tempat yang paling atas? Betapa kekuasaan dan kemuliaan telah karap kali mencelakakan manusia dan membuat manusia tak mampu mewujudkan cita-cita untuk mengabdi Allah. Yesus datang supaya Allah dinomorsatukan di hati manusia dan Allah menjadi raja di hati manusia. Supaya Kerajaan Allah dibangun, yaitu supaya Allah meraja di hati manusia, sehingga suasana menjadi penuh kasih, tercipta kedamaian, kebenaran, dan keadilan. Dengan terciptanya suasana demikian, manusia dapat mencapai tujuan hidupnya. Manusia bukan diciptakan demi kekuasaan dan kemegahan. Kekuasaan dan kemegahan dapat menjadi akar dari semua ketidakselamatan manusia; dapat menjadi penyebab dasar mengapa orang tak bersedia menerima Allah di hati. Maka, secara mendasar Yesus menjawab si iblis, “engkau harus menyembah Tuhan Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti”.
• Percobaan Ketiga
Iblis membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkannya di bumbungan bait Allah. Dengan dua kali pencobaan yang tak berhasil itu, iblis tak mau kalah. Godaan dan kuasa kejahatan terus berusaha membawa manusia agar menjauh dari Allah. maka iblis masih berusaha minta tanda bahwa Yesus adalah Mesias, Putera Allah. Yesus diminta untuk menjatuhkan diri dari bubungan bait Allah. ‘Jadilah seorang Mesias yang termasyur, dengan tanda-tanda ajaib yang mencolok di mata’, desak iblis. Iblis membujuk Yesus untuk berakrobatik, untuk bersenang-senang. Iblis menawarkan kesenangan dan kenikmatan. Untuk itukah Yesus menjadi Mesias? Menjadi Juru selamat yang mengusahakan keselamatan manusia tidak dengan cara yang ajaib dan mencolok mata, tetapi dengan cara yang sederhana, bahkan secara hina, yakni lewat salib, penderitaan dan kematian. Keselamatan sejati manusia tidak diperoleh di luar hukum-hukum biasa manusia, melainkan di dalam jalan iman manusia yang biasa, yang sederhana, bahkan sering membosankan dan menyakitkan. Oleh karena itu Yesus menjawab kepada iblis, “Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu”.
Macam-macam pencobaan telah ditujukan iblis kepada Yesus, tetapi tak satu pun godaan dapat menggoyahkan Yesus dari pilihanNya, yakni menomorsatukan kehendak Allah Bapa dan menjadi Mesias melalui sengsara dan wafatNya di salib. Ketika menghadapi godaan2 itu, Yesus semakin tekun berdoa, dan jawabannya selalu bertolak dari Firman Allah. Maka kalau kita mau menjadi pemenang sama seperti Yesus, kita harus mengikuti teladanNya: tetap tekun berdoa dan selalu menjadikan firman dan kehendak Allah pedoman untuk mengambil sikap…. Lalu, iblis mundur daripadaNya dan menunggu waktu yang tepat.
Makna Godaan Yesus untuk kita
Ketiga godaan yang dialami Yesus di atas, tidak bermakna pada dirinya, artinya, hanya ditujukan kepada Yesus! Godaan-godaan bagi Yesus di atas menjadi simbol godaan bagi manusia sepanjang saman. Memang hidup dalam dunia sekarang berarti masuk dalam godaan. Banyak orang menyebutnya sebagai tiga ta:.
Pertama, harta. Manusia ingin memiliki harta dan kekayaan sebanyak-banyaknya dan tak pernah merasa puas. Apalagi kalau orangnya hanya ingin mencari gengsi. Sesudah memiliki ini maunya itu. maka orang bisa menjadi pencuri, pembunuh, koruptor, pemeras, penipu dan sebagainya.
Kedua, tahta, ini adalah godaan untuk mencari kedudukan dan dengan kedudukan ia dapat menggunakannya untuk menguasai orang lain. Mental orang yang ingin menjadi penguasa dan menang di bidang politik akan selalu melihat orang lain sebagai musuh, lawan yang harus dikalahkan, disingkirkan dan kalau perlu dilenyapkan. Godaan ini mendorong orang untuk melakukan praktek money politic, praktek membayar upeti kepada atasan, atau pembohongan kepada orang lain.
