PORTALNTT.COM, KUPANG – Sebanyak 122 kepala sekolah penghambat Program Indonesia Pintar (PIP) resmi dilaporkan oleh Jenggala center bersama orang tua murid penerima PIP di Polda NTT. Laporan dengan nomor polisi LP/B/34/1/2017/SPKT diterima oleh Brigpol Joao Vrengoi Talan dan mengetahui atas nama kepala SPKT Polda NTT, AKP. Jamaluddin, SH.
“Yang kita laporkan ini penyalahgunaan kewenangan yakni undang-undang Tipikor pasal 3 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan kita juga berusaha memperjuangkan undang-undang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara karena kita merasa anak-anak ini dalam kondisi terdiskriminasi oleh sikap para kepala sekolah. Ada sedikit perbedaan kenapa di sekolah swasta dicairkan sementara di sekolah negeri tidak?” jelas Eman Endrianto, SH, MH, salah satu tim kuasa hukum Jenggala Center kepada wartawan usai melapor, Selasa (31/1).
Menurut Eman, berdasarkan petunjuk pelaksana yang ada di kementrian pendidikan dan surat petunjuk pelaksana tekhnis yang ada, kewenangan verifikasi itu sudah tidak ada lagi dan sudah selesai dengan SK. Secara hukum hak siswa-siswi penerima dana ini sudah ada.
“Dan tinggal sekolah mengeluarkan surat keterangan bahwa benar nama-nama siswa dalam SK itu ada dan kemudian mereka ke bank dan mencaikan, tapi itu tidak terjadi maka kami melaporkan,” tandas Eman.
Dia menambahkan, laporan ini sudah diterima dan Polisi akan segera menindaklanjuti laporan ini.
“Paling lama dua atau tiga hari sudah bisa dilakukan pemeriksaan saksi dan selanjutnya karena kita juga sudah melampirkan dengan bukti-bukti sebagai referensi bagi pihak kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan,” tegasnya.
Disinggung terkait apakah selain kepala sekolah akan ada oknum lain yang diduga menjadi otak dari penghambatan ini juga akan diproses, kata Dia, hal itu yang menjadi titik permasalahan karena tidak disebutkan oleh kepala sekolah oknum itu sapa dan dasarnya oknum itu bertindak seperti itu apa, karena berdasarkan juklaknya begitu SK keluar, sekolah segera mengeluarkan surat keterangan dan mereka ke bank lalu mencairkan.
“Harusnya sesederhana itu, tidak perlu kemudian ada intervensi entah dengan kepentigan apa pun. Jadi kepala sekolah yang harus bertanggungjawab karena mekanismenya berhenti disitu,” tutupnya.
Diketahui 122 kepala sekolah yang belum mengeluarkan surat keterangan itu terdiri dari 82 Sekolah Dasar (SD), 20 Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 20 Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K). (Jefri)