PORTALNTT.COM, ATAMBUA – Satu dekade kehadiran BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mengubah sistem layanan kesehatan Indonesia. Hal itulah yang sangat dirasakan oleh Benigna Da Silva Peao (32) atau yang akrab disapa Jeni, seorang penanggung jawab Program JKN di Rumah Sakit Tk. IV Ignatius Sumantri Atambua milik TNI. Jeni sudah menjadi penanggung jawab Program JKN sejak BPJS Kesehatan masih berstatus sebagai PT Askes (Persero). Pada saat itu ia masih menjadi penanggung jawab Klinik TNI AD Atambua.
“Awal mula saya bekerja sebagai penanggung jawab Klinik TNI AD Atambua pada tahun 2010, sehingga saya tahu betul perkembangan BPJS Kesehatan dari awal tahun 2014 hingga saat ini. BPJS Kesehatan telah banyak menciptakan inovasi-inovasi yang mempermudah para pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan. Misalnya, Aplikasi Mobile JKN yang menurut saya semua peserta JKN harus menggunakan aplikasi tersebut. Mau ubah lokasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), cek iuran, mau melihat ketersediaan tempat tidur di rumah sakit pun juga bisa,” ungkapnya, Senin (29/07).
Tak hanya itu, Jeni juga memuji salah satu fitur pada Aplikasi Mobile JKN yakni antrean online. Menurutnya, pasien tidak perlu repot-repot mengantri saat melakukan pendaftaran pelayanan di FKTP maupun pelayanan rawat jalan atau berobat ke poliklinik di rumah sakit.
“Wah kalau dulu sebelum adanya antrean online di Aplikasi Mobile JKN, ruang loket pendaftaran ini ramai sekali. Tapi sekarang, sudah tidak terlalu ramai seperti dulu. Sekarang sudah sangat mudah. Dengan handphone saja, kita bisa mengambil nomor antrean dari rumah atapun mana saja. Tentunya ini lebih cepat, menghemat waktu, tenaga, dan juga biaya. Kalau misalkan saat ini belum ada antrean online, rasanya saya dan rekan-rekan kerja akan kewalahan apalagi pasien JKN saat ini bertambah banyak. Saya juga selalu menginfokan ke pasien untuk dapat mengunduh Aplikasi Mobile JKN karena banyak sekali manfaatnya,” katanya.
Jeni membeberkan salah satu perbedaan BPJS Kesehatan yang dulu dan sekarang adalah penerapan KTP sebagai identitas untuk sarana berobat peserta JKN yang sudah dilakukan sejak Januari 2022 lalu. Dengan demikian, peserta JKN hanya perlu menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di KTP untuk mengakses layanan di fasilitas kesehatan.
“Bagi pasien yang sudah terdaftar sebagai peserta JKN, cukup bawa KTP saja sudah bisa kami layani. Kalau dulu kan harus fotocopy inilah itulah atau harus membawa berkas atau dokumen pendukung lainnya,” ujarnya.
Di sisi lain, Jeni mengungkapkan bahwa dirinya tidak merasa keberatan jika gajinya harus dipotong tiap bulannya untuk iuran jaminan kesehatan. Menurutnya, melalui iuran tersebut dapat membantu untuk membiayai peserta lain yang sakit. Ia sangat mengapresiasi asas gotong royong dalam Program JKN.
“BPJS Kesehatan ini sangat bermanfaat. Jika sudah menjadi peserta JKN dan statusnya aktif, maka pada saat kita sakit langsung bisa mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa harus pusing memikirkan biaya. Karena asas gotong royong itulah iuran yang dibayarkan oleh peserta yang sehat akan digunakan untuk membantu membiayai pengobatan peserta lain yang sakit,” jelasnya.
Dalam kesehariannya, Jeni juga menerapkan prinsip 3S (senyum, sapa, salam) kepada pengunjung dan melayani peserta JKN tanpa diskriminasi. Hal itu sesuai dengan Janji Layanan JKN yang dipajang di setiap FKTP maupun FKRTL untuk mendukung transformasi mutu layanan yang mudah, cepat, dan setara kepada peserta JKN. (ir)