Ketiga, wanita. Hal ini tidak dimaksudkan untuk menyatakan bahwa wanita itu sumber godaan, melainkan bermakna simbolis untuk menyatakan godaan di bidang seks, kesenangan, kenikmatan, dan kepuasaan atau popularitas. Ada banyak laki-laki, entah pejabat, entah tokoh agama atau masyarakat, penguasa atau siapa saja yang jatuh karena wanita. Juga ada banyak wanita yang jatuh, gagal cinta dan cita-citanya karena laki-laki. Laki-laki termakan oleh penampilan wanita dan wanita terbuai oleh rayuan kaum lelaki.
Pengalaman membuktikan bahwa orang yang banyak hartanya dapat dengan mudah mendapatkan kekuasaan dan jabatan dan kalau dua hal ini dimiliki pasti dengan mudah menikmati kesenangan, biarpun harus menindas dan membuat hidup orang lain menderita.
Nilai-nilai tersebut memang menarik sekali bagi manusia. Apa yang seluruhnya buruk tidak mungkin menarik. Akan tetapi sesuatu yang baik dapat menjadi buruk apabila nilai yang lebih rendah diutamakan dari nilai yang lebih tinggi. Dalam pencobaan-pencobaan tersebut, Yesus dihadapkan oleh dua pilihan, yaitu memilih tawaran si iblis atau memilih kehendak Allah Bapa, yaitu mewartakan kabar baik (Injil) Kerajaan Allah, kendati harus melalui sengsara dan kematianNya di salib. Yesus menolak tawaran iblis tanpa kompromi sebab kehendak Allah harus dinomorsatukan. Melaksanakan kehendak Allah Bapa bagi Yesus merupakan nilai tertingi. Nilai lain tak berarti bagiNya.
Kita harus membuat keputusan memilih sesuatu yang mempunyai prioriotas dalam kesejatian hidup dan menomorduakan hal-hal yang menghalangi perwujudan cita-cita hidupnya, yakni mengabdi Allah. Sikap ini menuntut kejernihan pandangan.
Kendati sebagai manusia kita adalah makluk sosial, setiap orang pada dasarnya ‘sendiri’. Lahir di dunia ini dan bertanggung jawab mengenai dirinya; memegang kendali hidupnya ‘sendiri’; membuat keputusan tentang baik-buruknya ‘sendiri’; memilih mencintai atau membenci sesama ‘sendiri’, memilih kejujuran atau kebohongan.
Menomorsatukan kesenangannya sendiri atau mencoba mewujudkan cita-cita Allah ‘sendiri’; dan seterusnya, sampai pada suatu ketika seseorang perlu menghadap Sang Pemberi kehidupannya ‘sendiri’.
• Memberi Makna APP
Bagi kita umat Katolik, kita sekarang sedang dalam masa Prapaskah, masa menyiapkan diri untuk merayakan Paskah Kristus. Dalam rangka ini kita sedang menjalani pula APP (Aksi Puasa Pembangunan). APP merupakan gerakan tobat bersama sekaligus sarana untuk mendewasakan iman umat melalui upaya pembaharuan diri (meninggalkan perilaku ‘manusia lama’) atau pertobatan. Pembaharuan hidup atau pertobatan itu dijalankan lewat latihan rohani dan amal kasih yang dilandasi oleh suatu sikap/perilaku kristiani yang diisnpirasikan oleh Yesus sendiri yang hadir untuk menyelamatkan.
Nabi Yesaya (Yes 58:6-8) menggambarkan masa peziarahan APP kita mencapai tujuannya sebagai berikut: “Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-memecahkan rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabilaa engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! Pada waktu itulah terangmu akan merekah bercahaya seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan Tuhan barisan belakangmu!”
Misi APP
Tiga hal pokok yang terkandung dalam Misi Gerakan APP, yakni: Pertama, mengembangkan kebersamaan: seluruh warga Gereja secara bersama-sama menuju suatu persekutuan hidup yang berlandaskan semangat solidaritas kristiani sebagai bukti pertumbuhan spiritual dalam kehidupan mengumat. Kedua, membangun rekonsiliasi: Gereja sebagai suatu persekutuan senantiasa diliputi oleh keadaan dosa. Pertobatan dan perbaikan diri baik secara batiniah maupun lahiriah karena itu menjadi keharusan. Gerakan tobat bersama dengan demikian terpaut erat pada panggilan hidup kristiani untuk membangun tatanan hidup yang berciri-khaskan keadilan dan perdamaian. Ketiga, membangun masyarakat baru: melaksanakan suatu kesadaran sosial yang mewujud-nyata dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan sikap hidup itu terarah pada terbentuknya perilaku sosial ekonomi yang membangun partisipasi bagi kesejahteraan bersama.
Maka, misi gerakan APP itu tidak lain merupakan upaya pendewasaan iman umat yang terbuka bagi dinamika hidup yang sementara berlangsung dalam masyarakat. Dan sebagai orang yang dewasa dalam iman, umat mengatur harta miliknya dalam relasi sosial yang membangun keadilan dan perdamaian.
Dalam konteks masyarakat Indonesia – baik secara makro maupun secara mikro– jumlah mereka yang mengalami problematika kemiskinan masih sangat besar jumlahnya. Maka tak heran kalau Gerakan APP selalu terkait erat dengan apa yang biasa kita dengan gampang mengerti sebagai “Dana APP”. Dalam pikiran banyak umat kita, kalau bicara APP sama artinya bicara tentang duit yang harus dikumpulkan lewat cara menurut kreasi masing-masing paroki atau lembaga. Ada bahaya bahwa karena pemahaman itu, APP lebih ditangkap dan dimengerti sekedar gerakan kumpul duit atau dana saja. Padahal pemahaman yang lebih tepat adalah bahwa untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia ini bukan sekedar melalui duit, tapi juga sistem dan mental orang itu sendiri.
Dana APP sebetulnya mesti menjadi akibat dari gerak kepedulian sosial. Dengan kata lain, prilaku peduli kepada sesama mendapat tempat pertama dalam seluruh mekanisme gerakan APP, sedangkan Gerakan Aksi Pengumpulan Dana baru muncul kemudian. Bukan sebaliknya. Kepedulian sosial pada tempat pertama mesti berlandaskan pada penghargaan kepada sesama.
Mengenai waktu pelaksanaan kegiatan APP, rasanya tidak tepat kalau cuma dibatasi pada persoalan waktu sepanjang masa puasa. Memang selama masa puasa APP mendapat tekanan utama, namun dalam seluruh gerak hidup kita, APP senantiasa tetap mendapat tempat dan kepedulian kita. APP sebagai salah satu sarana Gereja untuk melaksanakan panggilan dan perutusannya dalam mewartakan keselamatan Allah tidak mengenal batas-batas waktu.
Kalau kita menyimak pesan Prapaskah Paus Fransiskus pada tahun 2021, maka pesan Paus ini terfokus pada tiga kebajikan utama atau yang disebut juga tiga kebajikan teologis: iman, harapan dan kasih. Umat beriman diundang untuk ‘membarui iman, menimba air pengharapan, serta menerima kasih Tuhan dengan hati terbuka’. ‘Melalui aksi puasa, doa dan amal kasih’, demikian Paus Fransiskus, ‘kita bertumbuh dalam iman yang teguh, pengharapan yang hidup dan kasih yang penuh daya’.
Makna tiga kebajikan utama itu dihayati dalam terang misteri kebangkitan Kristus: ‘Perjalanan pertobatan di masa Prapaskah ini kita wujudkan dalam terang kebangkitan, yang menerangi pikiran, sikap dan pilihan kita untuk mengikuti Yesus’.
Iman. Paus menjelaskan bahwa di masa Prapaskah ini, keterbukaan untuk percaya akan wahyu diri Allah dalam Yesus berarti membuka hati bagi Firman Tuhan. Penyangkalan diri melalui aksi puasa berarti mengandalkan rahmat Tuhan, serta menyadari kerapuhan dan kelemahan kita. Puasa juga membantu kita untuk lebih mengasihi Tuhan dan sesama. Harapan. Harapan akan ‘air hidup’ oleh Paus diangkat dari janji Yesus kepada wanita Samaria: bukan hanya air yang memuaskan dahaga tubuh, tetapi air spiritual, yaitu daya Roh Kudus yang diberikan oleh Yesus yang bangkit.
Paus juga memberi makna khusus tentang puasa: Berpuasalah dari kata-kata kasar dan gunakanlah kata-kata yang lembut. Berpuasalah dari kesedihan dan ciptakanlah sukacita. Berpuasalah dari amarah dan jadilah sabar. Berpuasalah dari pesimisme dan hiduplah dalam pengharapan. Berpuasalah dari kecemasan dan berserahlah kepada Tuhan. Berpuasalah dari mengeluh, renungkanlah kesederhanaan. Berpuasalah dari ketertekanan dan tekunlah dalam doa. Berpuasalah dari kepahitan, penuhilah hati dengan sukacita. Berpuasalah dari egoisme dan jadilah murah hati. Berpuasalah dari dendam dan berdamailah. Berpuasalah dari bicara dan heninglah untuk mendengarkan.
Komisi PSE KWI merumuskan tema APP 3 tahun ke depan (2020-2022): “Melindungi dan Mengelola Sumber Hak Hidup Ekonomi Masyarakat yang Bermartabat, Berbelarasa dan Berkelanjutan”, dengan pembagian secara berjenjang dan berkelanjutan tiap tahun sebagai berikut: tahun 2020 dengan tema “Membangun Kehidupan Ekonomi Yang Bermartabat (Jangan rampas hak kami)”, tahun 2021 dengan tema “Membangun ekonomi yang berbelarasa (semakin bertobat, semakin solider)”, tahun 2022 dengan tema “Membangun kehidupan ekonomi selaras alam (merusak alam, menghancurkan kehidupan)”. Dari rumusan tema, menjadi jelas fokus perhatian baik dalam permenungan pun dalam aksi nyata ber-APP selama 3 tahun ke depan, yaitu: mengupayakan suatu kehidupan ekonomi yang bermartabat, berbelarasa, dan berkelanjutan.
Keuskupan Manado ber-APP
Tema App yang ditawarkan tahun ini adalah “Ekonomi solidaritas: Membangun ekonomi yang berbelarasa (semakin bertobat, semakin solider)”. Ekonomi yang berbelarasa dibangun dengan sikap iman, yaitu pertobatan, untuk semakin solider. Apa yang menjadi pokok iman kita? Apa yang menjadi pengakuan iman kita?
P. Dr. John Montolalu Pr, dalam pertemuan panitia APP tahun 2021, menjelaskan ada iman penciptaan: manusia adalah rekan-sekerja Allah dalam mengupayakan kesejahteraan.
a. “Allah adalah Tuhan yang berdaulat atas keputusanNya. Tetapi untuk melaksanakannya, Ia mempergunakan juga kerjasama makhlukNya. Itu bukanlah bukti kelemahan, melainkan bukti kebesaran dan kebaikan Allah. Sebab Allah tidak hanya memberi keberadaan kepada makhlukNya, tetapi juga martabat, untuk bertindak sendiri, menjadi sebab dan asal usul satu dari yang lain dan dengan demikian bekerja sama dalam pelaksanaan keputusanNya” (Katekismus: 306).
b. “Kepada manusia Allah malahan memberi kemungkinan untuk mengambil bagian secara bebas dalam penyelenggaraanNya, dengan menyerahkan tanggungjawab kepada mereka, untuk “menaklukkan dunia” dan berkuasa atasnya. Dengan demikian Allah memungkinkan manusia, menjadi sebab yang berakal dan bebas untuk melengkapi karya penciptaan dan untuk menyempurnakan harmoninya demi kesejahteraan diri dan sesama. Manusia sering kali merupakan teman sekerja Allah yang tidak sadar, tetapi dapat juga secara sadar memerhatikan rencana ilahi dalam perbuatannya, dalam doanya, tetapi juga dalam penderitaannya. Dengan demikian secara penuh dan utuh mereka menjadi teman sekerja Allah dan kerajaanNya” (Katekismus: 307).
Menurut Sekretaris Keuskupan Manado ini, salah satu manifestasi iman adalah pertobatan; perlu pertobatan dalam ekonomi untuk menggerakkan ekonomi solidaritas. Gerakan pertobatan dari resepsi ke solidaritas. Beliau menyebut antara lain ketidak telitian pemahaman tentang ekonomi. Ketidaktelitian terletak dalam penyempitan pemahaman ekonomi hanya pada soal kebutuhan makan dan minum, yang dikemas dalam acara resepsi, atau urusan makan dan minum saja. Sebagai tanda pertobatan, perlu ada cara baru untuk resepsi, sebagai bagian dari sukacita atas hidup. Resepsi sebagai bagian dari sukacita dan bahkan syukuran tidak bisa dihilangkan, tetapi perlu dimodifikasi sesuai dengan kondisi ekonomi dan secara komprehensif menakar semua kebutuhan ekonomi keluarga, bukan hanya untuk hari ini melainkan juga dan bahkan terlebih untuk masa depan.
Mari kita mengisi masa prapaskah ini sebagai kesempatan berahmat untuk menikmati cinta, belas kasihan dan pengampunan. Mari kita isi dengan semakin tekun berdoa dan berpuasa dan beramal kasih kepada yang miskin dan menderita. Hanya atas cara itu kita dapat mempersiapkan diri kita untuk bangkit bersama Yesus. Dan dengan hati yang baru kita pun dapat melihat semua pengalaman dan peristiwa alam dan hidup sebagai kesempatan menikmati rahmat. Dan aneka peristiwa yang mencemaskan seperti bencana alam, kecelakaan dan penderitaan lain sebagai peringatan dari Tuhan untuk bertobat! (***)